DUA KALI PRESIDEN SOEKARNO INJAK DANAU LIMBOTO
Dua Kali Presiden Soekarno Injak Danau Limboto
Oleh Budi Susilo
Gorontalo
punya kenangan sejarah penguatan eksistensi Republik Indonesia. Cerita
ini patut diketahui, sebab lewat inilah, semangat persatuan dan kesatuan
akan semakin kokoh, sebagaimana cita-cita awal dari para pendiri bangsa
ini.
Ada sepenggalan cerita yang dimiliki oleh Gorontalo karena
usai memproklamasikan kemerdekaan di tahun 1945, Soekarno sosok Putra
Sang Fajar mengunjungi Gorontalo dalam rangka memperkuat kedaulatan
Indonesia.
Saat itu, Soekarno datang ke Gorontalo melalui jalur
udara yang mendarat di Danau Limboto, Desa Iluta Kecamatan Batudaa
Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kalau sekarang, dari pusat Kota
Gorontalo untuk mencapai rumah ini butuh jelajah darat 10 kilometer.
Sampai sekarang sejak tahun 2002, lokasi tersebut telah disulap menjadi Museum Pendaratan Presiden Soekarno. Cerita inilah yang mengemuka dari seorang juru kunci museum, Miman Adam (31), di sela-sela dirinya sedang menyapu lantai museum, Senin siang (29/10/2012).
Museum pendaratan Soekarno di Danau Limboto Kabupaten Gorontalo. (photo by budi susilo) |
Sampai sekarang sejak tahun 2002, lokasi tersebut telah disulap menjadi Museum Pendaratan Presiden Soekarno. Cerita inilah yang mengemuka dari seorang juru kunci museum, Miman Adam (31), di sela-sela dirinya sedang menyapu lantai museum, Senin siang (29/10/2012).
Dahulu kala, katanya,
Soekarno itu pernah sentuh bumi Gorontalo pada tahun 1950 dan di tahun
1956. Kedatangan pertamanya, ia menggunakan pesawat Amphibi dengan
tujuan untuk mempersatukan wilayah Nusantara.
Lalu kedatangan
keduanya di tahun 1956, beliau memakai pesawat Catalina berkunjung ke
Gorontalo untuk menindaklanjuti pendirian Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
"Dulu itu Danau Limboto airnya masih berhamparan luas,
dipinggirannya masih ada pasir putih. Tidak seperti sekarang dangkal,
banyak eceng gondok, sudah ada yang mengering jadi daratan," ungkapnya.
Makanya,
tambah Mami, Soekarno datang pakai pesawat Amphibi yang dapat mendarat
di air Danau Limboto. "Datang tidak sendiri bersama ajudannya. Pilotnya
saat itu bernama Wiweko Supono," ujar pria berkulit sawo matang ini.
Pada
masa silam, jenis pesawat Amphibi dan Catalina itu kerap digunakan dalam
acara kenegaraan untuk menjangkau daerah terpencil. Apalagi secara
geografis Indonesia negara kepulauan, rasanya cocok punya pesawat
Amphibi untuk menjangkau daerah terpencil dan menangani keadaan darurat.
Berdasarkan sejarahnya, museum yang berbentuk rumah tersebut merupakan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1936 dengan ukuran bangunan 5 meter x 15 meter. Dari sisi arsitektur dan gaya bangunan rumah bermodel eropa gaya Belanda.
Pintu masuk museum pendaratan Soekarno di Danau Limboto. (photo by budi susilo) |
Berdasarkan sejarahnya, museum yang berbentuk rumah tersebut merupakan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1936 dengan ukuran bangunan 5 meter x 15 meter. Dari sisi arsitektur dan gaya bangunan rumah bermodel eropa gaya Belanda.
"Warna asli rumahnya saat itu coklat tua.
Sekarang rumah di cat putih karena mengikuti selera Soekarno yang suka
pakai baju-baju putih," kata Mami yang sejak dari tahun 2010 menjaga
Museum Pendaratan Soekarno.
Keberadaan rumah itu dulunya berfungsi
sebagai tempat perkantoran Residen Belanda. Karena Danau Limboto Desa
Iluta, oleh Belanda, dijadikan lokasi bandar udara pesawat terbang.
"Sekarang sudah tidak lagi jadi bandar udara. Sudah jadi tempat wisata,"
ungkap Mami.
Kala itu di zaman Hindia Belanda, tidak hanya Danau
Limboto saja yang jadi bandar Udara Belanda. Di tempat lain ada yang
bernasib sama seperti Danau Pangalengan, Danau Bagendit, hingga perairan
dekat Bandar Lampung (Oost Haven) difungsikan sebagai pangkalan utama
pesawat amfibi Catalina dan Dornier.
Ruang interior museum pendaratan Soekarno. (photo by budi susilo) |
Di rumah itu, Soekarno hanya bersinggah, bertemu sapa dengan beberapa pejabat Gorontalo dan warga masyarakat. Ia tidak menginap di tempat itu dan berdiam diri berhari-hari. "Datang hanya singgah sebentar, berdialog mengenai persatuan Indonesia. Tidak sempat tidur disini," kata bapak beranak dua ini.
Rumah diresmikan sebagai museum pada 29 Juni 2002 yang
diresmikan oleh Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri. Tujuan
menjadi museum untuk mengenang semangat juang Soekarno mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana komitmen Soekarno
pada tahun 1946 dalam perayaan Proklamasi, menyatakan "Kita bangsa yang
cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan." Dan inilah semangat
kemerdekaan dan persatuan yang tumbuh alami di jiwa Soekarno.
"Sempat
tidak diurus. Kondisinya sangat memprihatinkan. Rumah rusak, alam di
sekelilingnya liar jadinya ambil langkah merenovasi dan menata jadi
museum," ujar Mami.
Beberapa bagian rumah itu sudah ada yang
diganti. Misalnya kaca jendela yang hitam diganti karena kondisinya saat
itu sudah pecah-pecah. Kayu-kayu jendela rumah juga diganti dan bagian
atap rumah yang terbuat dari kayu Ulin direnovasi ulang, karena dulu
tidak dirawat atap berlubang bila hujan, air masuk ke dalam rumah.
Miman Adam juru kunci museum setia merawat rumah pendaratan Soekarno. (photo by budi susilo) |
"Model rumahnya masih tetap asli. Tapi segala hal isi rumahnya sudah tidak ada sama sekali. Saya juga tidak tahu sudah dari dulu tidak ada," kata Mami yang tiap bulannya peroleh upah Rp 900 ribu per bulannya.
Sekarang
di dalam museum itu hanya tersisa peninggalan foto-foto Soekarno kala
baru datang ke Danau Limboto dan foto-foto keluarganya serta uang
kertas di era awal kemerdekaan RI yang menempel di dinding rumah secara
rapi.
Di situ juga ada foto keluarga Soekarno dengan dibubuhi
kutipan semangat perjuangan yang isinya, "Saya mencintai keluarga, tapi
saya lebih mencintai negeriku. Bila saya memilih saya pilih kepentingan
negaraku."
Tata ruang interior, jelas Mami, rumah tidak memiliki
kamar tidur. Hanya satu kamar mandi dan tiga pintu. Dibagian belakang
rumah, oleh Mami juga dipajang benda kuno kayu yang berfungsi untuk
menumbuk padi.
"Alat tumbukan padi punya warga setempat yang
tinggal di dekat rumah ini. Barangnya sudah lama sekali, sudah ada di
tahun 195-an. Sekarang kita pamerkan disini," kata pria kelahiran Desa
Iluta 1 Juni 1981 ini. ( )
Ka budi saya izin mengutip untuk jadi referensi tugas ka, Terimakasih.
BalasHapusOke silahkan saja, asal jgn lupa saja d tulis sumber kutipannya, hehehehe... semoga bermanfaat yah, bagi kita semua.
BalasHapusterima kasih atas kutipan kutipannya, alhmdulillah membantu saya mengerjakan tugas kuliah
BalasHapusTerimakasih, informasinya sangat membantu dalam pembuatan Laporan Observasi saya kali ini.
BalasHapus