DUKA PAPUA DUKA INDONESIA

MEMORI EMPATI WASIOR

Duka Papua Duka Indonesia 

Derai air mata warga bangsa Indonesia mengalir tanpa henti, usai bencana alam banjir bandang menghampiri, menimpa bumi Wasior Papua Barat, yang indah mempesona dalam jagad khatulistiwa nusantara. 

Bangsa ini seolah tidak henti-hentinya diterpa oleh bencana alam, di beberapa tempat daerah Indonesia selalu ada saja bencana banjir, longsor, gempa bumi dan tsunami. 

Kejadian di bumi Cendrawasih tersebut adalah duka bangsa yang mendalam, sebab saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di Papua banyak menelan korban jiwa dan harta. 

Duka Wasior itu dipicu oleh kerusakan hutan di Wasior. Kala turun hujan dengan intensitas tinggi dan panjang sejak Sabtu 2 Oktober 2010 hingga Minggu 3 Oktober 2010.

Tentu saja, hal ini membuat kondisi air di Sungai Batang Salai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy, bervolume besar, dan eksesnya terjadi banjir bandang pada 4 Oktober 2010, melanda Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat.

Eksistensi bangsa ini selalu diuji, butuh kesabaran dan perjuangan tanpa gentar, untuk membuat negeri ini tetap bangkit, meraih masa gemilang melebihi dari negara-negara lain di dunia.

Melihat kondisi bencana banjir bandang di Papu Barat itu, kalangan mahasiswa, seperti dari Universitas Sam Ratulangi Manado, fakultas MIPA jurusan Farmasi melihatnya dengan kacamata rasa kerpihatinan dan kesedihan yang tidak tertahankan. 

Mahasiswa Unsrat Kota Manado, Selasa (12/10/2010). Foto dilakukan di halaman seputaran Fakultas MIPA (photo by budi susilo)

Satu di antaranya Windy Fitriany Sumarauw,  meski tidak berada di lokasi bencana, namun dirinya merasa seakan berada di lokasi bencana. Dari jiwa raganya yang masih muda, timbul rasa empatinya. 

“Saya lihat berita di televisi ada anak-anak jadi korban. Ada rumah-rumah yang tertimpa pohon tumbang bahkan sampai ada yang terseret arus banjir bandang,” tuturnya di kampus Unsrat Manado, Selasa, (12/10/2010). 

Senada Fadhila Assagaf, perasaan sempat kaget ketika membaca berita di internet, Wasior diterjang banjir bandang. Sangat prihatin, korban jiwa dan harta menelan banyak. “Saya cuma bisa mendoakan,” tutur gadis kelahiran Kota Bitung, 19 September 1990 ini.

Bencana banjir bandang sungguh mengerikan, tidak disangka bakal terjadi demikian. Kekuatiran ini terungkap oleh Putri Virgie Pandey, teman dari Fadhila Assagaf.

Ia menuturkan, seandainya secara langsung berada di lokasi bencana, secara pribadi berusaha berpikir untuk segera menyelamatkan diri dan orang-orang disekeliling bila sempat.  “Berusaha menolong  orang terdekat. Nyawa hidup lebih penting ketimbang harta benda,” katanya.

Sementara, dari seorang mahasiswa dan pengajar les bimbingan belajar, Muharli Qadri Kanon, menuturkan, bencana yang terjadi di Wasior Papua Barat itu tidak terlepas dari campur tangan manusia. 

Meski bencana sumber dari alam, tambah dia, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada juga akibat ulah keserakahan manusia itu sendiri, karena merusak lingkungan alam yang menjadi faktor utama bencana. 

“Pembalakan liar, membuang sampah sembarangan di bantaran sungai. Jadi waktu hujan turun deras, hutan yang gundul akibat pembalakan liar tidak mampu menjadi resapan air yang bagus. Sungai-sungai tersumbat sampah air meluap ke daratan,” ungkapnya.

Senada, Agung Pratama Suharto, bahwa mereka yang melakukan pembalakan liar merupakan orang-orang yang kurang bertanggung jawab.  Melakukan pengrusakan hutan dengan membabibuta, tanpa berpikir panjang yang akan diakibatkan. 

“Mereka lebih memimikirkan mencari keuntungan sebesar-besarnya dari hasil bumi hutan. Sekarang sudah terjadi bencana baru mereka sadar untuk berpikir,” tuturnya.

Lainnya, Siti Suhartini, menambahkan, Wasior yang diterpa bencana adalah bagian dari bentuk cobaan untuk manusia dari Tuhannya, sebagai Sang Maha Kuasa, yang mengatur segala kehidupan di alam semesta ini. 

Karena bencana itu, kata Siti dapat menjadi refleksi, bentuk penyadaran diri manusia yang telah serakah dan angkuh, telah lupa dengan Tuhannya. 

“Bencana itu jadi teguran dari Sang Pencipta untuk lebih mendekatkan diri lagi kepada-Nya,” ungkapnya.

Bencana yang telah terlanjur menimpa saudara-sudara sebangsa setanah air, mendorong untuk mengulurkan tangan membantu. 

Semisal, putra kelahiran Papua, Ary Pratama Samosir, mengungkapkan, andaikata ada kesempatan dan mendapat informasi pembukaan sukarelawan tim medis ke Wasior, segera akan mendaftarkan diri. 

“Jadi relawan tim medis yang ada hubungannya dengan ilmu yang saya tekuni di kampus, ilmu famasi. Mau memberikan manfaat dari ilmu yang saya miliki,” katanya.

Senada, Marina Mamarimbing, menuturkan, rasa kepedulian kepada saudara-saudara di Papua Barat, Wasior yang tertimpa musibah bencana bisa diwujudkan dengan memberikan bantuan obat-obatan bagi para korban. 

“Mengumpulkan obat-obatan melalui organisasi mahasiswa di kampus. Mengirimkannya langsung ke lokasi bencana,” tuturnya.  

Itulah, duka Wasior Papua Barat adalah duka bangsa Indonesia. Tanah Papua surga dunia, bagian kebanggan Republik Indonesia. Papua menangis sedih merana atau tertawa bahagia, selalu dirasakan oleh sudara-saudara dari daerah provinsi lainnya sebab negara ini dibentuk atas dasar filosofis Bhineka Tunggal Ika. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN