BUAYA SUPIT PUNYA BANYAK NAMA

Buaya Supit 
Buaya Air Tawar yang Terancam Punah

Buaya supit yang memiliki ciri moncong panjang termasuk satu dari puluhan binatang yang hidup di Kalimantan Timur yang dilindungi oleh negara. 

Sejak tahun 1978 hewan karnivora ini masuk dalam daftar hewan dilindungi di Indonesia. Di Kota Balikpapan, buaya supit bisa dijumpai di penangkaran buaya Kelurahan Teritip, sekitar 25 kilometer dari pusat kota.

Buaya Supit ternyata ada sebutan nama lain. Oleh Sandjojo dalam Studi Kemungkinan  Usaha Penangkaran Buaya (1982), menulis, istilah lokal untuk penyebutan buaya bermoncong panjang ini adalah buaya julung, buaya senyulong, buaya sampit, dan buaya sumpit.

Sedangkan untuk sebutan orang luar negeri Indonesia nama populernya False Gharial. Sementara nama ilmiahnya adalah Tomistoma schlegelii, yang menurut Maslim Asingkly, lulusan Magister Biosains Hewan dari Institut Pertanian Bogor, buaya supit ini merupakan buaya satu-satunya yang bergenus Tomistoma. 

Jongfajar Kelana

Sebenarnya, buaya supit itu secara habitatnya bisa dikatakan binatang yang langka. Menurut International Union For Conservation Of Nature, buaya supit berstatus kritis, terancam punah. Bahkan CITES Apendiks I pun menegaskan buaya supit masuk kategori terancam punah dan tidak boleh diperdagangkan secara internasional.

Di Indonesia payung hukum untuk melindungi buaya supit telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwaliar dan Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang Penetapan Tambahan Jenis-jenis Binatang Liar yang Dilindungi, SK No.327/Kpts/Um/5/1978.

Untuk bisa menemukan binatang yang memiliki gigi rahang sebanyak 20 sampai 22 buah ini ada di daerah Pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. 

Seorang petugas lapangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kota Balikpapan, Amos Robi Simon, mengungkapkan, selama terjun ke beberapa sungai bertugas selama 15 tahun belum pernah temukan buaya supit. Paling sering bertemu buaya muara.

"Pernah saya terjun ke lapangan ke Delta Mahakam, Grogot, Sungai Adang, Tanjung Aru sampai pernah ke Kaman Kutai tidak pernah temukan. Mengarungi ke beberapa sungai pada siang hari kadang pernah malam hari temani peneliti, masih sulit temukan buaya supit di alam liar," ujar pria yang menjabat sebagai Pengendali Ekosistem Hutan ini.    

Disinggung dalam karya Stuebing, R., M. Bezuijen, M. Auliya, H. Voris. The current and historical distribution of Tomistoma schlegelli (the false gharial),The Raffles Bulletin of Zoology (2006), bahwa ada tempat habitat yang dipilih buaya supit. 

Lokasi tempat tinggalnya bukan di muara yang berdekatan dengan air laut bergaram. Buaya supit memilih hutan rawa air tawar dataran rendah, hutan banjir, rawa gambut, danau, dan aliran air hitam dan sungai.

Tempat favoritnya di rawa gambut dengan elevasi rendah dan air berlumpur yang asam. Selain itu buaya supit juga ditemukan di habitat hutan sekunder.

Di Indonesia, menurut Helen Kurniati, Widodo, dan Manolis dalam Survey of Siamese Crocodile Habitat in The Mahakam River, East Kalimantan (2005), menulis, karakteristik buaya air tawar hanya ditemukan di habitat alam yakni di pedalaman Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Belum lama ini, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kutim, EA Rafiddin Rizal, yang dikutip oleh Tribunkaltim.co mengungkapkan, keberadaan buaya supit yang sekarang masih bisa ditemukan ada di daerah lahan basah Danau Mesangat dan Suwi, di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur.

Upaya melestarikan buaya supit pihaknya mengambil tindakan melakukan pertemuan untuk membentuk Kawasan Ekosistem Essensial Lahan Basah Mesangat dan Suwi dengan tujuan adanya pengelolaan populasi dan menjaga eksosistem di areal itu yang luasnya mencapai 12.725 hektar.

Moncong Panjang Mudah Sergap Mangsa
Membedakan buaya supit dengan buaya lainnya sangatlah mudah. Bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang memanjang lebih ramping. Bentuk fisik ini menyesuaikan dengan kondisi habitatnya yang ada di perairan air tawar.

Menurut Maslim Asingkly, peneliti reptil dari The Wildlife Conservation Society Indonesia wilayah Kalimantan Timur, menuturkan, buaya supit mulutnya yang bermoncong panjang untuk mempermudah mencari mangsa yang habitatnya air tawar. 

Secara geografis, alam air tawar ruang geraknya terbatas bila dibandingkan dengan buaya muara yang bisa hidup di air tawar dan payau.

"Masuk ke sungai-sungai air tawar yang ruangnya sempit bisa dilakukan buaya supit. Tubuhnya lebih kecil dibandingkan buaya muara," katanya kepada Tribun melalui sambungan telepon selulernya. 

Buaya-buaya Supit di penangkaran Teritip Kota Balikpapan Kalimantan Timur (Jongfajar Kelana)

Selain itu, kata dia, bentuk mulutnya yang bermoncong panjang akan membuat buaya supit mudah meraup banyak makanan dengan mulutnya yang panjang. Sekali menerkam dengan mulutnya, buaya supit akan mendapat tangkapan mangsa yang melimpah.

Melihat bentuk tubuhnya yang lebih besar dari buaya air tawar lainnya seperti buaya badas hitam, sangat jelas buaya supit membutuhkan banyak makanan. 

"Kalau dapat ikan di sungai bisa mudah langsung tangkap pakai mulutnya. Bisa dapat banyak," ujar Maslim, pria kelahiran Aceh ini.

Disinggung Crocodile Specialist Group dalam "Tomistoma Schlegelii." IUCN Redlist of Threatened Species (2000), bahwa buaya supit beraliran binantang karnivora oportunistik, pemakan daging dari segala sumber. 

Seperti di antaranya daging monyet, kepiting, babi hutan, kancil, anjing, berang‑berang, ikan, burung, kura‑kura, ular, kadal monitor, dan invertebrata air dan terestrial.

Namun ada ciri lain yang bisa dikenali dari binatang ini. Djoko Tjahjono Iskandar dalam karyanya Kura‑kura dan buaya Indonesia dan Papua Nugini (2000), menulis, buaya supit ukuran tubuhnya yang paling besar adalah 5,6 meter. Namun rata-ratanya, panjang tubuh buaya supit dewasa hanya sampai kurang lebih 3,5 meter.

Di bagian rahang atasnya memiliki sekitar 20 sampai 22 gigi. Sisi rahang bawah jumlahnya 17 sampai 19 gigi. Urutaan barisan gigi yang kelima, adalah ukuran yang paling besar. Sisik dagu totalnya ada 25 baris dihitung dari depan ke arah bagian leher.

Punggung buaya supit memiliki empat baris sisik yang lunas dangkal dan satgu baru tidak lengkap pada sisi tubuhnya denngan jumlah sisik sekitar 22 buah perbaris. 

Sementara sisik belakang kepala jumlahnya dua pasang berukuran kecil dan tak berurutan. Sedangkan sisi tengkuk berjumlah empat buah dan bersatu dengan sisik punggung yang berlunas. 

Buaya Muara bertubuh besar di penangkaran Teritip Kota Balikpapan (Jongfajar Kelana)

Jari-jari kakinya berselaput. Bentuk selaput ini membuat buaya supit pandai berenang. Menurut Majid, dalam buah karya "Sebaran Spasial dan Karakteristik Babitat Buaya Air Tawar Irian di Taman Nasional Wasur (2009)," tertulis, buaya merupakan satwa yang hidupnya sebagian besar di air. 

Saat Tribun mengamati tingkah laku buaya supit di tempat penangkaran buaya Kelurahan Teritip Kota Balikpapan pada siang hari, sebagian besar berada di dalam air yang berwarna hijau. Buaya yang di darat tidak banyak bergerak, buaya yang berendam di air hanya terlihat bagian kepalanya.

Penjelasan A Britton, "Crocodilians: General Biology", Crocodilian Biology Database (2012), bahwa buaya supit sebagian besar waktunya dihabiskan dengan berendam di perairan yang dangkal atau lubang lumpur, hanya mata dan lubang hidung yang terlihat.

Buaya supit betah berlama-lama di alam air. Tubuh buaya supit perlu tersentuh air selama 10 sampai 15 menit atau juga mampu bertahan dalam rendaman air selama dua jam. Ini dilakukan untuk menghindari ancaman. 

Menurut Maslim, buaya supit ini karakternya memang gemar berada di alam air. Aktivitasnya lebih banyak dilakukan di air. Saat melakukan aktivitas di darat biasanya untuk bertelur atau menyerap panas untuk metabolisme tubuhnya. 

"Paling suka di air. Biasanya tidak banyak bergerak hanya berdiam diri di air sambil memantau mangsa," katanya.

Bisa Bertelur Susah Menetas
Siang itu, puluhan warga dari berbagai penjuru daerah mendatangi tempat wisata alam penangkaran buaya di Jalan Mulawarman, Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur. 

Pengunjung berkerumun melihat secara langsung buaya yang ditangkar di lahan seluas sekitar lima hektar ini pada Kamis 6 Juli 2017.

Satu di antaranya buaya supit yang berada di pendopo utama menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Keberadaan buaya supit ini selalu ramai, dilihat tiap pengunjung yang baru saja datang tiba di tempat penangkaran. Kebetulan, kandang buaya supit ini berada di areal depan kedatangan pengunjung.

Banyak di antara mereka para pengunjung selain melihat buaya supit juga melakukan perekaman foto atau video menggunakan perangkat dawai atau smartphone

"Mulutnya lucu. Panjang mirip moncong. Beda sama buaya-buaya yang lain," ungkap Fatmawati, pengunjung yang mengisi waktu liburan sekolahnya.

Sebenarnya, apa yang menjadi pusat perhatian dari buaya supit itu ? Juandi (45), yang waktu itu kebetulan sedang berada di dalam kandang buaya supit, membersihkan kandang, menjelaskan, bentuk fisik buaya supit unik. 

Pada bagian kepala sangat berbeda dengan jenis buaya lainnya seperti buaya muara dan buaya badas hitam, yang bentuk kepalanya lebih besar dan kotak.

Mulut buaya supit ramping panjang, sepintas dilihat layaknya sumpit senjata tradisional khas orang Dayak, yang ukurannya memanjang. Tak heran, kata dia, kenapa buayanya diberi nama supit, karena bentuknya mirip dengan sumpit. 

Jongfajar Kelana

"Orang lokal disini (Kalimantan Timur) menyebutnya dengan nama buaya supit," tutur Juandi, pria kelahiran Balikpapan yang telah 15 tahun melakoni sebagai perawat buaya di penangkaran Teritip.

Koleksi buaya supit di pengkaran Teritip jumlahnya ada 13 ekor. Jumlahnya tidak pernah bertambah, dalam sejarahnya buaya supit sulit beranak pinak. 

Juandi menjelaskan, dahulu pernah induk-induk buaya supit bertelur sampai puluhan butir. "Kami melihatnya senang. Waktu itu buaya supit bisa bertelur," ujarnya.

Tetapi nasib berkata lain, telur yang dikeluarkan induk buaya supit tersebut tidak segera menetas. Pihaknya mengambil taktik lain, semua telur itu dilakukan proses pengeraman dengan alat inkubator, namun tidak semuanya berhasil. 

"Sempat ada yang menetas hanya satu dua ekor saja. Yang jadi hanya sedikit saja," ungkap Juandi, yang berkulit sawo matang ini.

Namun saat hari terlewati, bergulir minggu demi minggu, tidak sampai satu bulan lebih, akhirnya semua bayi buaya supit yang ditelurkan dari induknya mati tidak bisa bertahan hidup lama, mati dengan sendirinya. 

"Bingung harus seperti bagaimana. Susah sekali mau kembangbiakkan. Masih mudah kembangbiakkan buaya muara," katanya. 

Sekali Bertelur Bisa Puluhan Butir
Soal ada berapa jumlah telur yang dikeluarkan sang betina buaya supit saat menetas ? Djoko Tjahjono Iskandar dalam karyanya Kura‑kura dan buaya Indonesia dan Papua Nugini (2000), menjelaskan, buaya supit sekali bertelur menghasilkan 20 sampai 60 butir telur.

Bentuk telur buaya supit dianggap berukuran besar jika dibandingkan dengan telur buaya jenis lainnya. Yakni ukuran telurnya 95 sampai 110 x 55 sampai 67 milimeter dengan berat 221 sampai 300 gram. "Hampir dua kali lipat lebih besar dari biaya lainnya," tulis Djoko.

Sama seperti binatang reptil lainnya, buaya supit ketika melakukan proses pengeraman telur menggunakan media tanah. Namun tidak ditaruh di atas tanah begitu saja. Telur diletakkan ke dalam tanah sedalam sekitar 600 milimeter.

Proses pengeraman butuh waktu sebulan lebih. "Lama pengeraman 72 sampai 90 hari pada suhu 28 sampai 33 deradat celsius," tulis Djoko, yang dinobatkan sebagai guru besar di bidang sistematika, ekologi, dan evolusi vertebrata kecil untuk Institut Teknologi Bandung.

Telur yang terendam di dalam tanah itu kemudian diberi perlindungan semacam kamuflase dengan timbunan berupa ranting-ranting tumbuhan atau rumput ilalang. 

Tumpukkan tumbuhan ini tingginya mencapai 500 milimeter. Sementara jarak antara pendaman telur dengan bibir sungai mencapai 200 centimeter bahkan sampai ada yang 400 centimeter.[1] ( )   

Buaya Supit
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Reptilia
Order: Crocodilia
Family: Gavialidae
Subfamily: Tomistominae
Genus: Tomistoma
Species: Tomistoma schlegelii









[1] Koran Tribunkaltim, “Buaya Air Tawar yang Terancam Punah; Buaya Supit Punya Banyak Nama,” terbit pada Minggu 9 Juli 2017 di halaman depan bersambung ke halaman tujuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA