PEKERJA PENGURUS JENAZAH

Mengabdi Mengurusi Orang Mati

Mengenakan celana loreng, Heri Nusa (29), mengisi waktu kosongnya dengan mengecat tembok bagian dalam Rumah Sakit Angkatan Darat (AD) Teling Manado, selasa (21/5/2013).

Siapa sangka, pria berbadan tegap kekar itu ternyata hari-harinya sebagai petugas pengurus jenazah RS AD Teling. "Lagi mengisi waktu kosong saja. Mengecat tembok, bersih-bersih rumah sakit," ungkapnya kala berada di bagian pelataran ruang kamar mayat rumah sakit.

Linda merasa asik bekerja sebagai pengurus jenazah di rumah sakit Kandou_budisusilo

Selama ini, tugas utama ia sebagai pengurus jenazah para pasien rumah sakit. Meski status pekerjaan honor, tetap menjalani dengan ungkapan syukur mendalam sebab profesinya tidak semua orang mau untuk melakukannya.

"Pekerjaan yang dijalani tidak menentu. Kalau ada orang meninggal baru saaya turun tangan," ujar pria berambut cepak ini.

Selama menjalani pekerjaanya, Heri tidak bekerja sendiri. Masih ada rekannya yang setia menyertai mengurusi jenazah. "Biasanya saya ditemani orang yang ahli dalam forensik," urainya.

Suka duka sebagai perawat jenazah selalu saja mengglayut dalam diri Heri. Sejak setahun lalu pengalamannya ia torehkan sebagai pengurus jenazah di rumah sakit tidak mengalami hal-hal aneh, apalagi horor menyeramkan.

"Kalau tidak enaknya pas ada orang mati pada tengah malam maka mau tidak mau harus turun. Jalankan tugas," kata Heri.

Hampir sudah tidak bisa terhitung, Heri mengurus jenazah di rumah sakit. Ia sudah tidak ingat lagi berapa jumlahnya, yang ia ingat hanyalah kesan dan rasa suka karena dapat berkesempatan melayani seseorang pada masa akhir di planet bumi.

"Saya suka karena saya jalani pekerjaan yang terhormat. Penuh nilai kebaikan, memberikan perawatan pada yang sudah mati," ujar bapak beranak satu ini.

Ia bekerja secara profesional, pasalnya jenazah yang ditanganinya itu tidak orang tertentu saja. Lintas tanpa batas usia, jenis kelamin, suku dan agama. "Siapa saja saya layani," tegasnya.

Waktu itu, tambahnya, mantan pejabat negara bernama Olden Karambu pernah ditanganinya. Pejabat yang pernah sebagai Bupati Sanger ini meninggal di rumah sakit Teling. "Almarhum di rawat sekitar seminggu lalu meninggal disini," ungkapnya.

Mengawali pekerjaan ini ia sempat tiga hari belum bisa beradaptasi. Tetapi lama-kelamaan, ia mampu atasi itu semua. "Sudah sering tangani jadi terbiasa. Anak saya juga sempat tanya ke saya apa tidak takut mandikan mayat ?," tuturnya mengulangi pertanyaan dari anaknya.

Menurutnya, orang yang sudah mati itu hal biasa. Jangan ditakuti sebab semua manusia itu akan kembali kepada Tuhan. "Tidak ada itu bisa hidup lagi," katanya.

Hal yang paling terberat ialah menangani jenazah yang dalam kondisi fisik yang buruk karena kecelakaan berat. Orang mati yang masuk golongan ini bagian tubuhnya sudah berantakan, sangat sulit butuh fokus dalam mengerjakannya. "Ada bagian badan yang putus. Saya tetap harus membersihkannya," tuturnya.

Sebagai ongkos produksi, pihak rumah sakit menetapkan tarif khusus formalin bagi jenazah di rumah sakit Teling. Dikenakan biaya Rp 750 ribu, dengan daya tahan mayat selama satu sampai tiga hari.

Di lain tempat, ada yang serupa. Namun kali ini seorang perempuan yang bertugas di Rumah Sakit Kandou Malalayang, bernama Linda Tandaju (32). Ibu beranak dua ini sudah 4 tahun menjadi petugas perawat mayat.

"Sempat takut selama dua bulan. Pikiran selalu kebayang kalau mayat hidup lagi," katanya dengan diakhiri tawa ringan.

Awal mula Linda menjadi pengurus mayat bukanlah sebuah perencanaan apalagi cita-citanya sejak kecil. Ia tercemplung di dunia ini karena suaminya yang juga pengurus jenazah di rumah sakit Kandou. "Sering lihat suaminya jadi coba-coba bantu. Eh...sekarang sudah jadi petugas beneran," tuturnya.

Kini ia sudah 4 tahun sebagai pengurus jenazah. Asam garam menghadapi mayat ia sudah telan habis-habisan. Hal yang paling terberat ia lakukan saat mengurusi mayat dalam kondisi rusak dan di malam hari.   

"Pernah saya hadapi mayat busuk yang sudah dipenuhi belatung. Saya harus kasih bersih semua. Kerjaan ini harus punya rasa rela dan ikhlas," katanya.

Sekali menangani mayat, pemilik jenazah dikenakan tarif Rp 250 ribu. Uang ini tidak masuk ke kantor pribadinya namun masuh ke kas rumah sakit. Tetapi ia kadang mendapat panggilan dari orang lain, di undang untuk bersihkan mayat.

"Kalau ada panggilan saya biasa pasrah saja. Orang rela mau kasih berapa saja ke saya yang penting tulus saja," urai perempuan kelahiran Manado 12 Juli 1981 ini.

Pendidikan yang ia dalami hanya sebatas Sekolah Menengah Atas (SMA) saja. Tetapi nuraninya tidak di ragukan lagi, tidak berkelas rendah, sebab ia masih memiliki ketebalan keimanan kala melihat orang yang tidak mampu secara ekonomi.

"Orang-orang yang miskin biasanya saya bantu begitu saja tidak mengharapkan imbalan. Saya sudah sangat senang bisa bantu orang," tutur Linda. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN