MEMBUMIKAN BUDAYA INDONESIA !

Membumikan Budaya Indonesia !

TANYAKANLAH ke sejumlah generasi jaman sekarang, siapa nama pahlawan nasional dari Ambon ? Patimura atau Harajuku. Dan apa bentuk negara Indonesia ? Negara kesatuan atau boy band.

Tentu mereka akan mengatakan, lebih mengenal Harajuku dan Boy Band, serta tokoh-tokoh animasi, ketimbang Patimura dan konsep negara kesatuan Republik Indonesia.

Ya, inilah persoalan eksistensi sosiologi bangsa ini, serangan budaya luar terus gencar, generasi muda dicekoki banyak pilihan budaya dari luar negeri. 

Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang berdaulat, merdeka, mandiri mengelola nasibnya sendiri. Sebagaimana Soekarno menegaskan dalam teori Trisaktinya, Indonesia harus memiliki kemandirian dalam politik dan ekonomi.

Patung bundaran Saronde jadi ikon Kota Gorontalo (Photo by budi susilo)

Kita merdeka diraih oleh usaha sendiri tanpa pemberian hadiah dari negara lain. Bermodal bambu runcing dan syal merah putih yang terikat dikepala adalah simbol ruh perjuangan Indonesia kala itu. Para pejuang mengorbankan harta benda demi tumpah darah ibu pertiwi.

Sekarang berpikir, apakah perjuangan para pendahulu kita yang begitu luar biasanya akan kita sia-siakan. Kita tidak lagi mencintai ciri khas bangsa kita Indonesia, lebih memilih pindah ke hati yang lain.

Tidak ada salahnya seorang anak manusia itu memajukan budayanya yang universal. Melihat budaya tidak pada sisi sempit, tetapi mencakup segala hal, termasuk budaya-budaya dari negara lain.

Tan Malaka pernah bercerita dalam bukunya Aksi Massa, "Tiap-tiap manusia atau bangsa harus mempergunakan tenaganya buat memajukan kebudayaan manusia umum. Jika tidak, ia tak layak menjadi seorang manusia atau bangsa dan pada hakikatnya tak berbeda sedikit jua dengan seekor binatang."

Tapi yang terjadi kini, jati diri budayanya sendiri dipertanyakan. Seakan tak lagi membekas di hati, utamanya di generasi masing-masing pemuda Indonesia.

Lihatlah gaya penampilan mereka, seolah kita dibawa ke negara tersebut. Mereka menganggap budaya negara tersebut tidak ubahnya sebagai budaya yang paripurna, sebagai Pelindung Asia, Cahaya Asia, dan Pemimpin Asia.

Kulitnya saja, ya, inilah virus yang terjadi. Menyukai budaya negara tersebut hanyalah yang dipermukaan. Kita itu sebenarnya hanya jadi korban kapitalisme budaya mereka. Kita di eksploitasi industri budaya kaum urban negara tersebut.

Rasanya langka sekali bila budaya milik mereka yang beretos kerja, budaya malu, dan penuh tanggungjawab diikuti kita-kita. Indonesia kita, lebih suka gaya penampilan dan hedonismenya.

Ironis, kebanyakan 'korban-korban' sebagian besar para pemuda Indonesia. Apakah selama ini kita miskin budaya ? Hal ini dirasa tidak, sebab Indonesia sendiri itu kaya budaya, kita memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa.

Yang terjadi Harajuku membanjiri negeri. Pop Korea mewabah dikalangan pemuda Indonesia. Tarian, makanan, dan budaya asli Indonesia lainnya dijarah, di hak milik oleh negara lain. Apakah ini pertanda patologi jati diri negeri kita. Mari kita renungkan posisi jati diri kita Indonesia.

Patung Jendral Sudirman berdiri gagah di depan markas Korem 131 Santiago Gorontalo (Photo by budi susilo)

Ujung tombak mengembalikan kedaulatan budaya kita ada di pemuda. Lokomotif menduniakan budaya Indonesia berada pada pemuda. Tanpa pemuda tentu apa jadinya bangsa kita. Pemuda itu gerbang kemajuan suatu bangsa.

Seperti halnya Soekarno pernah berkata, "Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung, tapi berikan aku 10 pemuda yang cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang dunia."

Bolehlah budaya negara lain digandrungi kaula muda Indonesia. Segala Harajuku, Animasi, Style Band, dan lainnya membumi dibumi pertiwi.

Tetapi tetap, semangat jiwa ruh mental Nusantara, abadi selamanya. Dan produk cipta rasa karsa dari luar negeri tersebut hanyalah sesaat saja, mati tanpa membekas sepanjang masa.

Inilah tugas kita sebagai pemuda Indonesia untuk terpanggil, membumikan budaya nusantara kita yang kaya untuk Indonesia tercinta. Jangan sampai nantinya kita menyesal, kala budaya kita diakui oleh negara lain. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN