PERCINTAAN BITUNG dengan ALANG TORAJA

Percintaan Bitung dengan Alang Toraja

Oleh: Budi Susilo

INDONESIA memiliki warisan budaya yang kaya. Indonesia pun dihuni oleh latarbelakang ragam suku dan ras yang mampu memberikan anugerah kekayaan cipta karya. Karena itulah harmonisasi pun jadi modal penting buat kemajuan peradaban bumi pertiwi ini. Bangsa lain pun bila melihatnya akan rasa takjub, cinta dan terkesima ingin memilikinya.


Bayangkan 33 provinsi mendekap erat Indonesia, memancarkan sebuah akal budi yang terkejewantahkan dalam etnik budaya, bahasa dan rasa karsa beragam. Satu di antaranya adalah kebudayaan suku Toraja yang ada di kepulauan pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan mampu menelurkan karya arsitektur seni bangunan yang memberi tambahan dinamisasi perkotaan Bitung. Hidup tumbuh harmonis dengan Kota Bitung Sulawesi Utara memancarkan makna filosofi Bhineka Tunggal Ika.

Karya pesona yang dimaksud itu adalah lumbung padi yang orang Toraja menyebutnya dengan bahasa populer Alang. Bentuk yang menyerupai rumah beratapkan perahu ini terpajang di pusat Kota Bitung di bilangan Jalan Sagrat Mutiara Kecamatan Matuari, Jumat (15/7/2011).

Lokasinya yang berada dipinggiran jalan raya dapat mudahnya mata memandang karya suku Toraja tersebut. Meski bukan asli buah karya seni Minahasa, bangunan Alang tersebut masih memberikan magnet bagi orang yang berlalu-lalang. Sekedar melihat karena penasaran atau pun sambil berfoto-foto. Bangunan Alang di lokasi itu berjumlah dua bangunan. Satu sama lain berdiri kanan dan kiri mengarah ke bumi bagian utara, sebagaimana kepercayaan yang mengakar oleh suku Toraja.

Sosok perempuan berbusana daster bernama Jumarni (40), penjaga bangunan Alang, yang saat itu sedang bersantai duduk di sebuah ruangan komplek Alang Toraja meluangkan waktunya untuk menjelaskan, saat musim-musim liburan panjang atau musim berkunjung wisatawan luar negeri dan luar daerah Sulawesi Utara datang singgah melihat-lihat keindahan bangunan Alang.
"Bule-bule kalau datang ke Bitung sempat mampir, walau hanya sebentar. Baru-baru ada wisatawan mengaku dari Australia melihat dan foto-foto," ungkapnya.

Perempuan yang sudah 7 tahun menjaga ini menuturkan, bangunan Alang merupakan asli buatan dari kumpulan orang-orang Toraja yang telah menjadi warga Sulut. Jadi secara keaslian dan estetika mutlak suku Toraja. "Orang-orangnya di perkumpulan jumlahnya banyak," kata Jumarni yang merupakan asal Jawa Tengah ini.

Di hari-hari tertentu, ungkap Jumarni, lokasi komplek Alang Toraja menjadi tempat upacara adat dan ibadah suku Toraja. Sebab, selain ada Alang didirikan pula balai pertemuan adat untuk menampung orang saat ada acara ibadah.

"Kadang juga buat latihan seni tarian Toraja. Upaya bagian melestarikan nilai dan budaya mereka. Supaya tidak lenyap dimakan jaman. Generasi mudanya biar bisa mengetahui banyak," tutur perempuan yang biasa disapa oma ini.

Unik teramat apik. Inilah sisi pancaran yang dimiliki bangunan Alang suku Toraja. Semua orang di luar suku Toraja tak banyak mengetahui filosofi yang terkandung pada bangunan Alang Toraja. Padahal dibalik itu semua ada hal menarik.

Semisal jelas Yakobus Pongsibidang, Ketua Kerukunan Suku Toraja Bitung menuturkan, Alang itu bagi suku Toraja berfungsi menaruh hasil panen padi agar tetap bersih dan aman dari gangguan hewan pemakan padi. "Ukurannya besar dan tinggi dijamin aman," katanya.

Maka tidak heran, bangunan Alang pun dilengkapi enam pilar penyangga dengan panjang sekitar 2,5 meter serta diameter tiang berkisar antara 120 centimeter sampai 150 centimeter.

Selain sebagai pondasi bangunan, ternyata tiang tersebut pun berfungsi ganda sebagai tata keindahan dan keamanan padi dari serangan binatang pengerat. Bayangkan, tiangnya itu terbuat dari jenis batang pohon pinang yang mulus dan licin. "Kalau ada tikus tidak bisa naik. Sengaja tiangnya dibuat licin," ujar Yakobus.

Selain itu, jelas Yakobus, Alang itu adalah simbol rumah keluarga, penentu status dalam keluarga, semakin banyak memiliki Alang di kediamannya berarti keluarga tersebut merupakan golongan kalangan berada. "Logikanya punya banyak Alang berarti punya banyak simpanan padi di rumahnya," tuturnya.

Bagaimana mungkin memiliki sawah terbentang luas namun tidak memiliki Alang, itu hal yang mustahil. Orang yang mempunyai sawah berhektar-hektar pasti membutuhkan bangunan Alang. "Setiap orang Toraja tidak satu pun tidak memiliki Alang. Orang strata terendah sekalipun juga punya Alang," ungkapnya.

Mungkin sebagian ada yang bertanya, kenapa bentuk atap Alang yang menjadi tempat lumbung padi dari kejauhan berbentuk menyerupai perahu. Bukan tanpa alasan, suku Toraja memiliki maksud membentuk hal itu, karena sebagai penjelas bahwa dahulu kala nenek moyangnya yang berasal dari wilayah utara mengenakan perahu.


Sambil memainkan bahasa tubuh tangannya, Yakobus menjelaskan, dipercaya oleh suku Toraja saat bertandang ke wilayah Sulawesi Selatan memakai perahu. "Dari arah utara. Kalau sekarang mungkin itu dari ras asia mongoloid," katanya.

Maka sekarang pun, bangunan Alang dimana pun berada harus menghadap wilayah Utara. Bila tidak dilakukan, maka telah bertentangan dengan pakem suku Toraja, menyimpang dan bukan lagi asli peradaban Toraja. "Alang di Bitung tetap kami buat ke arah Utara," katanya.

Sebagai maksimalisasi keindahan bangunan Alang yang menghadap ke bumi Utara, maka diberikan warna yang mampu timbulkan rasa decak kagum bagi mereka yang melihatnya.

Mengenai pewarnaan bangunan Alang ada banyak ragam yang menghiasi. Siapa pun itu yang mendekat melihat langsung bangunan Alang akan tersajikan keindahan tampilan warna Alang.

Sejak dahulu warna tetap dipertahankan sesuai dengan tradisi nenek moyang. Sebab dari warna yang ada memiliki filosofi kehidupan yang sakral. "Ada tiga warna yang mendominasi. Merah, putih, dan kuning," urainya.

Menurut Yakobus, merah itu melambangkan jiwa kebangsawanan. Seorang keturunan Toraja telah di identikan sebagai orang yang bergelar bangsawan, maka tidak heran di Alang ada warna merah menandakan yang memiliki bangunan Alang itu bangsawan. "Punya Alang bisa naik status sosial di dalam suku Toraja," katanya.

Warna lainnya, putih itu melambangkan rasa jujur. Menjalani kehidupan seorang keturunan Toraja selalu memegang moral kejujuran, tidak diperbolehkan hidup dalam kebohongan. "Jujur prinsip hidup utama Toraja. Makanya jadi simbol di bangunan Alang," ujar Jacobus.

Untuk simbol kuning, mengandung makna suku Toraja harus selalu hidup dengan rasa penuh suka cita.
Kuning melambangkan warna mencolok, hidup harus cerah tanpa harus ada kesedihan. "Warna kuning di Alang semakin membuat bangunan lebih hidup," ujarnya.

Kekayaan alam yang melimpah ruah terkandung dalam tanah bumi pertiwi tidak membuat suku Toraja berbangga hati, sombong membusungkan dada. Hal ini tercermin dari pola gambar yang ada dibangunan Alang.

Suku yang telah dikenal masyarakat international ini mengukir bangunan Alang dengan jenis hewan yang bermacam lebih dari satu macam. Sengaja diwujudkan dalam Alang lebih karena apresiasi ungkapan terima kasih suku Toraja terhadap alam yang telah menjadi sumber mata pencarian kehidupan. "Hidup selalu bersyukur. Hidup harmoni dengan alam," ujar Yakobus Pongsibidang, Ketua Kerukunan Suku Toraja Bitung.

Di tubuh bagian bangunan Alang selalu ditaruh gambar kepala ayam dan babi, khas hewan ternak suku Toraja.
Secara turun temurun, tradisi ini selalu ada, tidak pernah hilang lenyap di makan jaman teknologi modern. "Kecuali khusus bagi strata terbawah bangunan Alang tidak ada desain hewan," kata pria yang kini menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Negeri 1 Bitung.

Sebagai pertanda, Alang memiliki desain hewan berarti suku Toraja itu adalah keturunan bangsawan. Diluar lingkaran darah bangsawan maka hal itu tidak dapat terjadi. Sebab telah menjadi syarat mutlak memiliki bangunan Alang berdesain hewan itu adaalah garis turunan raja-raja. "Itu sudah tradisi aslinya," tuturnya.

Sementara bagi mereka yang bukan keturunan bangsawan atau raja, maka tetap diperbolehkan memiliki bangunan Alang namun ada perbedaan mendasar dengan mereka yang keturunan bangsawan. "Mereka yang strata terbawah hanya hitam polos Alangnya," ujar Jacobus.

Biasanya di tanah aslinya Toraja Sulawesi Selatan, bangunan Alang itu mengapit di kanan dan kiri rumah hunian suku Toraja yang bernama Tongkonan. Kedua-duanya baik itu Alang maupun Tongkonan wajib menghadap ke arah utara.

Karena itulah, tutur Jacobus, rencana kedepan perkumpulan suku Toraja Sulut akan membangun rumah Tongkonan yang sekarang berada di Bitung Jalan Sagrat. "Rencana kami akan bangun di tahun 2012. Sekarang inikan baru Alang saja yang ada," ungkap pria berkumis tipis ini.

Tentunya bangunan yang akan berdiri di atas lahan seluas 2070 meter tersebut akan menjadi pusat pelestarian kebudayaan di Bitung dan satu-satunya di Sulut. Sebab, ungkap Jacobus, berdasar data tahun 2011 ini jumlah suku Toraja di Sulut ada 15 ribu orang sedangkan yang di Bitung mencapai 1200 jiwa.
"Diharapkan jadi simbol persatuan masyarakat secara keseluruhan," tegasnya. ()

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN