MAUNYA AMAN NYAMAN BERDAGANG

Saya Maunya Aman Nyaman Berdagang
Oleh: Budi Susilo

Situasi kondisi pasar 45 Manado di siang hari_budisusilo
LALU lalang keramaian orang berbelanja di Pasar 45 Manado, membuat hati pria setengah baya, Jemy Lego (47), ceria, meski tempat ia berdagang diselimuti atmsofir suhu panas mentari siang. Duduk berdekatan dengan barang dagangannya sambil menawarkan jasanya sebagai tukang service sepatu, itulah yang dilakukan bapak dua anak ini di pasar 45. "Ayo kesini jahit sepatu. Pasti cepat, hasilnya bagus," tutur Jemy, menjajakan jasanya ke calon konsumen.

Sejak era tahun 1980-an, Pasar 45 memang telah menjadi lahan rezeki buat banyak orang. Berputarnya roda perekonomian kalangan lapis rakyat akar rumput seolah bergantung di pasar 45. Andaikan transaksi perdagangan Pasar 45 dimatikan, mungkin jumlah pengangguran dan kemiskinan terdongkrak naik. "Saya berdagang disini dari tahun 1987. Penghasilannya lumayan. Kalau ramai bisa dapat penghasilan Rp 100 ribu," ungkapnya, Kamis (23/6/2010).

Terlebih, memasuki musim liburan sekolah, diprediksikan pasar tambah semakin ramai kunjungan. Prospek keuntungan besar akan teraihnya, karena ada satu dua orang yang akan bertambah memakai jasanya. "Sudah enak berdagang disini. Meski kalau panas kepanasan. Hujan turun kehujanan," katanya.

Tidak cuma pekerja petani, iklim cuaca pun turut mempengaruhi terhadap hasil pundi-pundi rupiah tukang service sepatu. Pria darah keturunan daerah Tondano ini menjelaskan, bila tiba musim penghujan, sepi konsumen, sebab hujan turun mengurangi kunjungan ke Pasar 45. "Hujan turun saya minggir cari tempat teduh. Pasar tidak memungkinkan buat berdagang bila hujan turun," tuturnya.

Untuk itu, ia berharap momen pemilihan kepala daerah (Pemilukada) Sulawesi Utara (Sulut) 2010, kondisi Pasar 45 terkini menjadi barometer uji kemampuan pemimpin Sulut, terkhusus kota Manado untuk mampu mengatasi celah-celah kekurangan yang masih dialami Pasar 45. "Tolong bisa lebih lagi memperhatikan pedagang kecil seperti saya," katanya.

Senada, Samsia Bilondatu (40), penjual pakaian seragam sekolah pasar 45 Manado, yang menetap di daerah Singkil menuturkan, biar banyak pengunjung, Pasar 45 mestinya dibuat senyaman mungkin, serta merasakan keamanan yang maksimal. Pedagang dan pembeli bisa merasakan posisi menguntungkan. "Harap dari saya buat pemimpin ke depan tiap lorong-lorong Pasar 45 diberi semacam atap kanopi," tutur Ibu beranak dua ini.

Pedagang Pasar 45 lainnya, Usman (25), menambahkan, siapa pun itu yang menjadi orang nomor satu di Sulut, maupun Kota Manado, ia harus mampu membawa perubahan seperti periode pemimpin sebelumnya, terutama dalam membela kepentingan para pedagang usaha kecil menengah, mampu membina dan memfasilitasinya. "Jangan terus ada penggusuran. Saya cukup minta aman untuk berusaha," ujar pedagang asesoris besi putih asal Gorontalo ini.

Tempat terpisah pun menuturkan hal yang sama. Pedagang fashion kaula muda, yang berada di bilangan komplek Megamas, Andi M (29), Head Distro Boink berharap, calon pemimpin yang bertarung di pemilukada mampu membawa perbaikan terhadap iklim usaha kecil menengah. Semisal adanya perbaikan infrastruktur saluran air. "Bila turun hujan deras di depan jalan jualan kami, bencana banjir melanda karena air selokan meluap. Ini bisa menghalangi mereka yang mau berbelanja pakaian," katanya.

Jual beli di pasar Bersehati Manado_budisusilo
Lainnya, Rian (40), pedagang gerobak Soto Ayam Jalan Arie Lasut, berharap, pemimpin ke depan tidak lagi sembarangan menggusur aktivitas pedagang kecil yang berada dilokasi pinggir jalan, tanpa alasan yang masuk akal. "Saya sih maunya dagang itu tenang dan nyaman. Tidak kuatir di razia oleh satpol PP," tutur pria asal Malang Jawa Timur ini.

Pastinya tambah Ical (20), pedagang Keripik Singkong keliling ini menjelaskan, sebisa mungkin, baik itu Gubernur maupun Walikota terpilih dapat menampung pedagang kecil di wilayah tertentu. "Ada tempat khusus buat jajanan dari para pedagang kecil seperti saya," katanya, yang per harinya mampu menghasilkan pendapatan sebanyak Rp 130 ribu.

Sebenarnya posisi rakyat sebagai pedagang, sebagaimana pendapat Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, rakyat diposisikan sebagai sentral dan takhta. Capaian kemakmuran rakyat lebih utama dari kemakmuran orang per orang. Seperti bunyi Sila Ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Maka, rakyat sebagai pemilik kedaulatan, tak boleh dipinggirkan atau diterlantarkan

Pemerintah, selaku wakil rakyat yang menjalani pemerintahan harus melindungi para pedagang. Pemerintah mesti mendukung penuh upaya wirausaha agar roda perekonomian berjalan baik. Tidak sebaliknya, memeras untuk memenuhi kepentingan pribadi pejabat pemerintah.

Eksistensi pedagang terus dikibarkan. Jadikan profesi pedagang terus menjamur, utamanya di kalangan generasi muda. Asal pemerintahnya mau mendukungnya dengan melindungi, mengayomi dan memfasilitasi perkembangannya. 

Rakyat telah bosan terhadap fenomena membludaknya pengangguran, karena iklim investasi dan usaha yang tidaklah kondusif, memandulkan produktifitas untuk berwirausaha. Bangun ekonomi rakyat sesuai cita-cita luhur kebangsaan dan kenegaraan seperti yang tertuang dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan pilar demokrasi ekonomi yakni produksi dikerjakan semua untuk semua, di bawah kepemimpinan rakyat. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN