DESA KIARA PAYUNG | KABUPATEN TANGERANG | BANTEN
Tiga
Anak Dari Barat
KEPULAN asap putih di pertengahan sawah
kering, membumbung ke arah langit sore yang berwarna keputihan. Matahari yang mejeng di langit bagian barat pun, mulai
meredup rendah, akan berganti menjadi malam.
Suasana inilah yang mengental di kawasan
pematang sawah Desa Kiara Payung, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada
Selasa 7 Oktober 2014 lalu.
Hari mulai senja, saya menyempatkan diri,
memberhentikan laju sepeda motor untuk bersantai sejenak di pinggiran jalan
yang membentang di tengah padang sawah.
Memandangi panorama alam sawah, juga aktivitas seorang petani tua berkaus putih lengan panjang dan bertopi caping yang sedang mencangkul tanah gambus di lahan miliknya.
Kesempatan ini saya manfaatkan untuk
mengabadikan momen dengan kamera foto, geliat kehidupan persawahan jelang malam.
Hamparan sawah di daerah Desa Kiara Payung Kabupaten Tangerang Selasa 7 Oktober 2014 (photo by budi susilo) |
Selang beberapa menit kemudian, tak
disangka-sangka datanglah tiga orang anak kecil dari arah bagian barat.
Mereka bertiga ini tanpa beralas kaki, pergi hanya untuk bermain-main menghabiskan waktu sore.
Mereka bertiga ini tanpa beralas kaki, pergi hanya untuk bermain-main menghabiskan waktu sore.
“Mas photo dong !,” celetuk seorang anak dari
jarak dekat yang meminta diphoto.
Usai mendengar permohonan itu, saya pun tak
sungkan, menyanggupi permintaan itu. “Ya sudah, ayo semuanya kalian bergaya.
Kalian berdiri disitu. Saya photo ya.”
Tampaknya, mereka bertiga merasa senang.
Mereka yang berpenampilan alami dan polos seolah tak malu lagi beradegan bak
model selebriti. Mereka sangat percaya diri bergaya di depan kamera.
Mereka pun nurut bila diminta untuk bergaya
selera saya. Begitu pun soal lokasi photo, mereka pun mau disuruh bergerak ke
arah kesana dan kemari, pindah posisi.
“Coba kalian semua berdiri disini. Berlatar
belakang sawah. Jangan lupa, semuanya pasang senyum ya. Supaya bagus gambarnya,”
pinta saya.
Singkat cerita, setelah berkali-kali mereka
pasang gaya berphoto ria, mereka bertiga tidak langsung mengucapkan “terima
kasih” dan langsung bergegas meninggalkan saya.
Rupanya, mereka bertiga mencoba mengakrabkan
diri dengan saya, dan saya pun sangat menyambut bahagia dan terbuka menjalin
pertemanan.
Kemudian secara alamiah, kami langsung mengalir
bercerita, walaupun dalam perbincangan tersebut, saya yang lebih aktif bertanya
mengenai mereka bertiga.
Ketiga anak ini bernama Hasan Basri (10), Renald (11) yang akrab disapa Nal, dan satu lagi bernama Junaidi (9) yang sering disapa Jun. Namun Jun disini tidak ada kaitannya dengan Jin dan Jun yang itu lho !
Ketiganya masih belum makan banyak asam garam kehidupan. Mereka masih makan bangku sekolah dasar, di Sekolah Dasar Negeri Kampung Kelor, Kabupaten Tangerang, Banten.
Untuk Hasan masih duduk di kelas empat, sama
halnya dengan Renald. Namun untuk anak yang paling berumur muda, Junaidi
sendiri, masih duduk di bangku kelas dua.
Menurut pengakuan mereka, lokasi sekolah
tidak jauh dari tempat tinggalnya, jaraknya hanya ‘selemparan batu’, karena
bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki yang memakan waktu beberapa menit
saja.
Dan sepertinya mereka bertiga kuat, sudah
terbiasa berjalan kaki, ketiganya tidak ada ungkapan rasa keluh kesah. Malah, mereka
bertiga merasa bergembira tanpa ada beban ketika berjalan kaki.
“Nggak pakai sepeda. Soalnya nggak punya.
Setiap pergi dan pulang sekolah jalan kaki, jaraknya dekat disitu, dekat dari
rumah saya,” tutur Hasan, yang tangannya sambil tunjuk-tunjuk arah.
Tiap-tiap anak punya hobi berbeda. Satu di
antaranya, sosok Nal, yang sangat suka dengan pelajaran agama Islam. “Hem,
pelajaran agama paling enak,” katanya.
Nah,
bila waktu pelajaran agama Islam di sekolahannya bergulir, hati Nal merasa
bahagia. Sebab katanya, ilmu ini jadi pelajaran favoritnya diantara pelajaran-pelajaran
yang lain.
“Nggak bisa. Belum ada yang hapal. Soalnya
baru belajar iqra enam,” ungkap Nal, saat dirinya ditantang untuk sebutkan satu
hapalan ayat Quran.
Secara spesifik, dia sangat suka pelajaran
mengenai sejarah nabi-nabi. Menurutnya, cerita kehidupan nabi membuat dirinya
terkagum-kagum, seperti adanya mukjizat, kisah bijak dan cerita hikmah.
Sementara, Hasan lebih suka bermain sepak
bola bersama teman-teman lainnya, mengingat olah-raga sepak bola masuk kategori populer di kancah international.
Bila ada kesempatan yang luas, dirinya menyempatkan waktu untuk berlari-lari mengejar dan menendang si kulit bundar. “Main di lapangan kampung situ,” katanya.
Bila ada kesempatan yang luas, dirinya menyempatkan waktu untuk berlari-lari mengejar dan menendang si kulit bundar. “Main di lapangan kampung situ,” katanya.
Berbeda dengan Junaidi, lebih asik memilih
duduk berdiam diri bermain game play
station. Anak yang punya ciri kulit sawo matang ini jatuh hati pada pe’es
atau alat play station. “Mainnya di
malam hari, di tempat sewa pe’es yang dekat sama rumah,” ujar Jun.
Kepolosan mereka bertiga menyimpan
harapan-harapan di masa mendatang yang penuh tantangan. Kehidupannya pun masih
terbentang panjang, sebagai pewaris bangsa yang harus siap menghadapi gelombang
tantangan jaman. ( )
Komentar
Posting Komentar