ABU ABU KUDA

Abu abu Kuda


Pagi buta saat ayam jago belum berkokok, Wiro yang masih berwajah kumal keluar dari rumah kayunya yang berlokasi di pinggir Sungai Sepinggan Baru Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

PERJAKA yang tinggal sendiri ini dikenal jarang mandi, malas keramas rambut, dan enggan sikat gigi. Bisa dibilang pria ini berternak bakteri pada sekujur tubuhnya.

Sambil mengunci pintunya menggunakan tali serabut ulap doyo, mulut wiro komat kamit berdoa. "Semoga rumah ini kemalingan biar hansip di kampung ini punya kerjaan kejar maling." 

Usai menutup rapat pintunya, Wiro menghampiri kuda peliharaannya yang disimpan di kandang belakang rumahnya yang dipisahkan dinding anyaman bambu kuning yang setengah abad lalu dibuat.

Jejak langkah pada tanah pekarangan rumahnya yang basah setelah diguyur hujan sore hari membuat dirinya bergembira. "Waduh. Asyik nih, becek dingin‑dingin empuk."

Sesampainya di depan pintu kandang kuda, dan membuka daun pintunya yang dikerubungi puluhan semut merah, kedua bola mata Wiro langsung mendelik, garis alisnya pun tegang lurus rata.

"Kemana kuda sableng ku. Apa semalam belum pulang dari ronda malam?," tanya Wiro dengan keheranan.

Masuklah dia ke dalam kandang untuk memastikan lagi. Mata Wiro menyorot ke atas bagian plafon kandang. Tetapi tidak tampak si kuda, hanya ada sepasang cicak bermadu mesra.

Sorot lagi matanya Wiro ke samping kanan dan kiri dinding kandang bercat hitam, alhasil nihil. "Kemana si kuda buluk coklat," tanyanya dalam batin.

Jongfajar Kelana

Kala akan meninggalkan kandang, saking kesalnya Wiro banting pintu kandang kudanya. Gubrak ! Bunyi yang sangat keras.

Dan Wiro pun kaget sendiri, kemudian jatuh tersungkur. Bibirnya yang dower sempat sentuh tanah yang bernoda hajat kudanya. "Sialan apes banget gue."

Saat terbangun dari jatuh. Mata Wiro tiada sangka melihat pada semak‑semak pohon, nampak bulu‑bulu seperti kemoceng dari kejauhan sekitar tiga meter dari arah tenggara kandang kuda.

Tanpa berpikir panjang, Wiro menghampiri dengan langkah yang perlahan tanpa memunculkan bunyi tapak kaki mirip maling yang mengendap‑endap.

Dia penasaran atas benda yang dilihatnya. Dianggap misterius. Sama sekali belum pernah dilihatnya sejak Wiro dilahirkan 27 tahun silam.
Benda yang terhalang rimbunan semak belukar rindang daun itu mengundang rasa keingintahuan Wiro.

Sambil melepas sandalnya, Wiro melangkah setapak demi setapak. Langkahnya sangat lambat, mirip penyu betina.

Apa itu ? Penasaran.
Warna abu‑abu berbulu.
Apa rambut nenek lampir ya ?

Semoga saja itu super hero mbak Saras 008. Ouh, senangnya hati ku, bila itu benar. Sambil mengangguk‑anggukan kepalanya.

Sesampainya pada benda misteri itu, berjarak sekitar setengah meter, dengan gagah beraninya mendekat, kedua bola matanya melihat jelas.

Wiro langsung mendadak kaget, terkejut, denyut nadinya cenut‑cenut kencang. "Astaga naga dragon !!!"

Ternyata kamu, kuda ku. Kenapa kamu berada dalam semak belukar seperti ini ? Kenapa juga rambut mu jadi nampak abu‑abu seperti itu. Bagusan hitam pekat tampak gagah !

Wiro merasa gembira, hatinya ceria kembali. Kuda yang dicari‑carinya akhirnya ketemu juga, di tempat yang tidak biasanya, di pojokkan tumbuhan rindang dan liar.

Sang kuda juga tertawa bahagia ketika bisa baku temu dengan Wiro yang tiada sangka perubahan fisiknya tidak membuatnya lupa.

Rambut ini saya cat.
Aku ingin cepat menua !
Sudah tidak sabaran menanti.
Ingin sekali seperti kamu, Wiro.
Yang tua tampan dan bijaksana.

Aneh sekali kamu, dasar kuda telolet. Biji mata mu robek. Masih muda begini dibilang tua keriput. Tak kau lihatkah dengan jelas diriku ini, kuda.

Siapa yang tua ?
Saya masih sangat muda !
Gendut sehat kencang nih.

Dimana‑mana semua ingin awet muda. Kamu malah sebaliknya. Jelas kebelinger.

"Tidak !" Tegas kuda. Saya tidak mau lagi muda. Mau tua. Ingin tua. Pokoknya mau jadi kuda tua. Titik.

Wiro lebih mendekat, tangan kanannya menyentuh bagian leher kuda dan kemudian mengusap‑usap sambil memuntahkan petuah bijak.

"Lagi pula mau bijak, baik hati dan tak sombong itu, tidak perlu harus tua dahulu. Usia muda bagusnya sudah bisa bersikap bijaksana."

Tapi kebanyakan, mereka yang tua yang dikenal menyimpan mutiara bijak. "Ada bapak Nelson Mandela, Kyai Gus Dur, ada juga Cak Nur. Semuanya mahluk tua yang bijak." Kilah kuda kepada Wiro.

Makanya, kamu ini melihat sesuatu jangan menggunakan kaca mata kuda. Lihatlah dengan mata yang luas, sebenarnya mereka yang masih muda juga ada yang bijak di usia muda.

Satu di antaranya Anda, kuda. Bakal calon yang sedang mau mengarah ke lembah bijak. ''Berusaha bijaklah seusia dini, selagi usia muda. Ayo kita jalan‑jalan saja cari udara senja." Ajakan Wiro yang penuh dengan rasa semangat. ( )

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN