NELAYAN TIAS KALIMANTAN UTARA
Memotong Taring Pukat Harimau
Warga nelayan di
perkampungan Tias, Desa Tanjung Buka, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Kabupaten
Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menolak penggunaan pukat harimau
atau trawl.
ITU
disampaikan, Rusman, Tokoh Masyarakat Kampung Tias, saat ditemui di rumahnya, pinggiran
perairan, pada Kamis 22 Oktober 2015. Kakek yang memiliki 15 cucu ini
menegaskan, penggunaan pukat harimau sangat merugikan warga nelayan Tias.
“Memakai
pukat semuanya bakal dikeruk. Ikan-ikan yang belum layak dikonsumsi ikut
ditangkap, dibuang begitu saja,” ujarnya yang kala itu, bawahannya mengenakan
kain sarung.
Sebagian
besar warga Kampung Tias bekerja sebagai nelayan tradisional. Rusman, satu di
antara orang yang sudah 40 tahun tinggal di Tias dan merupakan perantau dari
Bone Sulawesi Selatan.
“Kami mencari
ikannya pakai pukat gondrong. Melaut tidak jauh hanya diseputran Tias sudah
kami dapat,” tuturnya, yang memiliki warna kulit tubuh gelap ini.
Hidupnya
sangat bergantung pada alam sungai dan perairan laut. Wilayah Tias dihuni 200
kepala keluarga. Rusman beristrikan Emiyati, perempuan Bone, yang telah
dikaruniai delapan anak.
“Jika ada
yang mempakai pukat harimau, melintas di perairan wilayah kami, tentu saja kami
akan larang. Kami usir,” tegasnya.
Belakangan
Rusman sempat mendengar jika nelayan di Kalimantan Utara diberi kelonggaran
menggunakan pukat harimau. Namun, dirinya menolak pukat harimau, sebab tidak
ramah lingkungan.
“Mencari ikan
di Tias sangat mudah sekali. Kami bisa memilih bebas. Mana ikan-ikan yang kita
suka. Kita bisa memilih mana ikan yang bisa kita konsumsi. Jadi untuk apa memakai
pukat harimau,” ujarnya.[1]
Saat itu, saya bersama Pos Pengamanan Angkatan Laut
Tanjung Selor, Polres Bulungan dan Kesbangpol Bulungan melakukan patroli
gabungan, melintasi perairan Kampung Tias, yang sangat dekat dengan daratan
Tanjung Selor.
Selama satu
jam lebih berputar, melihat-lihat suasana perairan Kampung Tias, patroli
dinyatakan aman terkendali, tidak ada kegiatan yang merusak, apalagi pencurian
ikan di wilayah perairan Tias.
Anto
Supriyono, Kepala Kantor Kesbangpol Bulungan, yang ikut dalam patroli tersebut
mengatakan, pihaknya akan rutin berpatroli mengawasi perairan, melakukan
intelejensi, terutama terkait penerapan pukat harimau. “Jangan sampai terjadi
bentrokan antara warga setempat dengan pelaku-pelaku (nelayan) yang masih
menggunakan pukat harimau atau trawl,”
tegasnya.
Senada, belum
lama ini Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia juga
membumihanguskan penggunaan pukat harimau, yang dipertegas melalui keluarnya
Permen Kelautan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, tentang Larangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls)
dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Sesudah itu, ada
kebijakan Penjabat Gubernur Kaltara yang bersilangan karena memberikan
kelonggaran penggunaan pukat harimau bagi kapal bertenaga 30 gross tonnage di perairan Kaltra. Batas
penggunaan alat ini ditarget hanya sampai akhir tahun 2016[2],
sesudah itu, nelayan tidak diperbolehkan lagi memakai pukat model seperti itu. ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Nelayan Tias
Menolak Pukat Harimau”, terbit pada Senin 26 Oktober 2015, pada halaman 22
rubrik daerah Tribunkaltara.
[2]
Alasan diberi kelonggaran menggunakan trawl bagi nelayan Kaltara agar nelayan
tetap bisa melaut dan masih memiliki kesempatan untuk mengganti alat tangkap
jenis lain.
Komentar
Posting Komentar