NEGARA DI BAJAK

Negara Di Bajak
Oleh: Budi Susilo

"FREEPORT
bilang, tanah ini milik negara, kami sudah beli dari negara. Saya tanya sejak kapan negara bikin tanah, air, ikan dan karaka, lalu kasih saya sehingga dia boleh ambil seenaknya ?."

Penggalan kalimat yang terlontar dari Yosepha Alomang, pejuang Suku Amungme saat menerima Goldman Environmental Prize 2001 tersebut merupakan cerminan dari negeri ini, yang salah kelola dari orang-orang serakah, penuh kenistaan.

Di Sulawesi Utara khususnya, ketika sebuah pinggiran pantai nan indah yang menghadap lautan pasifik dikuasai pemodal besar, apa yang terjadi, berkesan bukan lagi milik rakyat keseluruhan, beralih kepunyaan orang tertentu, menjadi ladang komersialisasi pribadi.

Yang jadi pertanyaan pula, satu di antara di Kabupaten Provinsi Sulawesi Utara, Minahasa Utara terdapat sumber daya alam tambang berupa emas, pasir besi, tetapi toh pertumbuhan ekonomi daerah ini terbilang masih kalah bersaing dengan di Kabupaten lain seperti Manado dan Kotamobagu.

Pada tahun 2011 akhir, para buruh pabrik ikan yang tergabung dalam organisasi buruh di Kota Bitung berdemonstrasi turun ke jalan, mogok kerja, untuk menuntut hak kesejahteraan kepada pihak kaum pemodal yang telah memperkerjakannya. Aksi demonstrasi berujung damai dan ada kata mufakat. (photo by budi susilo)

Lihatlah data di Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara menurut Kabupaten Kota Tahun 2008, Kota Manado capai 8,77 persen dan Kotamobagu 7,61 persen bandingkan Minahasa Utara hanya tumbuh 6,19 persen.

Negara masih gagal dalam menyelenggarakan penguasaan bumi, air dan kekayaan alam Indonesia karena dikelola oleh orang yang bukan sebagai jongosrakyat. Dan akhirnya kata-kata emas yang tergores dalam konstitusi kita dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 layaknya pedang tumpul.

Sumberdaya alam dari air sampai minyak dikuasai yang bukan untuk kepentingan publik. Hajat hidup orang banyak direbut penyelenggaraannya oleh negara asing, bahkan pejabat politik negeri sendiri demi mengejar keuntungan pribadi dan golongannya. Negara dibajak kepentingan sesaat dan tinggal menunggu kehancurannya.

Ironisnya lagi, dunia usaha swasta kita justru lebih mengacu ke konglomerasi, kepemilikan perorangan dan tidak mengindahkan prinsip kebersamaan, sementara koperasi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan sulit berkembang. Andaikata Mantan Wakil Presiden kita Mohammad Hatta masih hidup pasti akan meneteskan airmata, sebab koperasi tak mampu tunjukan taringnya.

Namun apa sebenarnya peran pemerintah selama ini ? adanya pemerintah itu harusnya mampu berikan fasilitas dalam menggapai kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, tapi yang terjadi tak dapat diharapkan. Bengisnya, atas nama nasionalisme negara dirampok oleh pejabat-pejabat penjilat negara-negara asing.

Lalu kemana selama ini peran lembaga legislatif, DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota dalam mengaspirasikan masyarakat ? atau malah sekedar mencerminkan aspirasi golongannya ? pantas saja negeri ini timbul instabilitas yang berkepanjangan.

Pria bersepeda melintasi di depan sebuah pusat perbelanjaan di Kota Manado. Tampak pria itu merasa nyaman dalam menapaki kehidupan di perkotaan yang heterogen dan dinamis. (photo by budi susilo)

Padahal kalau mau dikatakan bangsa kita Indonesia ini adalah bangsa yang besar, di suatu waktu dapat menjadi pesaing negara-negara super power sebab memang kita memiliki latar belakang golongan bangsa berperadaban tinggi.

Sebagaimana ini telah disinggung oleh Stephen Oppenheimer dalam hipotesisnya di bukunya yang berjudul Eden In The East (1998), bahwa paparan sunda itu merupakan tempat asal peradaban dunia, yang saat itu pada akhir zaman es telah terjadi setidaknya tiga kali banjir besar yang menenggelamkan Paparan Sunda sehingga terbentuk kepualaun Nusantara seperti sekarang ini.

Romantisme kejayaan negeri bukanlah solusi. Membedah sejarah emas Indonesia sampai mendalam itu hanya menghabiskan energi bila sekedar ingat-ingat kejayaan masa silam, tanpa melihat ke depan.

Kini hadapi apa yang terjadi sekarang ini dan ke depan nanti. Apabila negeri ini masih banyak penipu, penindas satu sama lain, tak berharap lagi kejayaan negeri ini terwujudkan, yang mengkuatirkan anak cucu kita nanti mungkin tak lagi mengenal apa itu Indonesia Raya. ( )

Komentar

  1. Mereka pada ribut sendiri,ribut mempertahankan kebenaran yang di anggapnya benar.
    DESAIN ARSITEKTURE

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN