LESUNYA USAHA PERTAMBANGAN
Puluhan Pembeli Telantarkan Rumahnya
Badai
kelesuan perekonomian global dan Indonesia telah meluluh-lantakkan bisnis properti.
Akibat merosotnya keuangan warga masyarakat, pembeli rumah pun anjlok. Puluhan
konsumen pindah ke kota lain, meninggalkan rumahnya, menelantarkannya begitu
saja. Situasi sulit ini memicu kredit macet perbankan.
Dahulu
membangun bisnis properti yang dilakukan Murdji Badar di Kota Balikpapan
dianggap ceruk manis. Kini kesan yang indah ini telah memudar, hanya tinggal
kenangan. Bisnis properti yang ditekuninya sejak tahun 2000 amburadul tidak
karuan. Eksistensi bisnis properti untuk sejauh ini tidak bisa dipertahankan,
menunggu waktu yang tepat untuk membangkitkannya lagi.
Dia
merasakan terpukul krisis bisnisnya ketika menginjak tahun 2016, banyak
konsumen-konsumennya yang berkategori warga kelas memengah ke atas mengalami
gagal bayar cicilan alias kredit macet.
"Banyak
yang pindah keluar dari Balikpapan. Ditinggalkan begitu saja, banyak yang
terbengkalai. Sekitar ada puluhan unit," tutur Badar saat ditemui di
restoran Kuliner Banjar miliknya, Senin 29 Agustus 2016.
Waktu
awal membangun bisnis properti dirinya sengaja menggandeng pihak perbankan agar
memudahkan masyarakat memperoleh rumah layak huni dengan sistem pembayaran
kredit.
Buat
Badar, posisi perbankan sangat sentral dalam menggerakan usaha propertinya.
Peran perbankan menyediakan dana atau modal bagi para konsumen yang kepincut
produk rumahnya.
Perumahan yang mangkrak pembangunannya di sebuah komplek perumahan ekslusif yang ada di Kampung Timur, Kecamatan Balikpapan Utara, Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur (Jongfajar Kelana) |
Badar
membangun perumahan di pusat perkotaan Balikpapan, dianggap strategis dan
banyak peminat. Namun tiba-tiba badai ekonomi menghantam Kalimantan Timur
(Kaltim), yang mulai dirasakan sejak tahun 2016.
Banyak
konsumennya yang tumbang tidak bisa melanjutkan kreditnya dan calon-calon
pembeli yang lain juga tidak ada sama sekali, sepi pembeli. Kondisi ini sangat
kontras ketika dibandingkan pada era tahun 2000, yang masih bisa bisa meraup
ceruk manis bisnis properti.
"Sekarang
rumah-rumah yang belum lunas saya over kredit saja. Bagi saya, juga perbankan,
jelas merugikan. Kita sedang dalam iklim ekonomi yang sedang tidak
menguntungkan," kata pria yang lahir pada 5 Juli 1951 ini.
Analisisnya,
iklim yang lesu ini disebabkan turunnya pertambangan minyak dan batu bara di
Bumi Etam. Menurut Badar, prospektifnya pasar properti ketika dunia
pertambangan sedang dalam masa jaya.
"Rumah
yang saya bangun itu untuk menengah ke atas. Begitu minyak dan batu bara
anjlok, banyak yang kredit macet. Konsumen kami itu kebanyakan orang-orang
bekerja di pertambangan. Daerah sedang lesu," ujarnya.
Ia
pun masih sangat optimis, di tahun mendatang, secercah harapan perekonomian
Kaltim masih tersimpan. Badar yakin, adanya kilang minyak baru serta mulai
membaiknya lagi harga batu bara akan membangkitkan lagi ekonomi yang sedang
terlelap ini.
"Kalau
sudah normal saya akan lanjutkan lagi bisnis propertinya. Saya juga akan sasar
produk rumah untuk menengah tipe sedang," ungkap pria kelahiran Tanjung
Tabalong, Kalimantan Selatan ini.[1]
Berani
Pinjam Modal dari Koperasi
Berbeda
halnya, pedagang usaha mikro, yang membangun bisnis kuliner rumah makan di
pinggiran Jalan Indrakila. Namanya Sulastri, perantau dari Banyuwangi Jawa
Timur yang sudah menetap di kota minyak selama empat tahun ini baru saja
mendirikan lapak makanannya.
Sebelumnya
wanita berambut lurus ini hanya seorang ibu rumah tangga yang telah memiliki
empat anak dan satu suami yang bekerja sebagai makelar sepeda motor bekas.
Lastri memberanikan diri membuka usaha untuk menambah penghasilan rumah
tangganya.
Dia
juga merasa kalau Kaltim, termasuk Kota Balikpapan, sedang redup
perekonomiannya. Sulastri juga sering mendengar dari tetangga dan kawan-kawan
suaminya kalau sekarang sedang terjadi banyak pengurangan tenaga kerja dan
penurunan anggaran daerah.
Bukan
berarti, pahitnya ekonomi daerah membuat Sulastri putus asa pulang kampung ke
Banyuwangi. Wanita yang baru saja memiliki satu cucu ini mencoba membuka usaha
kuliner kecil-kecilan dengan bantuan permodalan dari sebuah koperasi.
Dia
mengaku, tidak punya modal uang untuk membangun usaha. Kebetulan, Sulastri
memiliki teman yang bekerja di koperasi. Dirinya dipinjamkan modal untuk
menjalankan usahanya. Baginya ini begitu membantu, karena bisa mewujudkan
mimpinya membangun usaha.
