BALIKPAPAN ISLAMIC CENTER 3
Corak Kaligrafi Mihrab
Memakai Marmer Italia
Usai hujan deras mengguyur Balikpapan Selatan, area
tanah dan beberapa bangunan Balikpapan Islamic Center ada yang basah, pada
Selasa 7 Juni 2016 siang.
Namun beberapa pekerja masih
terlihat sibuk mengerjakaan beberapa bagian luar bangunan yang ada di bilangan
Jalan Belibis ini, mengejar target penyelesaian bulan ini.
Satu di antaranya, ketika Tribun
menyambangi ke bagian masjid BIC, terlihat tiang-tiang atap luar masjid sedang
dilakukan pengecatan. Termasuk saat masuk ke interior masjid, di bagian mihrab
pun sedang dirampungkan.
"Desain mihrab masjid
sudah selesai 100 persen. Sekarang ini yang lagi dikerjakan bagian lantai
mihrab. Dilakukan pemasangan lantai. Paling satu atau dua hari, sudah bisa
diselesaikan," kata Rendy Edward, Supervisor Mihrab BIC, dari PT Life
Stone.
Pola desain mihrab yang
dipancarkan masjid BIC ini mengarah pada gaya masjid Nabawi yang ada di
Madinah, Arab Saudi. Dilihat dari jauh paduan warna hitam dan putih yang
membentuk goresan lekukan seni timur tengah berkesan indah.
Masjid Balikpapan Islamic Center di Kelurahan Gunung Bahagia Kecamatan Balikpapan Selatan pada Selasa 7 Juni 2016. (Photo by Ayuk Fitri) |
Terlebih lagi, di mihrab itu
ditambah kesempurnaan dengan desain kaligrafi lafadz Allah pada sisi bagian
kanan dan lafadz Muhammad di bagian kirinya.
Yang berbeda dari mihrab
masjid BIC ini ialah dari sisi ukurannya. Mihrab yang dibuat di Masjid Nabawi
lebih kecil dari mihrab masjid BIC, yang memiliki tinggi 14 meter dan lebar 13
meter.
"Dibuat besar mungkin
supaya bisa lebih terasa leluasa. Ruangan dalam masjid ini luas, berlantai dua," kata Edo, panggilan
akrab Rendy Edward.
Pengerjaan mihrab masjid BIC
ini membutuhkan waktu sampai satu bulan lebih. Bahan-bahan pembuatan mihrab
memakai marmer, termasuk desain pola dan kaligrafi memakai marmer agar
bertujuan bisa lebih awet tahan lama.
"Kaligrafi tidak dilukis
pakai cat. Itu kami buat pakai marmer Italia. Kami bentuk, lalu dipasang
seperti puzzle. Kaligrafinya tidak akan luntur. Selama masjid bisa beridiri,
kaligrafi masih tetap ada," ujar Edo yang lahir di Timor, Kupang, pada 12
Oktober 1964 ini.
Masjid Balikpapan Islamic Center di Kelurahan Gunung Bahagia Kecamatan Balikpapan Selatan Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa 7 Juni 2016 sore. (Photo by Budi Susilo) |
Menurut dia, penggarapan
kalgrafii marmer italia mihrab masjid BIC adalah yang paling sulit dilakukan,
mengingat membuat pola desainnya menggunakan tangan dan sistem pemotongan
desainnya memakai alat water jet, laser pemotongan marmer.
"Kalau sampai salah
desain dan potongnya tidak pas, bisa gagal semua, diulang lagi dari awal.
Memang harus benar-benar serasi," tutur Edo, yang saat itu mengenakan kaos
kemeja kerah merah.
Secara keseluruhan, untuk
membuat mihrab masjid BIC saja butuh dana mencapai Rp 800 juta lebih. Sebab
bahan-bahan bakunya memakai mamer impor dari italia yang sudah dikenal ke
berbagai mancanegara.
"Memilih marmer italia
kualitasnya itu bagus. Warnanya mengkilap. Kualitas internasional," ungkap
Edo.
