SUARA TEMBAKAN PENANDA BERBUKA PUASA

 Suara Tembakan 
Penanda Berbuka Puasa

Bertugas selama setahun di negeri orang bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan dan tantangan baru yang selama ini belum pernah ditemui di negeri sendiri. Proses adaptasi adalah modal. Adaptasi menjadi suatu rutinitas yang wajib dilakukan dalam sehari-hari. Tanpa ini mustahil akan betah menetap di negeri yang berbeda dengan negara asal.   

Kisah inilah yang terekam pada Sukamto (28), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dari Yonif 611 Awang Long yang kala itu ditugaskan menjadi pasukan perdamaian United Nations Missions di Darfur, Sudan.

Pria asal Blora Jawa Tengah ini bercerita pengalamannya kepada Tribun saat ditemui di aula markas Kodam Mulawarman Kota Balikpapan, Senin 24 Juli 2017. "Bertugas setahun. Juli ini sudah selesai tugas," tutur Kamto, panggilan akrab Sukamto. 

Pergi meninggalkan tanah air Indonesia ditugaskan sebagai tentara perdamaian adalah kebanggaan. Negara yang dikunjunginya baru pertama kali, negara berkecamuk perang saudara. 

Sudan yang belakangan ini sudah damai tentram tidak ada lagi aksi perang. "Tempat tugas saya dekat Al Gunaina. Jauh dari dari ibukota di Kortum," kata Kamto.

Jongfajar Kelana

Masyarakat dan kondisi Sudan sangat berbeda dengan kehidupan di Indonesia. "Banyak dekat sama warga sipil. Beradaptasi. Saling mengenal meski bahasanya berbeda. Saya paling banyak pakai bahasa tubuh dan Inggris sepotong-potong," ungkapnya.

Pernah ada warga Sudan yang melarang memetik tanaman karena dianggap tidak layak konsumsi. "Saya dikasih tahu sama warga sana jangan memakan itu tanaman bayam. Tapi warganya memakai bahasa Inggris. Bahasa yang diucapkan no good. Dont eat," tuturnya mengulangi lagi perkataan warga Sudan itu.

Kamto bingung, padahal di Indonesia, tanaman bayam sangat layak untuk di konsumsi. Tanaman bayam di Sudan bertumbuh liar, hidup di pinggiran sungai yang berlumpur.

Banyak warga di Sudan belum mengenal tanaman bayam sebagai tumbuhan yang bisa dikonsumsi. Tanaman bayam hanya dikenal sebagai tanaman liar semata.  


Secara bahasa, negara Sudan masyarakatnya menggunakan bahasa Arab. Sehari-harinya memakai bahasa Arab, tidak ada bahasa yang lain. Sementara bahasa Inggris hanya dijadikan bahasa pergaulan bila bertemu warga dari luar negeri.

"Saya sendiri lebih sering pakai bahasa Inggris, atau bahasa isyarat tubuh. Saya tidak bisa bahasa Arab," kata Kamto yang sebentar lagi, pada tahun ini akan berencana melepas status lajangnya.  

Kondisi geografis Sudan berpadang pasir, sering datang badai pasir. Kamto pernah terjebak gulungan badai pasir yang besar. 

Untung saja dia bersama rekan-rekannya berada di dalam kendaraan lapis baja. "Kalau sampai kita di luar kena badai pasir pastinya tidak bisa bernafas. Kalau nafas kita terkena debu, menghirup debu, kemungkinan kita bisa meninggal dunia," ujarnya.


Suasana puasa Ramadhan, Kamto pernah merasakan. Karena warga Sudan mayoritas, semua berpuasa. Kamto berjaga di perkampungan dekat ibukota. Fasilitas tempat ibadah seperti masjid besar tidak tersedia.

"Setiap waktu berbuka puasa atau mau sahur, biasanya memakai kode suara tembakan senjata api. Kalau dengar ada suara tembakan berarti sudah waktunya," katanya.

Masyarakat disana, sebagian besar memiliki senjata api. Negara Sudan belum melakukan pelarangan kepada warga sipil untuk tidak memiliki senjata api. Setiap orang bisa ditemui mempunyai senjata api.

 "Tidak tahu dapat dari mana senjatanya. Di Sudan masih bebas, orang sipil kemana-mana bawa senjata api tidak ditangkap," ungkap pria berkulit sawo matang ini.

Menurut dia, kesejahteraan masyarakat di Sudan masih bisa dikatakan memprihatinkan. Banyak warga yang lapar susah mendapat makanan. Sehari-hari hanya mengandalkan makanan pokok gandum.

Tiada pernah ada sajian makanan sayur atau buah segar. Sekali pun makanan daging yakni daging unta namun ini jarang tersedia. 

"Pas hari raya idul fitri ada donatur yang mengirim daging unta. Dimasak warga, disantap sama-sama. Makan ramai-ramai, merayakan hari lebaran," tuturnya.[1] ( )



[1] Koran Tribunkaltim, “Kisah TNI Asal Kaltim Bertugas di Sudan; Suara Tembakan Penanda Berbuka Puasa,” terbit pada Rabu 26 Juli 2017 di halaman 7 di rubrik Tribun Balikpapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I