"Dikasih
pinjam uang Rp 450 ribu. Pengembalian ke koperasinya saya kena Rp 600 ribu.
Pelunasan diberi waktu sebulan saja. Pinjam uang tidak pakai jaminan apa-apa,
hanya modal kepercayaan saja," ungkapnya.
Sulastri
memberanikan diri, melalui semangat tinggi dan strategi matang, usaha rumah
makannya bisa berdiri dengan menu jajanan makanan nasi campur dan lontong sayur
dengan harga pasaran, kelas menengah ke bawah.
Bersyukur,
dua bulan yang lalu usaha yang dijalankan Sulastri masih bisa bertahan sampai
sekarang ini, walau keuntungan yang diperoleh tidak sangat besar, yang katanya,
penghasilan dagangan kulinernya bisa untuk mencukupi bekal pangan rumah
tangganya.
"Alhamdulillah
tidak sampai sebulan saya bisa kembalikan modal lagi ke koperasi. Tidak kena
bunga banyak. Kalau telat bayar bisa kena banyak," kata wanita berkulit
putih ini.[2]
Banyak Produk Bisnis
Ambruknya
pertambangan batu bara di Kalimantan Timur lantas tidak mempengaruhi keberadaan
eksistensi bisnis Kalla Transport, sebuah penyedia jasa alat transportasi di berbagai bidang
yang wilayah operasinya mencakup di tiga provinsi yang ada di Indonesia bagian timur.
Belum
lama ini, Tribun berjumpa Muhammad Agus, Branch Manager Kalla Transport
PT Bumi Jasa Utama, di ruang kerjanya, Jalan Ruhui Rahayu Kota Balikpapan.
Rontoknya pertambangan di Kaltim, lantas tidak membuat rontok kiprah bisnis
Kalla Transport.
"Kami
tidak merasa terpukul berat. Memang ada pengaruh tetapi tidak sampai sangat
berpengaruh. Kami masih bisa berdiri, bersaing, bahkan kami masih bebas
kembangkan bisnis," ujar pria kelahiran Kota Makassar ini.
Riwayat
perusahaannya, di tahun 2014, memiliki 200 unit kendaraan sewa, akan tetapi di
perjalanan selanjutnya, yang sekarang ini tahun 2016, Kalla Transport sudah
memiliki koleksi 700 unit kendaraan segala tipe yang disewakan ke konsumen.
Kuncinya,
ungkap Agus, perusahaan melakukan ekspansi ke berbagai produk. Selama ini Kalla
Transport tidak hanya bermain di dunia pertambangan, namun juga menjajaki ke
bidang lainnya seperti travel wisata, energi, logistik, dan ke pemerintahan.
Wilayah
pemasarannya ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Barat. Lagipula, bila Kalla Transport hanya mengandalkan
pertambangan, perusahaan seakan berada dalam kurungan yang tidak bisa mengikuti
dinamisasi kehidupan, yang resikonya akan tergusur oleh persaingan bisnis.
Ironisnya,
tutur Agus, sektor yang tidak banyak menguntungkan itu pada bisnis
pertambangan. Alasannya, biaya untuk perawatan dan perbaikan kendaraan yang
beroperasi di pertambangan sangat tinggi.
Menurut
dia, itu dinilai tidak sangat maksimal dalam menggali keuntungan perusahaan.
"Kalau pertambangan kita kerjanya bisa hampir seharian penuh, tidak bisa
istirahat. Untungnya tidak terlalu besar," tutur pria beranak satu ini.
Pasca
pertambangan lenyap, Kalla Transport masih memiliki optimisme yang tinggi dalam
mengibarkan bendera bisnisnya. Satu di antaranya, Kalla Transport sekarang ini
sudah mulai menjajaki ke pemerintahan daerah dalam hal kerjasama penyediaan
jasa kendaraan dinas.
"Kami
tawarkan keuntungan. Daripada pengadaan mobil dinas lebih rasional memakai
mobil sewa. Tidak perlu lagi memikirkan pengadaan, perawatan, dan
pelelangan," ujar Agus yang lulusan sarjana Hukum dari Universitas
Hasanuddin Kota Makassar.
Selain
itu, Kalla Transport juga sudah mulai berani merapat ke Perusahaan Listrik
Nasional, dalam hal penyediaan kendaraan operasional perusahaan energi ini.
Belakangan
pemerintah mulai gencar melakukan proyek besar pembangunan listrik di berbagai
daerah, yang tentu saja butuh akan armada operasional.
"Kami
tawarakan program sewa mobil, yang suatu saat, mobil yang kami sewakan itu bisa
menjadi hak milik," kata Agus, yang kala itu mengenakan kemeja penjang
putih.[3] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Kredit Macet
Perbankan Tinggi Dipicu Lesunya Usaha Pertambangan: Puluhan Pembeli Telantarkan
Rumahnya,” terbit pada Jumat 2 September 2016 di halaman depan bersambung ke
halaman 11.
[2]
Koran Tribunkaltim, “Siasat Usaha
Mikro Hadapi Kelesuan Perekonomian; Berani Pinjam Modal dari Koperasi,” terbit
pada Jumat 2 September 2016, di halaman pertama bersambung ke halaman 11 rubrik
Tribun Line.
[3] Koran
Tribunkaltim, “Mampu Beradaptasi di
Tengah Ambruknya Pertambangan; Kalla Transport Jajaki Mobdin,” terbit pada
Jumat 2 September 2016, di halaman 2 rubrik Tribunbisnis
Komentar
Posting Komentar