Pada bagian pinggir mihrab,
dinding masjid dilapisi marmer yang berwarna coklat muda. Kata Edo, pelapisan
dinding marmer hanya dilakukan di bagian depan area mihrab, supaya memiliki
kesan yang agung. "Marmernya dibuat dari negeri Tiongkok," kata Edo
yang tinggal menetap di Surabaya.[1]
Ciptakan Balikpapan
Berkesan Madinatuliman
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
wilayah Kota Balikpapan mengusulkan gaya model pembangunan Balikpapan Islamic
Center (BIC) mesti berkiblat pada Masjid Nabawi yang ada di Kota Madinah, Arab
Saudi.
Demikian diungkapkan, Ketua
MUI Balikpapan, Muhammad Idris, kepada Tribun, Selasa 7 Juli 2016,
menjelaskan, usulan membuat BIC sudah dilakukan sejak 2001 oleh MUI yang
disampaikan ke pemerintah Kota Balikpapan.
Kala itu, tuturnya, konsep
pembangunannya diperoleh ketika pimpinan pengurus MUI Balikpapan melakukan
sholat istiqarah, yang kemudian memutuskan model bangunan BIC ada baiknya
seperti Masjid Nabawi di Madinah.
"Kami bercita-cita ingin
menjadikan Kota Balikpapan sebagai kota yang Madinatuliman. Kota yang damai
untuk seluruh umat manusia," kata Idris, yang lahir di Pangkep Sulawesi
Selatan ini.
Atas usulan itulah kemudian
disetujui pemerintah Kota Balikpapan yang kemudian dianggrakan di APBD Kota
Balikpapan tahun 2014 hingga 2016.
"Nanti imam masjid kami
ambil dari Indonesia saja, tidak dari timur tengah. Yang penting memenuhi
syarat, kami jadikan imam masjid BIC," ungkapnya.
Penggarapan lantai Mihrab Masjid Balikpapan Islamic Center pada Selasa 7 Juni 2016 sore. Pengerjaan ini dikebut sebab masjid ini akan digunakan pada peringatan Nuzulul Quran. (Photo By Budi Susilo) |
Ia menjelaskan, desain yang
serupa dengan Masjid Nabawi tersebut bisa dilihat dari mihrab masjid BIC dan
mimbar Rasulullah, yang diharapkan para jamaah akan memiliki kesan beribadah
serasa di Madinah dan menggambarkan adanya kekuatan akidah Islam yang kuat
dengan berkomitmen meneladani Rasulullah, Muhammad SAW.
Lalu kubah masjid dan
payung-payung teduh juga serupa dengan yang ada di Nabawi. Keberadaan kubah dan
payung teduh ini sebagai simbol syiar Islam di Kota Balikpapan yang membawa
pesan Islam sebagai pelindung umat manusia, pencipta kedamaian rahmatan lil
alamin.
"Jumlah payung teduhnya
ada enam buah sebagai simbol rukun iman dalam Islam ada enam, tetapi payungnya
tidak bisa dibuka dan ditutup seperti yang di Nabawi," tutur pria berkulit
sawo matang ini.
Tidak ketinggalan juga dengan
minaret masjid, bentuknya tidak jauh berbeda dengan yang di Nabawi. Minaret di
BIC berjumlah empat buah dengan memiliki tinggi 42,7 meter. Pada bagian pucuk
minaret diberi warna hijau, seragam dengan kubah masjidnya.
Soal menara utama yang
menghiasi Gerbang Rasul, sebenarnya juga memancarkan nilai keislaman. Awalnya
diusulkan ketinggian menara itu 99 meter, namun belakangan diubah menjadi hanya
68,2 meter saja.
Alasannya untuk keselamatan
lalu-lintas penerbangan, mengingat BIC ini lumayan dekat dengan Bandara
Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Balikpapan.
"Awalnya 99 meter sebagai
makna sifat asmaul husna sebanyak 99. Tapi pihak bandara mengusulkan akan
bahaya bila dipaksakan 99 meter. Jadi kami sepakat diubah ketinggiannya demi
keselamatan penerbangan," ungkap Idris.[2]
( )
Komentar
Posting Komentar