KISAH PENYANDANG DISABILITAS BALIKPAPAN

Salman Terbentur Slip Gaji, Impian Rumahnya Buyar
 

Siapa bilang Kota Balikpapan itu satu di antara tempat yang ternyaman bagi kalangan difabel di negara Republik Indonesia. Lalu pembuktian seperti apa  jika Kota Balikpapan sebagai  kota yang bersahabat bagi kaum difabel.

Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari Muhammad Yasin, Ketua Lembaga Sosial Masyarakat Sasana Integrasi Advokasi Difabel Kalimantan Timur saat terlibat dalam kegiatan Sosialisasi Undang-undang Penyandang Disabilitas di lantai dua Kantor Tribunkaltim, Jalan Indrakila, Kota Balikpapan pada Kamis 12 Mei 2016.

"Saya yang sudah tinggal lama di Balikpapan tidak melihat kaum difabel bisa hidup aman nyaman. Saya bingung kalau ada yang katakan Balikpapan itu kota yang ramah bagi penyandang difabel," ujarnya yang saat itu mengenakan kemeja batik coklat.

Acara tersebut turut hadir, Salman (40), seorang penyandang disabilitas yang sampai sekarang masih menumpang di rumah negara pemerintah daerah Kota Balikpapan. Sejak dirinya sudah memiliki istri hingga punya anak dua, belum juga memiliki rumah milik pribadi.


Salman memiliki minat membeli rumah murah program pemerintah pusat, tetapi keterbatasan fisiknya sebagai tuna netra menghambat proses kredit sebab syarat untuk bisa kredit rumah wajib memiliki slip gaji perusahaan.

Pria kelahiran Kota Balikpapan ini tidak bisa membeli secara langsung rumah baru mesti kredit, dibayar secara mencicil, mengingat penghasilannya sebagai tukang pijit tidak menentu.

"Uang saya hanya pas- pas saja," katanya kepada Tribun usai diskusi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Dia ingin proses kredit rumah murah bagi penyandang disabilitas diperlakuan secara khusus, jangan disamakan dengan orang-orang seperti yang tidak disabilitas.

Alasan Salman tidak memiliki slip gaji karena tidak bekerja di sebuah perusahaan yang terorganisasi. Salman hanya berwirausaha menawarkan jasa pijat.

"Saya kalau mau kerja di perusahaan, atau pabrik yang ada slip gajinya tidak diterima. Mencari uang saya hanya mengandalkan kemampuan saya sendiri. Kalau ditanya ada slip gaji? Saya tidak punya," ungkapnya.

Salman seperti kebanyakan orang mengidamkan rumah sendiri. Baginya rumah itu adalah tempat teduh bagi dirinya, istrinya dan kedua anaknya. Rumah dambaannya sejak lama.

Usaha dia memiliki rumah akan terus diperjuangkan, satu di antaranya menyampaikan aspirasi ke legislator agar bisa diperjuangkan hak-haknya.

"Kami (kaum difabel) dilindungi. Dijamin undang-undang tersendiri. Tetapi di lapangan kami belum bisa rasakan hak-hak saya," kata pria kelahiran 31 Desember 1976 ini.

Satu lagi keinginan Salman memiliki rumah adalah untuk kebahagiaan anak-anaknya. Tidak mungkin keluarga kecilnya akan tinggal selamanya di rumah milik Dinas Sosial.

"Saya mau investasi rumah. Untuk anak saya juga. Bisa diwariskan ke anak-anak saya. Kalau rumah negara tidak bisa diwariskan," ujarnya. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN