TAK BERDUIT SILAKAN MINGGIR

Tak Berduit Silakan Minggir !
Oleh: Budi Susilo

BARU saja rakyat Indonesia melewati peringatan hari Otonomi Daerah, buah dari pergerakan kubu reformis. Dalam memeriahkannya, di tiap pemerintahan provinsi di Indonesia melakukan perayaan, termasuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mempringatinya ke XVI dalam bentuk menggelar upacara bendera sebagai bentuk pemaknaan Hari Otonomi Daerah.

Mengacu pada definsi Wikipedia, Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Melihat hal itu, apakah pelaksanaan cita-cita suci otonomi daerah yang di idealkan sudah terwujudkan, atau hanya sekedar retorika penguasa yang lebih menghambakan ideologi kapital. Uang di Tuhankan, kebenaran dikaburkan, demi mengejar kekayaan semata.

FOTO: Banjir melanda kawasan Ring Road Manado belum lama ini_budisusilo
Pertanyaannya, sudahkah perwujudan otonomi daerah dirasakan betul oleh masyarakat. Lihatlah, masih ada rakyat yang mengantri minyak tanah, banyak pemuda-pemudi prustasi sulit mencari pekerjaan, masih adanya orang bermobil mewah menikmati bahan bakar bersubdisi, jalan-jalan umum ada yang berlubang tanpa dilengkapi drainase, kala hujan banjir meluap melanda jalan, inikah yang dikatakan otonomi daerah.

Orang tidak banyak mengerti apa itu otonomi daerah, sebab apa yang dirasakan tidak ubahnya seperti jaman-jaman dahulu kala. Yang ada, dipahami oleh orang, otonomi daerah itu adalah dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dipakai dinikmati pejabat tertentu, hanya menelurkan raja-raja kecil di daerah, akibatnya kebijakan yang dikejewantahkan berkutat pada kepentingan yang memiliki kekayaan materi, yang tak berduit silahkan minggir.

Sudah bukan rahasia umum, kerja para birokrat hanya disibukan plesiran. Berpergian tanpa kejelasan. Hasil yang diperoleh tidak memuaskan, hilang begitu saja, rakyat kecil tidak menghasilkan apa-apa. Hari begini, masih ada SKPD plesiran berkedok tugas luar daerah, gila aja kali ya. Tega sekali, APBD cuma buat Pos Belanja Rutin Pemerintah, dipakai jalan-jalan para pejabat saja. Lalu porsi sektor untuk pembangunannya mana nih ? Apa tidak bisa belajar lewat internet, kalau hanya sekedar untuk studi banding. Manfaatkanlah kecanggihan teknologi terkini.

Belum lagi, mereka legislator pengawal aspirasi rakyat jarang hadir di rapat membahas kepentingan rakyat. Lihatlah, tribunmanado.co.id, Senin, 23 April 2012, berjudul DPRD Minut Sepi Peminat, yakni rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minahasa Utara (Minut) bersama Sekretariat Dewan (Setwan), di Gedung DPRD, Senin (23/4/2012) sore hanya belasan yang hadir dari 25 Anggota DPRD.

Apa daya, walau redaksi media massa terus mengangkat kebobrokan itu, tapi seolah mereka ini pura-pura buta dan tuli, tidak merasa bersalah. Bahayalah, kalau otonomi daerah hanya hasilkan politisi mental-mental 'kerupuk' seperti ini. Kekritisan pola pikir idealismenya sudah sirna, padahal rakyat berharap banyak, apalagi sudah digaji rakyat.

Sadarlah, politisi itu adalah seorang yang bermental negarawan harus siap jiwa raga berkorban demi kepentingan rakyat banyak. Inikah hasil produksi politisi dari sebuah jaman yang bernama otonomi daerah.

Kemudian apa iya, otonomi daerah itu hanya sebatas membangun reklamasi pantai, yang kalau masuk ke pantai harus wajib bayar, nelayan tradisional Sulawesi Utara yang menggantungkan hidupnya di perairan laut harus tersingkir, mengalah akan kegagahan bangunan beton. Tak kuasa menghadapi kepentingan pemodal besar.

FOTO: Sebuah pantai di sebuah Kota Bitung Sulawesi Utara_budisusilo
Ini tak ubahnya yang dialami di Jakarta, teras-teras di depan Plaza Indonesia dipasang besi tajam, orang tidak bisa duduk-duduk menikmati indahnya air mancur Patung Selamat Datang, kalau mau menikmatinya, silakan duduk di kafe-kafe Plaza Indonesia, atau jadi tamu hotel Mandarin, Grand Hyatt yang harus keluarkan uang saku. Siapa pun yang tak punya duit, silakan minggir. Inikah yang dinamakan otonomi daerah.

Terlepas dari persoalan yang masih ada, harapan terbesar dari pelaksanaan otonomi daerah itu adanya titik fokus, dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Bukan sebaliknya, menjajah, menindas, dan memusnahkan satu sama lain, yang tidak berduit silahkan menyingkir.

Praktek otonomi daerah itu bagian pengembangan suatu daerah yang disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.

Harusnya, ini kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan pemerintah daerah.

Yang kalau meminjam bahasa dari Dr.Handayani Ningrum,SE.,M.Si dalam Pelayanan Pemerintah Daerah Dalam Arti Luas (2012), bahwa, pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN