UBAH BITUNG KONTINENTAL KE BAHARI

Ubah Bitung Kontinental Ke Bahari

Perairan Selat Lembeh Kota Bitung (photo by budi susilo)

BITUNG
dengan segala potensi sumber daya alamnya, anugerah yang mampu membawa kemaslahatan bagi warga masyarakatnya. Namun kita harus berkaca kembali, apakah berkah alam tersebut telah membawa warganya sejahterah, mencapai kemerdekaan dari kemiskinan dan pembodohan.

Terletak di provinsi Sulawesi Utara, Kota Bitung dikelilingi perairan laut yang luas. Potensi kelautan mampu jadi sarana pendongkrak perekonomian warga, utamanya hasil perikanan.

Anehnya di negeri ini, yang terjadi di Kota Bitung Sulawesi Utara, hasil perikanannya mengalami kelangkaan, akibat ulah dari kegiatan illegal fishing atau pencurian ikan yang marak. Baru-baru, di Tribun Manado.co.id, Kamis, (14/7/2011), Danlantamal VIII berhasil meringkus pelaku dugaan illegal fishing di perairan laut Barat kepulauan Tahuna sebanyak 33 orang.

Kegiatan pencurian ikan berimbas pada pasokan ikan di unit pengolahan ikan Kota Bitung. Pabrik pun kebingungan melakukan produksi, buruh pun akan rentan kehilangan pekerjaan.

Semisal, pernah di tribunmanado.co.id, Rabu (6/7/2011), PT Celebes Minapratama, jelang memasuki tahun 2011, pasokan hasil tangkapan ikan berkurang bila dibandingkan ketika di masa tahun 2010. Penurunan pasokan berkisar 25 sampai 30 persen.

Ironislah kondisi tersebut, hal itu ibarat seekor tikus mati di lumbung padi. Kota Bitung melimpah ruah hasil perikanan namun warga masyarakatnya tak mampu menikmati anugerah pemberian kekayaan dari Tuhan.

Sebagai langkah solusi atas krisis perikanan Kota Bitung, diperlukan strategi untuk meningkatkan produksi perikanan dan pembudidayaan agar pendapatan, khususnya para nelayan dapat terangkat serta mampu meningkatan produksi perikanan budidaya sebagai ujung tombak dalam memacu produksi perikanan nasional.

Karena itulah, Pemerintah Kota Bitung harusnya memiliki acuan target produksi perikanan. Jangan hanya bisa menasehati para Pegawai Negeri Sipil untuk tak berpikiran politik atau cuma sekedar gelar-gelar seremonial pencitraan yang berbau politis. Sekarang ini, kondisi pemerintah Kota Bitung ibarat orang gemuk namun tak sehat.

Banyak tenaga pegawai negeri namun kinerja birokrasi tak lincah dan efektif. Ruh ke jongosanrakyatnya hilang, masih berkesan feodalis, ingin selalu dilayani layaknya raja jaman-jaman dahulu kala.

Jelang perdagangan bebas di lingkup ASEAN dan Cina, kita sebagai warga masyarakat bersama pemerintah Kota Bitung harus mengalami perubahan berpikir, hijrah pemikiran ke konsep negeri bahari. Apa rela sektor-sektor perekonomian industri perikanan kita nanti dikuasi negara lain.

Mengubah Bitung dari sebuah wilayah kontinental (daratan) menjadi negeri bahari (kelautan) dengan cara memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia terintegrasi, mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.

Prinsip kemandirian ruh utama sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, serta memperluas akses pasar domestik dan internasional. Harus ada sebuah komitmen bersama dan niat teguh memajukan dunia kelautan dan perikanan agar ada kedaulatan penuh.

Langkah awal sederhana, di kawasan Selat Lembeh baik itu wilayah Selatan dan Utara dapat dijadikan kegiatan keramaian pembudidayaan perikanan air laut.

Atau juga dengan membuka secara luas kegiatan tambak di setiap rumah tangga warga masyarakat yang pemukimannnya berdekatan dengan sumber aliran air sungai, membuka tambak komoditi ikan air tawar seperti mas, nila, atau lele.

Alam telah mendukung, lalu tinggal bagaimana kita sendiri yang akan memanfaatkannya dan menggali potensi yang ada demi mencapai kemakmuran bersama dengan membalutkan optimisme tinggi.

Sebab, rasa optimisme mampu mengubah hal yang tak mungkin menjadi kenyataan. Sebagaimana hal ini dialami oleh Tan Malaka dalam upaya perjuangan mencapai Kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. "Meskipun kita belum mempunyai tank, kapal selam dan pesawat terbang dengan segala kekuatan yang tersembunyi dalam tanah dan 70 juta rakyat Indonesia maka kita niscaya akan sanggup menegakan kemerdekaan 100 persen."

Hadapi dengan rasa optimisme. Capaian tujuan tanpa dilandasi optimisme bagai bangunan tanpa pondasi. Karena itulah penting rasanya optimisme besar mendekap pada diri kita semua, dalam memajukan bangsa dan menguatkan jati diri sebagai bangsa bahari meski masih memiliki keterbatasan disana-sini. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN