CERUK MANIS BERBISNIS SAPI GORONTALO
Awalnya Merasa
Minder Kerja Perusahaan
Hari
Raya Idul Adha sebentar lagi akan bergulir. Beberapa warga datang berbelanja
hewan kurban di tempat pasar-pasar hewan ternak dadakan yang tersebar di titik
pusat keramaian Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Momen ini
pun dimanfaatkan sebagian warga untuk mencari ceruk manis bisnis musiman dengan
mendatangkan hewan kurban dari luar Kaltim.
SAAT
matahari tepat berada di atas kepala, Ketua Forum Kota Masyarakat Kaltim, Rusli
Mandang datang bersama istri dan cucunya ke tempat penjualan sapi kurban yang
digelar di pasar lapak darurat di kawasan Kampung Timur, Jalan Indrakila, Kelurahan Gunung Samarinda Baru,
Kecamatan Balikpapan Utara, pada Jumat 9 September 2016.
Begitu
turun dari mobilnya yang berjenis MPV warna putih, Rusli langsung masuk ke
tenda beratap terpal biru yang difungsikan sebagai kandang sapi-sapi berumur
dewasa. "Mau Sapi yang sedang-sedang saja. Yang penting bagus.
Sehat," tuturnya yang langsung dibimbing Hasan Lantu sang pemilik sapi
itu.
Itulah
kesibukan Hasan melayani pembeli sapinya. Menurut dia, detik-detik hari raya
Idul Adha para pembeli mulai ramai datang ke lapak jualannya. Namun bila
dibandingkan di tahun sebelumnya, Hasan merasakan ada perbedaan.
"Kalau
saya bandingkan dengan tahun sebelumnya, jauh lebih ramai tahun lalu dibanding
yang sekarang. Tahun ini sepi," ungkap bapak beranak empat ini.
Kenyataan
itu terjadi disebabkan perekonomian di Kalimantan Timur sedang 'masuk angin'
setelah beberapa usaha pertambangan ada yang berguguran. Adanya fenomana
pengurangan tenaga kerja, turunnya anggaran daerah membuat daya beli masyarakat
melemah.
Kata
Hasan, tahun ini saja dia hanya berani menjual sapi sebanyak 150 ekor,
sementara tahun lalu Hasan masih berani menjual sapi sebanyak 169 ekor.
"Dahulu orang itu biasanya rata-rata orang mengambil sapi minimal tiga ekor, sekarang maksimal paling hanya satu saja," ujar pria kelahiran Gorontalo, 23 Maret 1965 ini.
"Dahulu orang itu biasanya rata-rata orang mengambil sapi minimal tiga ekor, sekarang maksimal paling hanya satu saja," ujar pria kelahiran Gorontalo, 23 Maret 1965 ini.
Seperti
halnya Rusli, yang ungkapkan, di tahun lalu dirinya membeli sapi sampai tiga
ekor, sekarang tahun ini hanya satu sapi saja, yang diatasnamakan almarhum
Abdul Abdullah sang pejuang Balikpapan ere kemerdekaan Republik Indonesia.
"Cukup
beli satu sapi saja. Sisa uangnya buat saya santuni ke pembinaan anak-anak yang
putus sekolah. Beli satu sapi bukan karena ekonomi Kaltim sedang lesu. Tidak
ada kaitannya," kata pria berjenggot putih ini.
Hasan
sebenarnya menekuni jualan sapi itu bukan seumuran jagung. Pengalaman hidupnya
sebagai pebisnis sapi di wilayah Balikpapan sudah mendarah daging. Hasan
melakukan jualan sapi asal Pulau Sulawesi sejak dirinya menginjak kota minyak.
Padahal
latar belakangnya bukan dari keluarga penjual sapi tetapi petani desa di
Gorontalo. Hasan terpaksa berjulan sapi karena waktu itu tidak memiliki ijazah
sekolah tinggi, dirinya tidak bisa masuk melamar kerja di perkantoran dan
pemerintahan.
Hasan
hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar saja. Dia merasa minder untuk bekerja
di sebuah perusahaan dan pemerintahan. Hasan lebih percaya diri menjalani karir
rezekinya di ladang ternak sapi potong.
"Merantau
ke Balikpapan mengadu nasib di tahun 1982 mencari nafkah. Di tanah rantau
Balikpapan saya berjualan sapi ke pasar-pasar yang ada di Pandan Sari,
Klandasan, Kampung Baru sama di Pasar Baru. Sampai sekarang tidak pernah
berubah, jualan sapi terus," ujarnya.
Kepada
Tribun, Hasan mengungkapkan, memiliki impian ingin beristri empat.
Dirinya merasa mampu untuk menambah istri dari usaha kerasnya membangun bisnis
sapi ternak. Hasan ingin berbagi dengan yang lainnya, yang bisa juga
difungsikan untuk kelancaran bisnisnya.
Banyak
istri, menurut dia, pasti menambah orang kepercayaan dalam menunjang karir
bisnisnya. "Tidak berani juga kalau ekonomi saya morat-marit mau tambah
istri," tuturnya.
Sebenarnya,
Hasan hanya pengedar sapi di Balikpapan. Peternak yang sesungguhnya itu ada di
Gorontalo. Saat itu, Tribun berkesempatan bertemu dengan Distributor
Sapi Gorontalo, Unar Mo'otalu.
"Kirim sapi seminggu dua kali. Tiap minggunya saya kirim sebanyak 50 ekor sapi. Saya hanya mengirim ke Balikpapan saya, di jualkan lagi sama Hasan," katanya.
"Kirim sapi seminggu dua kali. Tiap minggunya saya kirim sebanyak 50 ekor sapi. Saya hanya mengirim ke Balikpapan saya, di jualkan lagi sama Hasan," katanya.
Memulai
aktivitasnya sebagai distributor sapi dilakoni sejak tahun 1989. Selama
mengirim sapi ke kota minyak, belum pernah menemui kandala yang berarti.
Pengiriman dilakukan dengan dua cara, yakni melalui jalur darat dari Gorontalo ke Kota Palu, lalu sambung melalui jalur laut yang dikirim langsung ke Balikpapan. "Sapi saya jenis Bali tapi dari Gorontalo. Kasih jamu juga supaya sehat bugar," ujarnya.[1] ( )
Pengiriman dilakukan dengan dua cara, yakni melalui jalur darat dari Gorontalo ke Kota Palu, lalu sambung melalui jalur laut yang dikirim langsung ke Balikpapan. "Sapi saya jenis Bali tapi dari Gorontalo. Kasih jamu juga supaya sehat bugar," ujarnya.[1] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Bermodal Lulusan
Sekolah Dasar Hasan Menjalani Bisnis Jualan Sapi; Merasa Minder Kerja di
Perusahaan,” terbit pada Sabtu 10 September 2016 pada halaman pertama
bersambung ke halaman 11 rubrik Tribun Line.
Komentar
Posting Komentar