SATU MOTOR ENAM PENUMPANG

Satu Motor Enam Penumpang
Oleh: Budi Susilo

Ditetapkannya Kota Bitung provinsi Sulawesi Utara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, patut jadi kebanggan tersendiri bagi rakyat Indonesia. Karena itulah, sekarang ini tidak mengherankan bila jalan-jalan yang tersedia di Kota Bitung lebar dan beraspal mulus. Nyaman untuk berkendara, leluasa tanpa banyak kendala ketika berlalu-lintas.

Dan inilah yang memang harus jadi prasyarat utama sebagai kota industri, infrastruktur yang memadai dan lengkap. Tapi ada yang mengherankan, kala itu secara tak sengaja melihat secara langsung pengguna jalan di Minggu sore, 12 Februari 2012.

Seolah sikap tertib dan keamanan berlalu-lintasnya bukanlah menjadi persoalan utama. Apakah ini wajah negeri Indonesia sesungguhnya ? atau inikah hasil dari ajaran peninggalan dari nenek moyang dahulu kala kita?

Pengendara motor di Kota Bitung bertindak nekat pada Minggu 12 Februari 2012 sore. Kelakuan mereka seperti layaknya atraksi di pertunjukan sirkus (photo by budi susilo)

Entah kenapa terjadi, seorang pengendara sepeda motor yang melintas di daerah Girian, persisnya sepanjang Jalan Wolter Mongonsidi Kota Bitung ambil sikap nekad. Seperti pertunjukan sirkus, pengendara ini memuat penumpang tidak sesuai ukuran muat motornya, maksimal dua orang.

Pengendara pria ini menampung sampai enam orang, tanpa rasa takut dan berdosa motor dilajukan ke tujuan yang diinginkan, meski motornya yang bermerek Suzuki tersebut melaju pada kecepatan sekitar 30 Km per jam, tetap saja berbahaya baginya bahkan pengendara lainnya.

"Ini ponakan saya semua, mau ke arah pasar Girian," ungkap pria pengendara motor bebek hitam tersebut saat berpapasan, sama-sama beriringan di sampingnya. "Wow naik motor atau mau unjuk gigi sirkus nih," sindir ku kepadanya dan ia pun hanya tersenyum. Dan dikesempatan itu, aku pun mencoba mengabadikan aksi gilanya tersebut dengan kamera yang ada di fitur mobile phone ku.

Usai dapat ku langsung tancap gas bergegas meninggalkannya, maklum mengejar waktu ke acara Jongfajarklub pemutaran film Laskar Pelangi di Wangurer Barat Kota Bitung. Untungnya, situasi jalan kala itu sepi dan lengang. Hanya satu dua kendaraan yang terlihat. Wajarlah, hari Minggu Kota Bitung itu sepi aktivitas, jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan tidak terlalu banyak.

Bandingkan di hari biasa, seperti Senin sampai Sabtu, situasi jalan arteri ramai orang berlalu-lalang dan kendaraan bermotor. Truk kontener, mobil pick up, sedan, motor roda dua dan jenis kendaraan lainnya ramai terlihat. Inilah yang kemungkinan menjadi alasan kenapa si pria pengendara motor ini memberanikan diri membawa penumpang sampai lima orang.

Di luar itu pun, sudah menjadi pengetahuan umum warga Kota Bitung, bahwasanya tiap hari Minggu lalu-lintas Kota Bitung itu tanpa ada pengawasan dari pihak kepolisian lalu-lintas. Entah karena hari Minggu tanggal merah, polisi lalu-lintas pun ikut libur tak memantau situasi jalan.

Apakah memang tugas polisi lalu-lintas intens hanya di hari Senin sampai Sabtu ? atau memang di hari Minggu itu ditetapkan sebagai hari sebebas-bebasnya berlalu-lintas tanpa ada aturan ? jawaban yang masih belum terkuak.

Karena asumsi inilah, kemudian pria pengendara motor tersebut menaiki sampai lebih dari dua orang. Sangat mengkuatirkan dari sisi keselamatannya. Apalagi yang mengenakan helm hanya orang dewasa, yang lainnya anak-anak tidak ada perloleh perlindungan helm kepala. Hari Minggu tak ada polisi, kemungkinan si pengendara motor beranggapan bebas berlalu-lintas tidak ada yang menilangnya karena melanggar terbit berlalu-lintas.

Anggapan orang selama ini, lebih takut kepada polisi ketimbang isi pasal-pasal aturan hukum dan tanda rambu-rambu lalu-lintas. Aturan bisa dilanggar, tidak memiliki pengaruh kuat, hanya simbol dan kalimat suci berlalu-lintas, tetapi bandingkan bila sudah tertangkap oleh polisi, dirasa telah menyalahi aturan resikonya dapat kena pidana ringan berurusan dengan pengadilan negeri, bisa rugi materi dan waktu.

Sebuah motor bebek melaju di atas aspal mulus ditumpangi enam orang pada Minggu 12 Februari 2012 di Kota Bitung (photo by budi susilo)

Tapi lagi-lagi, polisi itu sebenarnya dapat ditaklukan oleh mereka yang punya kekuatan uang banyak, diselesaikan di jalan, pada hari itu juga, urusan selesai tanpa harus maju ke meja hijau, asal dapat lakukan KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) persoalan pelanggaran lalu-lintas itu tuntas dapat diputihkan.

Tapi ini budaya dulu, apakah sekarang ini masih juga terjadi ? Sudahkan polisi sekarang melakukan reformasi profesionalitas dan integritas ? harapan rakyat Indonesia pasti ini harus terwujudkan.

Dari sisi ekonomi, kemungkinan pengendara itu hanya ekonomi berkecukupan. Asumsinya ia dari kalangan menengah ke bawah dilihat dari tampilan kasat mata, mengendarai motor dipaksa sampai melebihi kuota tanpa memikirkan keselamatan jiwanya dan penumpangnya. Padahal keselamatan jiwa itu adalah barang mahal, jika celaka masuk rumah sakit biaya tinggi keluar.

Kembali lagi ke pengendara tersebut, kemungkinan, logikanya daripada harus mengeluarkan uang untuk biaya tranportasi, lebih baik untuk yang lainnya, makan misalnya. Itulah kenapa ia membelakan diri tetap memakai motor, secara hitungan ekonomi lebih efisen ketimbang harus naik angkutan umum, sekali jalan ia harus mengeluarkan uang di kisaran Rp 11 ribu.

Tapi apakah kondisi Kota Bitung semiskin itu warganya ? apa selama ini perkembangan kotanya tidak mampu mengangkat perekonomian warganya ? atau memang situasi lingkungan Kota Bitung sebagian warganya masih belum dewasa dalam disiplin berlalu-lintas ?

Dan kembali lagi merenung akan tujuan kita hidup itu terdapat pemerintah, wilayah, dan rakyat adalah untuk mencapai kesejahteraan dan perdamaian dunia, jadi berpikirlah selalu untuk berbuat kebaikan pada siapa pun itu, termasuk kebaikan bagi diri masing-masing. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN