Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

REPUBLIK TANPA JONGOSRAKYAT

Gambar
Republik Tanpa Jongosrakyat Oleh: Budi Susilo JELANG detik akhir tahun, persisnya Desember pertengahan 2011, aku susur beberapa kios-kios di Taman Kesatuan Bangsa Kota Manado, di antaranya ada yang menjajakan kalender masehi 2012. Kala itu, harga yang ditawarkan bervariasi, dibandrol Rp 10 ribu sampai yang termahalnya Rp 20 ribu per kalender, ini menurut hukum pasar termasuk harga yang masuk dalam batas kewajaran. Tetapi berbeda dengan kondisi di Jakarta, warga yang menghuni gedung beratapkan Hijau di Senayan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), untuk memiliki kalender harus merogoh kocek dalam-dalam, sampai milyaran rupiah, padahal cuma kertas bergambar penanggalan bulan masehi harga bandrolnya selangit. Apa yang sempat melintas di pikiran mereka, hingga harus ada pengadaan kalender berharga milyaran sampai menyentuh angka Rp 1,3 milyar. Belum lagi renovasi ruang rapat badan anggaran, rencana renovasi parkiran, toilet yang menelan milyaran rupiah, kesemuanya memakai

WAJAH INDUSTRI WISATA INDONESIA

Gambar
Wajah Industri Wisata Indonesia Oleh: Budi Susilo ANUGERAH Tuhan terhadap bumi nusantara ini tak ternilai oleh materi, apalagi ungkapan kata-kata. Pesona indah, alam raya Indonesia ini jadi pesolek sempurna di seluruh jagat dunia ini. Tetapi apalah artinya itu, ternyata semua disia-siakan, sirna begitu saja. Sebagaimana lontaran kalimat ini, "Alam Indonesia yang indah itu kini diwarnai oleh sampah botol plastik, tas keresek, diapersbekas, tisu,saset sampo, kulit durian, bangkai binatang yang bercampur dengan aneka bahan beracun. Apakah menteri pariwisata pernah berbicara tentang sampah? Saya kira Anda pun tahu,mereka amat jauh dari kepedulian." Inilah ungkapan hati dari seorang Rhenald Kasali Guru Besar Universitas Indonesia di Desember 2011 atas wajah pariwisata di Nusantara ini. FOTO: budisusilo_penutupan acara ATF di Manado Lalu siapa yang disalahkan bila sudah terjadi demikian, karena bicara pariwisata itu berarti mencakup seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana hal ini te

WAJAH BARUNYA SUDARSO MANADO

Gambar
Wajah Barunya Sudarso Manado Oleh: Budi Susilo MENYUSURI sepanjang Jalan Yos Sudarso di Kota Manado pakai sepeda motor waktu fajar sekitaran jam 10 pagi, persisnya di arah tikungan jalan ke arah perempatan patung Kuda Paal Dua ada berpenampilan beda wajah kota berjulukan Coelacanth ini, Sabtu (14/12/2012). Melihat lokasi yang biasa dikenal kawasan Martadinata ini, jalannya teraspal lebih mulus, direnovasi menjadi baru, juga luasnya pun tambah lapang lebih lebar. Maklumlah dana pembangunannya diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2011 yang memakan uang sebesar Rp 18,4 miliar. FOTO: budisusilo_perluasan jalan Yos Sudarso Jadi kondisi terkini, terhitung dari 7 April 2011, tikungan jalannya berukuran lebih lapang, arus dua jalurnya dengan kemampuan volume kendaraan bisa tampung sampai empat mobil besar dan pastinya mampu melaju lancar. Ditempat ini pun, biasanya oleh orang-orang kebanyakan dijadikan penanda lokasi jualan para pedagang buah durian musiman. "Ada tikungan belok

MENGINTIP DENYUT TARSIUS TANGKOKO

Gambar
Mengintip Denyut Tarsius Tangkoko Oleh: Budi Susilo Berangkat dari Manado pagi hari kala itu, melalui jalur darat dengan sepeda motor menuju hutan Tangkoko, Batuangus Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara sungguh jadi pengalaman berbeda. Selain dapat merasakan langsung terpaan angin Bitung, juga mampu nikmati terik mataharinya saat itu. Mendatangi tempat ini bukan tanpa alasan, mau melihat secara langsung binatang paling setia sejagad raya yaitu Tarsius. Binatang berbulu seperti kapas ini tinggal di cagar alam Tangkoko yang seluas sekitar 8.745 hektare ini. Menyebutnya identik dengan Tangkasi, atau Tarsius, binatang malam endemik Tangkoko. Meski tubuhnya tak lebih besar dari tikus, namun banyak cerita mencengangkan di balik kehidupannya, termasuk sebuah jeritan melengking Kala itu, Faris Manoppo (38), warga setempat, mendekat ke sebuah pohon beringin. Dengan berjingkat, dia mendekat ke pohon yang tampak paling besar di antara pepohon di sekitarnya. Berbekal lampu sorot

ANTRE MINYAK JUGA PARADE MOBIL

Gambar
Antre Minyak juga Parade Mobil Oleh: Budi Susilo INGIN seperti Bali, yang telah mendunia pariwisatanya, Kota Manado pun tidak mau kalah mengatur strategi dunia pariwisatanya, satu di antaranya oleh Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang menggelar hajatan Asean Tourism Forum (ATF) di Kota Manado dari 8 sampai 15 Januari 2012. Beda dengan cara Bali, mengundang seniman lukis dari berbagai mancanegara sehingga akhirnya dikenal luas masyarakat global, Kota Manado mengenalkan dunia pariwisata dengan jargon MICE, singkatan bahasa Inggris dari " Meeting (pertemuan), Incentive (insentif), Convention (konvensi), dan Exhibition (pameran)." Penghargaan hotel hijau dari pemerintah (photo by rizky adriansyah) Tapi toh terbukti, di tataran masyarakat bawah, selama digelar tiga hari, hiruk pikuk ATF tidak terasa, hiburan bernuansa wisata yang merakyat tak mengental. Diakui orang banyak akan lebih memilih momen Sail Bunaken seperti Agustus 2009 lalu ketimbang ATF kali ini.

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA II

Gambar
Jong, Kenalkan Namaku Tarzan Oleh: Budi Susilo PEMEO hidup seperti roda ternyata juga terjadi pada kawanan Macaca Nigra atau bahasa lokalnya monyet hitam Yaki yang bergenerasi hidup di hutan konservasi Tangkoko, Bitung Sulawesi Utara. Biang pemicunya juga tak beda jauh yakni persaingan atas aset sosial seperti wilayah kekuasaan, pasok makanan dan kadang soal percintaan terhadap betina. Jong kenalkan namaku Tarzan, ( dramatisirnya: Macaca Nigra seolah berkomunikasi dengan Jong sang penulis blog ini). Aku tinggal di habitat Rambo II hutan konservasi Tangkoko, Batu Putih, Bitung hidup berkelompok dan telah bergenerasi. Aku hidup tenang berdampingan dengan Tarsius atau tangkasi yang seperti kami endemik di Semenanjung Minahasa. Selain Tarsius, kami juga hidup dalam satu kawasan dengan kelompok burung rangkong dan sejumlah serangga hutan. Oh ya, aku juga hidup bertetangga dengan ular sanca, meskipun jujur kuakui hubungan kami dengan mereka tidak selalu baik, bahkan lebih banyak saling ber

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

Gambar
Y aki juga Rin du kan Pel ukan Hangat Oleh: Budi Susilo BERSAMA Tarsius, Monyet Hitam ( Macaca Nigr a) sudah bergenerasi mendiami hutan konservasi Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Kawanan primata endemik Semenanjung Minahasa, itu beranak pinak dan membentuk habitatnya sendiri, termasuk perilaku sosialnya. Lumrahnya interaksi, kadang terjadi konflik meskipun sejatinya mereka merindukan pelukan hangat. Sepasang Macaca, satu diantaranya berpantat merah menyala terlihat bertengger di dahan pohon Mahoni dekat kantor Research Macaca Nigra Project DPZ-IPB-Unsrat yang berada persis di tepi pantai Pareng. Tak berapa lama, berdatangan kawanan lainnya. Mulut mereka tampak mengunyah sesuatu. Selebihnya hilir mudik, berayun dari dahan satu ke dahan lainnya. Sepasang lain terlihat berlari menjauh dari kawanan. Lainnya saling berinteraksi, bercengkrama satu sama lainnya. Sepasang Yaki, demikian penduduk setempat menyebut, tadi tampak asyik membelai kepala satu sama lain. Sesekali terlihat seringa

PESONA MAGIS GUNUNG LOKON TOMOHON

Gambar
Pesona Magis Gunung Lokon To mohon Oleh: Budi Susilo GAWAT, Gunung Lokon di Kota Tomohon Sulawesi Utara sekitar pukul 11.34 Wita meletus, Jumat (30/12/2011). Gunung yang memiliki ketinggian 1.580 meter ini mengeluarkan semburan abu vulkanik. Statusnya pun menyandang Awas Level IV, oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, bahwa status ini dinyatakan berbahaya dan dapat mengancam jiwa. Sigapnya, aparatur pemerintah bersama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengkondisikan penduduk yang berdekatan dengan Gunung Lokon seperti Kinilow, Tinoor, dan Kakaskasen untuk di evakuasi. Saat itulah, aku yang berada di lokasi zona merah di Kelurahan Kinilow mendengar, melihat dan merasakan secara langsung beberapa warga bergerak menjauhi gunung yang berkordinat 1.358 LU 124.792 BT. Rauman sirine ambulan yang sudah tiba dilokasi berkumandang kencang, datang untuk mengangkut penduduk yang sedang dalam kondisi sakit berat dan tak lupa pula ketinggalan sua

MENGENAL DAYA PESONA ALAM TOMOHON

Gambar
Mengenal Daya Pesona Alam Tomoho n Oleh Budi Susilo SIAN G hari, sekitar pukul 12.00 Wita di Provinsi Sulawesi Utara, Selasa (27/12/2011), ku mengemas barang bawaan berupa pakaian dan bergegas untuk angkat kaki dari Kota Manado menuju ke dataran tinggi Kota Tomohon. Menaiki si kuda besi (motor roda dua) yang ku beri nama si Bandel Merah. Buat ku, medan jalan menuju Kota Tomohon bukanlah hal yang sulit, Alhamdulillah bisa ditaklukan secara mudah, walau saat itu cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan rintik dan awan mendung menjadi teman tambahan perjalanan ku. Bukan bermaksud hiperbola, saat itu memang atmosfir cuaca Kota Manado dan Kota Tomohon terbilang dahsyat, menantang penuh rintangan sebab selain guyuran hujan terdapat pula hembusan angin kencang. Menunggang si Bandel Merah dengan kondisi lembab, dingin menggigil akibat cuaca muram dan akhirnya pun usai menempuh perjalanan, kondisi fisik ku mulai timbul gejala-gejala terserang flu ditandai bersin-bersin. Untungnya, Al