MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

Yaki juga Rindukan Pelukan Hangat
Oleh: Budi Susilo


BERSAMA Tarsius, Monyet Hitam (Macaca Nigra) sudah bergenerasi mendiami hutan konservasi Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Kawanan primata endemik Semenanjung Minahasa, itu beranak pinak dan membentuk habitatnya sendiri, termasuk perilaku sosialnya. Lumrahnya interaksi, kadang terjadi konflik meskipun sejatinya mereka merindukan pelukan hangat. Sepasang Macaca, satu diantaranya berpantat merah menyala terlihat bertengger di dahan pohon Mahoni dekat kantor Research Macaca Nigra Project DPZ-IPB-Unsrat yang berada persis di tepi pantai Pareng.

Tak berapa lama, berdatangan kawanan lainnya. Mulut mereka tampak mengunyah sesuatu. Selebihnya hilir mudik, berayun dari dahan satu ke dahan lainnya. Sepasang lain terlihat berlari menjauh dari kawanan. Lainnya saling berinteraksi, bercengkrama satu sama lainnya. Sepasang Yaki, demikian penduduk setempat menyebut, tadi tampak asyik membelai kepala satu sama lain. Sesekali terlihat seringai giginya, namun terlihat seperti seringai sedang senang hati.

Matahari sudah lewat sepenggalah. Dari arah pintu kantor tempat para peneliti Yaki terdengar panggilan. "Ayo, kita masuk hutan," ucap Sugiarto, Manager Research Macaca Nigra Project itu. Berbalut sepato boot karet dan berkaus biru khusus jelajah lapangan dia mengajak aku mengenal lebih dekat perilaku Yaki.

Setelah 15 menit perjalanan mendaki, kami akhirnya menemukan kawanan Yaki sedang beristirahat. Kata Ugik, demikian sapaan akrabnya, kawanan Yaki yang terdiri 20 sampai 40 ekor itu tengah menjelajah mencari makan dan beraktivitas seharian. Sama seperti di dekat kantor tadi, kawanan yang kami jumpai juga tengah asyik berayun di dahan.

Beberapa duduk di pokok pohon yang tumbang terkena angin ribut. Tiba-tiba terdengar lengkingan keras dan dua Yaki tampak menyeringai memamerkan giginya. Kali ini sepertinya sedang marah. Kata Ugik, keduanya terlihat konflik. Pemicunya beragam, termasuk berebut akses Yaki betina. Kami juga teringat Yaki berpantat merah di awal.


Belakangan diketahui, pantat merah pertanda Yaki betina sedang masa subur. Lengkingan keduanya menjadi-jadi. Keduanya saling berkejaran. Satu di antaranya menjauh. Satunya lagi mendatangi Yaki berpantat merah yang sedari tadi sibuk baku belai kepada betina induk yang bersantai sehabis menyusui anaknya.

Di tangkoko, ada dua habitat Yaki yakni di Rambo I dan Rambo II, masing-masing populasinya lebih dari 20 ekor, termasuk sejumlah pejantan alpha yang menjadi penguasa kawanan. Yaki merupakan satu di antara 23 spesies Macaca yang ada di dunia. Sebarannya luas hingga berbagai belahan dunia, termasuk Jepang yang terus menjadi incaran riset peneliti primata dari negeri Matahari Terbit itu.

Dari jumlah itu, 7 spesies di antaranya berada di Semenanjung Minahasa, nama geografis Yaki dalam dunia riset Macaca seperti diungkapkan Saroyo Sumarto, dosen Unsrat (Universitas Sam Ratulangi) yang mengambil doktoralnya meneliti Macaca. Selain di tangkoko, sebaran enam lainnya merata di Pulau Sulawesi. Termasuk di kawasan Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Katanya, secara fisik tidak ada perbedaan, kecuali warna kulit dan morfologi pantat yang menjadi tempat duduk. Jumlah populasi satu sama lain beragam karena tergantung suplai makanan dan predator alami. Meski berasal dari genus dan family yang sama, kondisi geografi disebut menjadi faktor lainnya spesies baru Macaca.

Luasan hutan dan suplai makanan juga mempengaruhi daya jelajah kawanan Macaca. Namun Saroyo mengamini, Yaki memang mempunyai sejumlah kelebihan dibanding sepesies sejenisnya. Tak heran, banyak peneliti yang memilih riset Tangkoko, termasuk Ugik.

"Yaki menarik buat saya. Karena di Indonesia hanya ada di Pulau Sulawesi," ungkapnya. Bukan hanya Ugik, sejumlah peneliti asing juga terlihat menjelajah mengikuti kawanan Yaki. Jerome semisal, periset asal Perancis itu sejak enam bulan terakhir mengikuti pergerakan dan interaksi Yaki, terutama bahasa tubuhnya.

"Saya sedang meneliti pola komunikasi mereka, termasuk tanda yang digunakan," ucapnya seraya menyebut mimik wajah, seringai gigi, lengkingan dan bahasa tubuh Macaca. Katanya, lengkingan termasuk alat berkomunikasi. Melengking juga sarana ekspresi mengungkapkan emosi seperti marah, senang atau takut.

Tinggi rendah langkingan juga bermakna berbeda. Datangnya kawanan lain biasanya akan ditandai dengan lengkingan tinggi dan panjang (long call), selanjutnya sesama kawanan saling bersahutan seperti saling mengingatkan datangnya bahaya. Tiba-tiba seekor Yaki persis di depan kami melengking sembari menyeringai. "Dia marah. Jangan dipandangi," ucap Ugik mengingkatkan.

Benar, tak berpa lama yaki tadi diam. Sehingga kami bisa kembali mengarahkan lensa kamera dirinya. Jepret...pret...pret, dia tengah asyik menggaruk kepalanya. Ugik menjelaskan, seringai gigi juga merupakan cara Yaki berkomunikasi.

Seperti emotions dalam komunikasi dunia maya, seringai juga mengandung banyak tafsir. "Mereka yang kalah kelas, biasanya meneringai sebagai pentuk penghormatan atau tunduk," jelas Ugik. Pantas seja, selama kami mengamati Yaki, tampak sejumlah Yaki langsung menyeringai ketika seekor pejantan alpha mendekat dan melintas di dekatnya.

Bentuk komunikasi lain jelas Ugik, yakni menaiki pantat tapi tanpa ada tujuan kopulasi. "Itu namanya mounting (menunggingi)," jelasnya. Biasanya pejantan kasta tinggi akan menaiki pejantan kelas dibawahnya. Bahasa tubuh itu sebagai bentuk pengakuan kekuasaan satu sama lain berdasar kelas pejantan di kawanan itu.

Sedikit demi sedikit kami mulai paham pola komunikasi Yaki, termasuk pantangan. Kata Ugik, selain pantang menatap Yaki yang sedang melengking, pengunjung juga pantang memberikan makanan seperti kacang, roti dan sebagainya. "Itu akan merusak pola alam mereka mencari makanan," jelas Ugik.

Makanya, selama mengikuti perjalanan kawanan Yaki, mulai praktis kami hanya memberi "makan" mereka jepretan kamera. Pola tingkah mereka berusaha kami abadikan, meski sejumlah momen yang menurut kami langka gagal terdokumentasi, termasuk sepasang Yaki yang sedang berkopulasi (pergabungan atau perkawinan).

Namun lensa kamera kami tak berhenti bergerak hingga akhirnya berhenti pada dua pasang Yaki yang sedang baku belai kepala seperti mencari kutu. Meski kami jepret berkali-kali, keduanya tetap bergeming. Kenapa ? benarkah keduanya memang mencari kutu ? Jerome punya jawaban. Katanya, itu juga bentuk komunikasi dalam interaksi kawanan.

Namanya grooming atau saling belai dan beberapa kasus memang benar-benar saling cari kutu. Kata Jerome, perilaku itu merupakan bentuk afeksi dan perlambang terjalinnya ikatan sosial sesama Yaki dalam satu kawanan yang menandakan akrab dan dekatnya hubungan emosi dan batin satu sama lain. "Its a kind of social fondness," jelasnya.

Tak jarang setelah itu mereka saling berpelukan. Grooming bukan hanya dominasi Yaki betina namun juga Yaki jantan. Kami hanya bisa mengguam, ternyata Yaki juga merindukan pelukan. Tak terasa lebih dari lima jam kami mengikuti perjalanan Yaki hingga akhirnya mereka menuju peraduan di pepohonan tinggi setelah sebelumnya sempat bersuara gaduh. "Mereka saling berebut tempat tidur," ungkap Ugik. Dia mengatakan, tidur menjadi jeda interaksi sosial kawanan, termasuk perilaku sosialnya. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN