JOKOWI BAK PRA PRESIDENNYA INDONESIA

Jokowi Bak Pra Presidennya Indonesia


JOKO Widodo. Nama ini pada tahun 2013 mendadak berada di puncak, dalam berbagai survei politik calon presiden (Capres) tahun 2014 ini. Sebelumnya, tak banyak yang mengira bila pria bertubuh kurus ini adalah kandidat kuat Capres. 

Jokowi, panggilan populer Joko Widodo tiba-tiba naik daun semenjak dirinya terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggeser nama-nama besar politisi senior yang telah tua malang melintang di politik praktis.

Sebelum jadi Gubernur DKI Jakarta, nama Jokowi tak dijagokan dalam jajaran survei Capres. Setiap survei yang digelar, biasanya yang sering keluar nama yang paling teratas adalah Prabowo Subianto, politisi yang diusung oleh partai politik Gerindra (Gerakan Indonesia Raya).

Wajah ceria Joko Widodo kawe enam belas (repro by budi susilo)

Hembusan angin politik Indonesia berubah. Peta perpolitikan capres 2014 pun bergerak dinamis. Seolah pemilihan umum Capres kali ini memberikan warna baru bagi dunia perpolitikan, sebab nama-nama baru yang tidak diperkirakan sebagai potensi, ternyata bak kuda hitam mampu menjadi kandidat kuat. 

Melihat fenomena tersebut, beberapa kalangan ahli politik menilai kemunculan tokoh Jokowi sebagai Capres alternatif 2014 membuat galau para politisi-politisi bermuka lama, seperti di antaranya Prabowo, Abu Rizal Bakrie, Megawati, Wiranto, dan Hatta Rajasa. 

Belum lama ini, blog ini pun sempat juga melakukan survei pengunjung. Tema yang diangkat tentang “Siapakah yang Pantas menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014.” 

Survei pembaca atau pengunjung blog, dimulai pada awal bulan Januari tahun 2013, dan kemudian survei ditutup pada 16 Januari 2014. Dari nama-nama yang disodorkan di survei blog ini, tokoh bernama Jokowi merajai survei dengan perolehan pemilih sebesar 52 persen.

Disusul kemudian politisi berlatar belakang militer Prabowo Subianto dengan nilai 17 persen. Lalu di posisi tiga ditempati selebritis ternama Rhoma Irama yang meraup suara 13 persen.

Dibawah pedangdut Rhoma Irama, ada nama ketua umum partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Sukarno Putri. Mantan presiden yang kelima ini mengumpulkan jumlah pemilih sebesar 8 persen.

Dan di bawah Megawati, ada dua nama yakni mantan wakil presiden yang juga sebagai ketua umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Keduanya sama-sama meraih suara 4 persen.

Sementara dua tokoh yang tidak dipilih sama sekali dalam survei blog ini yaitu Abu Rizal Bakrie dan Sura Paloh. Keduanya hanya dapat suara 0 persen, padahal secara popularitas kedua tokoh ini sering muncul di layar kaca televisi.

Dari delapan tokoh yang disebutkan itu, Jokowi merajai, dianggap sebagai kandidiat kuat presiden mendatang, yang menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Akan tetapi, gambaran dari survei blog ini belum tentu mencerminkan pemilihan yang objektif, mengingat setiap pengunjung blog ini dapat memilih secara bebas lebih dari satu dengan tingkat kerahasiaannya terkunci rapat. 

Dengan perangkat komputer yang berbeda tempat dan waktu, satu orang bisa berpeluang memberikan suara lebih dari satu. Jadi bisa saja, dari di antara tokoh-tokoh yang disebut itu, dipilih oleh satu orang tetapi memilihnya dengan beberapa kali dengan nama capres yang sama, yang itu, itu saja.    

Terlepas dari survei blog ini, sebenarnya, melambungnya sosok Jokowi dalam berbagai survei tidak terlepas dari penilaian beberapa warga Solo, yang menganggap saat Jokowi memimpin Kota Solo dinyatakan berhasil menjalankan program yang condong pada pro rakyat kecil. 

Melihat penilaian itulah, Jokowi pun akhirnya didapuk untuk maju di gelanggang politik daerah ibu kota Indonesia, DKI Jakarta. Dan terbukti memang, Jokowi peroleh dukungan yang luar biasa dari warga Jakarta.

Jokowi mampu menggeser keperkasaan pengaruh politik Fauzi Bowo (Foke) yang notabene sebagai petahana, dan didukung penuh oleh partai politik yang berjumlah puluhan, dari partai yang terbesar hingga partai gurem

Bila melihat data statistik di Komisi Pemilihan Umum, majunya Jokowi di perhelatan pemilihan Gubernur DKI Jakarta mampu menurunkan para pemilih Golput (Golongan Putih). Di tahun 2012 saat perhelatan Jokowi bersama Ahok maju di kursi Gubernur DKI Jakarta, jumlah golput hanya 32,8 persen.

Coba bandingkan saat di lima tahun sebelumnya, saat Foke maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dan berhasil merebut kemenangan, ternyata tingkat para pemilih Golputnya sangat tinggi. Kala itu jumlah golputnya mencapai 39,2 persen.

Artinya melihat hal itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa sosok yang ideal di mata rakyat, ternyata mampu menarik warga untuk ikut mencoblos dalam pemilihan kepala daerah. Jumlah orang-orang apatisme dan Golput dapat ditekan di titik rendah. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN