ROKOK JANGAN MEJENG

Rokok Jangan Mejeng
Oleh: Budi Susilo

Sejak di mekarkan menjadi provinsi tersendiri, Gorontalo berusaha terus berinovasi. Termasuk di Kota Gorontalo, selalu ingin menunjukan sebagai ibu kota provinsi Gorontalo yang dinamis. Kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Pohuwato, Gorontalo Utara, Bonebolango dan Boalemo seakan tak mau kalah juga, terus berlomba untuk menuju daerah yang termaju di provinsi Gorontalo.

Kemajuan suatu daerah terkadang juga diukur dari pendapatan asli daerah. Lewat pendapatan inilah, daerah peroleh pemasukan keuangan, yang nantinya menjadi modal bagi proses pembangunan daerah tersebut, misal di antaranya untuk pengentasan kemiskinan juga penyediaan fasilitas publik yang memadai dan berkualitas.

Tiang besi untuk penyangga papan reklame di Jalan Ahmad Yani _budisusilo
Menargetkan pendapatan pasti akan dilakukan oleh tiap daerah, satu di antaranya di Kotamadya Gorontalo. Strategi yang diambil banyak cara, satu di antaranya melalui papan reklame, mengandalkan raup pendapatan daerah dari hasil pencitraan setiap produk atau objek tertentu.

Pola objek iklan beragam model, ada iklan layanan masyarakat, iklan industri ekonomi, juga iklan sosok politisi. Jenis iklan politisi ini, prediksi akan laris manis, pasalnya awal tahun 2013 Kota Gorontalo akan jalankan drama perebutan kursi Wali Kota baru. Semoga saja Pemilihan Kepala Daerah berjalan aman terkendali.

Bicara papan reklame, di Kota Gorontalo telah banyak mulai memasang di titik-titik keramaian. Yang terbaru berada di Jalan Ahmad Yani. Aku melihat ini, Selasa (11/9/2012) siang, para pekerja sibuk menancapkan tiang pondasi papan reklame. Lokasi ini berjarak sekitar 100 meter dari Masjid Agung Baiturahim, atau sekitar 200 meter lebih dari ikon kota bundara Saronde.

Tiang reklame berdiri tegap di pusat Kota Gorontalo_budisusilo
Pengerjaan dilakukan sekitar lima orang lebih pekerja. Ada yang menggali tanah, mengatur arus lalu-lintas, juga ada yang bertugas las besi reklame. Di tempat ini, tanah galian pasir berserakan di pinggir pembatas jalan, namun kondisi ini tidak sampai mengganggu para pengguna jalan, karena pasir-pasir galian itu tidak sampai tercecer ke tengah jalan.

Untung saja, pengerjaan proyek tersebut tidak sampai membuat arus lalu-lintas di Jalan Ahmad Yani macet total. Kendaraan bermotor hanya jalan merayap saja, perlahan tapi pasti, sebab untuk melajukannya harus berhati-hati agar tidak celaka. 

Bagi rakyat ‘Gorontalo Indonesia kita’, kehadiran papan reklame itu diharapkan mampu berikan yang terbaik bagi daerah ini. Bersumbangsih dalam menggenjot pendapatan daerah, semoga rakyat juga semakin sejahterah. Akses pendidikan mudah, peroleh sembako yang terjangkau dan kesehatan rakyat yang terjamin.

Yang terpenting sebagai benang merahnya, papan reklame tersebut kalau boleh usul, jatuhnya akan ‘haram’ bila menampilkan produk-produk rokok. Banyak pengalaman di beberapa daerah Indonesia, iklan-iklan rokok merajai ‘mejeng’ (memamerkan) di papan reklame. Apakah Kota Gorontalo juga akan serupa ? atau memang Kota Gorontalo cari jalan berbeda dengan menyuguhkan tampilan iklan-iklan yang lebih edukatif, informatif, dan persuasif damai penuh kebaikan.
Rangka papan reklame sedang di tata oleh pekerja_budisusilo
Kenapa mesti ‘ngotot' (bersikeras) menolak penayangan rokok di ruang-ruang reklame ? ada alasan logis, karena bagaimana pun itu, rokok tetap merugikan. Iklan rokok ‘mejeng' di reklame bukannya untung tetapi malah membuat buntung. Apa ini yang diharapkan ? tentu tidak bukan !

Mengutip detik.com, Rokok Sebenarnya Bikin Negara Tekor, Rabu (13/6/2012), bahwa dihitung-hitung, rokok justru membuat negara rugi alias tekor. Ini ditegaskan Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan Prof dr Ali Gufron Mukti MSc Ph D. Ia mengatakan, biaya yang dikeluarkan untuk rokok termasuk biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas karena sakit, tidak sebanding bahkan jauh lebih besar ketimbang cukai yang diterima oleh negara.

Menurutnya, bila dihitung cukai rokok tahun 2012 sekitar Rp 50 triliun dan naik menjadi Rp 70 triliun di tahun 2011. Sementara biaya yang harus dikeluarkan untuk rokok dan akibat-akibatnya bisa capai Rp 230 triliun.

Pengerjaan reklame rampung sudah ada pengiklan dari politisi_budisusilo
“Hitung-hitungannya kita bisa lihat berapa biaya yang dikeluarkan untuk rokok sehari, sebulan, setahun. Kemudian berapa yang sakit, berapa biaya produktivitas yang hilang karena sakit, kemudian biaya dari keluarga. Nah semuanya itu, lebih kurang Rp 230 triliun,” urainya.

Bila dibiarkan terus rokok menggerogoti di bumi pertiwi ini, bagaimana akan kondisi generasi kita mendatang ?, mengutip di tribunnews.com, Kamis (21/10/2010), Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdilah Hasan mengungkapkan, dengan tingkat pertumbuhan produksi sebanyak 5 persen per tahun, diperkirakan produksi rokok meningkat jadi 273 miliar batang di tahun 2011. Tentu saja, katanya, tingkat konsumsi ini lebih tinggi dari target Roadmap Industri rokok yang dikeluarkan Departemen Perindustrian sebesar 260 miliar di tahun 2015.

Makanya tidak heran, bila rokok ini harus dilawan. Memerangi bersama-sama memusnahkan eksistensi benda berpanjang ‘sembilan senti ini’. Sebenarnya, inilah ‘teroris’ sesungguhnya, yang menghancurkan peradaban masyarakat Indonesia. Tapi oleh orang-orang tertentu, tidak banyak disadari, malah tersesat salah kaprah, rokok itu masih dianggap sahabat yang membuat sehat dan tak membuat melarat. Hingga jenis makanan seperti susu, buah-buahan, yang sehat lima sempurna kalah populer oleh sebatang lintingan tembakau. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN