PANWASDA BOKEK PILWAKO GORONTALO ABAL-ABAL

Panwasda 'Bokek' 
Pilwako Gorontalo 'Abal-abal'
Oleh: Budi Susilo

GELEGAR hajatan demokrasi Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Gorontalo tahun 2013 mulai terasa. Hawanya menggeliat, dilihat dari beberapa tebaran baliho-baliho pencitraan di sudut-sudut jalan dan pusat perkotaan.

Tidak seperti di Pilwako sebelumnya, yang hanya bertabur dua pasang calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota, prediksinya tahun 2013 ini pasangan calon yang akan maju dipertarungan Pilwako, dimungkinan ada lebih dari tiga pasang.

Dan ini menandakan warga Gorontalo menyimpan spirit membangun daerah Gorontalo maju terdepan di Indonesia, layaknya daya juang Nani Wartabone dan Kesno Danupojo di tahun 1942 yang menggelorakan rakyat Gorontalo Indonesia Kita bebas dari kungkungan negara kolonial Belanda.

Dan membahas Pilwako Gorontalo berarti itu berbicara optimisme masa depan Gorontalo yang lebih cerah dan secara nyata lebih baik dari sebelumnya. Kalau menurut Sosiolog dari Universitas Negeri Gorontalo, Funco Tanipu, masa depan Gorontalo itu diperlukan landasan semangat dialogis, bukan sekedar estimasi golongan positivistik, melainkan strategi kebudayaan yang didalamnya mengandaikan orientasi refleksi untuk aksi.

Spanduk berisikan pendidikan politik menjadi pemilih cerdas di Kota Manado_budisusilo
Namun persoalannya, batu sandungan Pilwako Gorontalo itu selalu ada. Satu contoh yang terjadi soal Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah (Panwasda) Kota Gorontalo, yang selama ini belum ada keberimbangan perlakuan dalam soal anggaran operasional.

Mungkinkah mereka para penggiat di struktur Panwasda bekerja tanpa anggaran ? Bukannya mereka semua yang di Panwasda itu manusia biasa yang butuh makan dan juga upah untuk menghidupi keluarga dan dirinya.

Lalu apa jadinya bila Panwasda Kota Gorontalo absen ? Apakah mereka akan mampu bekerja secara maksimal bila anggaran belum dikucurkan ? Hal ini perlu dikuatirkan, bila Pilwako Gorontalo mau selamat tanpa noda sejarah kelam.

Tahapan Pilwako Gorontalo 2013 masih diributkan, lalu apakah akan bisa menjamin, proses demokrasi nanti menelurkan pemimpin yang mampu membawa perubahan Gorontalo lebih baik.

Dilema Panwasda Kota Gorontalo itu dirasakan oleh semua rakyat. Kejelasan dana yang diturunkan ke Panwasda dari Pemerintah Daerah Kota belum ada kepastian, membuat ketar-ketir nasib masa depan Gorontalo.

Dikesempatannya berjumpa Rauf Ali, Ketua Panwasda Kota Gorontalo, menuturkan, proses pemilihan wali kota akan berlangsung pada tahun 2013 tetapi dari sisi kesiapan Panwasda Kota Gorontalo masih minim sebab Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) belum mengucurkan dana untuk Panwasda.

"Apalagi Panwas itu mau bentuk di tiap-tiap kecamatan sekota Gorontalo. Mereka-mereka ini tentu butuh dana honorer para petugas pengawas," ujarnya, di gedung DPRD Kota Gorontalo, Kamis (1/11/2012).

Menurutnya, bila hal tersebut terus terjadi maka proses Pemilukada yang berprinsip jujur, adil dan rahasia bisa terancam. "Jangan sampai nantinya timbul cacat hukum," kata Rauf.

Berdasarkan tahun anggaran 2012, jelas Rauf, belum dianggarkan, apalagi untuk di tahun 2013. Padahal, Panwasda telah mengusulkan dan mengajukan permohonan anggaran ke DPRD yang kemudian dilanjutkan ke Pemerintah Kota sebesar Rp 2 milyar.

"Kita ingin Pilwako nanti berjalan mulus, jangan sampai timbul adanya ketidakpuasan yang rugi kita semua. Kalau Pemilukada di ulang-ulang akan memboroskan anggaran rakyat," ujarnya.

Berbeda, Ketua Badan Pengawas Pemilukada provinsi Gorontalo, Hasyim Wantu, menegaskan, bila belum ada anggaran ada baiknya Komisi Pemilihan Kota (KPU) Gorontalo memberhentikan semua tahapan-tahapan karena proses pengawasan tidak dapat bisa dilakukan.

"Nanti menyurat ke KPU Kota untuk berhentikan tahapan pemilihan, sambil kita nanti tunggu pembentukan pengawas tingkat kecamatan," tegas pria yang aktif di ormas Muhammadiyah Gorontalo ini.

Ditambahkan, anggota Bawaslu provinsi Gorontalo, Darwin Botutihe menuturkan, Panwasda itu tidak ada kewenangan dalam mengurus anggaran, sebab ranah ini ada di tingkat eksekutif dan legislatif.

"Tidak cocok kalau Panwas itu harus yang kejar-kejar cari anggaran. Bukan tugasnya, karena itu kami menunggu kesadaran dari pihak Pemkot untuk realisasikan anggaran," ungkapnya.

Menanggapi hal itu, kubu legislator yang punya hak penganggaran, DPRD Kota Gorontalo, Totok Bachtiar menuturkan, para tenaga di Panwasda Kota Gorontalo itu manusia biasa, bukan sosok malaikat. Wajar bila butuh anggaran dana.

"Kalau tidak ada, maka praktis Panwasda nantinya tidak akan bisa bekerja secara maksimal. Bisa jadi pembentukan Panwasda di kecamatan bisa terancam, akhirnya Pilwako bisa cacat hukum," imbuhnya.

Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Harian Golkar Kota Gorontalo ini menuturkan, apabila di APBD Kota Gorontalo minim anggaran, maka jalan keluarnya adalah dapat mengajukan dana ke Pemerintah Provinsi.

"Nanti bisa DPRD provinsi usahakan tembus ke Gubernur biar dianggarkan. Pakai dana hibah tapi memang pengucuran itu bila ada hal-hal syarat yang ketat," ujar Totok, pria bertubuh bongsor ini.

Karena itu, batu sandungan soal kering kerontangnya anggaran di tubuh Panwasda Kota Gorontalo, bukanlah nasib yang harus diratapi yang tak bisa diubah. Dengan optimisme dan gelora juang, jemputlah nasib yang mengubah ke arah positif dan progresif.

Meminjam kalimat William Jennings Bryan (1856-1925), "Nasib bukanlah masalah kebetulan. Nasib adalah masalah pilihan. Nasib bukanlah sesuatu yang harus ditunggu. Nasib merupakan sesuatu yang harus dicapai."

Menanggapi benang kusut itu, Nixon Ahmad, Ketua DPRD Kota Gorontalo, menuturkan, bila tidak ada anggaran maka dana talangan bisa diusahakan diperoleh dari Pemerintah Provinsi.

"Kita tidak akan mungkin pinjam uang dengan pihak lain. Apalagi sampai pinjam ke pihak swasta. Yang pasti kami akan terus mendesak ke pemerintah supaya Desember nanti sudah bisa ada anggarannya," tegasnya, usai menggelar rapat gabungan bersama KPU dan Panwasda Kota Gorontalo.

Karena itu, apa pun strategi dari para penyelenggara negara, tentu seluruh rakyat Gorontalo Indonesia Kita hanya berharap, momen Pilwako itu harus menjadi martil, untuk menghancurkan problematika perkotaan Gorontalo, seperti pengangguran angkatan kerja, putus sekolah, kemiskinan, kebodohan dan kemaksiatan sosial.

Apa yang dikatakan oleh Benedict Anderson, suatu bangsa itu dijahit dari benang-benang imajiner setiap warga. Pilwako Gorontalo itu proyeksi masa depan perjalanan Kota Gorontalo yang bukan milik perorangan saja, atau hanya punya kelompok tertentu, harus satu untuk semua dengan menggiring Pilwako Gorontalo 2013 pada garis-garis kepentingan seluruh rakyat. Maju Gorontalo ku, Jaya Indonesia ku ! ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN