DESA KARANG AGUNG | BULUNGAN | KALTARA
Demi Menggapai Keagungan
Pagi itu, awan mendung sedang bertapa
tak menunjukkan eksistensinya. Kesempatan sang fajar menyebarkan sinar
hangatnya ke seluruh penjuru perkotaan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Senin
22 Februari 2016.
Momen cuaca
yang bersahabat itulah, yang membuat saya bisa berkesempatan untuk menyambangi
Desa Karang Agung, yang lokasinya berada di luar Kecamatan Tanjung Selor.
Desa tersebut
masuk dalam pelukan Kecamatan Tanjung Palas Utara, Kabupaten Bulungan, Provinsi
Kalimantan Utara (Kaltara). Untuk mencapai ke desa ini dibutuhkan waktu hingga
satu jam lebih.
Jalan yang ditempuh
butuh ekstra keras, sebab jalan raya menuju ke arah desa ini masih dalam
kondisi perbaikan dan penyempurnaan. Bayangkan bila melakukan perjalanan dalam
kondisi hujan deras, tentu saja akan sangat merepotkan.
Saya menuju
ke desa ini, dari rumah jabatan bupati di Jalan Jelarai Tanjung Selor sekitar
pukul 08.40 Wita, menggunakan kendaraan roda empat. Selama mobil melaju di
Jalan Jelarai, aspal mulus menyenangkan, layaknya lintasan jalanan Trans
Sulawesi di Provinsi Sulawesi Utara.
Situasi
berubah drastis kala memasuki Jalan Trans Kalimantan wilayah Kecamatan Tanjung
Palas, wajah jalannya banyak yang bopeng. Perut saya yang belum diisi makanan
sarapan serasa dikocok-kocok secara paksa karena mobil melaju di jalan
berlubang bergelombang.
Semakin menjauh
dari daerah Tanjung Selor dan Tanjung Palas, kondisi jalan semakin
memprihatinkan. Rintangannya tidak hanya kelak-kelok jalan, namun juga tepian
jurang lahan semak belukar.
Belum lagi hadangan gundukan tanah liat, batu kerikil dan jalan bergelombang menjadi teman perjalanan yang sangat menyakitkan. Sumpah menderita lelah, pikiran tak kauran, rasanya ingin segera tiba di tujuan, Desa Karang Agung.
Selama
perjalanan, saya tidak hanya melihat pohon yang tumbuh liar dan perkebunan
merica atau sahang, akan tetapi juga melihat pemandangan orang-orang yang
sedang menggarap drainase dan beberapa jembatan.
Sepanjang
jalan menuju desa sedang dibuat parit atau saluran air, yang tidak lain
tujuannya agar jalanan bisa kuat, awet tahan lama tidak terendam air hujan. Jalan pun juga ada yang sedang
dilakukan pelebaran, supaya lebih leluasa bisa lancar lalu-lintas lawan
arusnya.
Waktu yang
dinanti akhirnya tiba. Sekitar pukul 10.21 Wita, saya tiba di gapura pintu
masuk Desa Karang Agung. Di saat yang tepat, saya tiba desa ini suasananya
sedang ramai, desa mantan lokasi transmigran ini sedang merayakan hari ulang
tahun desa yang ke-33.
Turut hadir
saat itu Bupati Bulungan Sudjati dan istri yang juga ditemani beberapa Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintahan Kabupaten Bulungan.
Kehadiran
orang nomor satu di Kabupaten Bulungan itu dimanfaatkan untuk memberikan
motivasi kepada seluruh warga desa. Bupati Sudjati menuturkan dalam pidatonya, pembangunan
di kecamatan pelosok, seperti perdesaan menjadi prioritas pembangunan sebab
desa itu penyangga utama kabupaten.
Suasana Desa Karang Agung Kecamatan Tanjung Palas Utara Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara pada Senin 22 Februari 2016 siang. Seorang ibu sedang berbelanja mainan untuk anak kesayangannya. |
Khusus bagi Desa Karang Agung merupakan satu di antara wilayah agrobisnis yang berbasis pada ekonomi pertanian dan peternakan. “Desa-desa kawasan pertanian, peternakan, dan perkebunan merupakan potensi besar untuk menambah pendapatan asli daerah,” ujar Sudjati, yang saat itu mengenakan seragam dinas coklat.
Perayaaan
ulang tahun desa itu, sebagian besar warga turut membaur di bawah tenda yang
digelar di lapangan kantor Desa Karang Agung, Jalan Teratai. Sedangkan Bupati
bersama jajarannya berada di atas panggung. Hiburan yang dipertunjukan adalah
kesenian kasidah.
Usia 33 tahun
untuk ukuran seorang manusia adalah umur orang dewasa. Desa ini bermula sebagai
lokasi transmigran dari daerah pulau Jawa. Nama Desa Karang Agung sendiri
merupakan perpaduan dari Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Pancang Agung dan
Karang Jinawi.
Nama awalnya
UPT II Salimbatu. Saat itu punya cita-cita membentuk desa. Kalau mau jadi desa
akan diberi nama Karang Agung. Dan ternyata benar menjadi desa. Nama Karang
Agungs supaya menjadi desa yang agung.
Rombongan
pertama di tempat transmigrasi itu pada 22 Februari 1983, berasal dari Jepara
Jawa Tengah sebanyak 53 kepala keluarga yang diketuai Abdul Karim dan wakilnya,
Kamjawi.
Kemudian saat
momen hari Transmigrasi[1]
yang baru bisa dirayakan 4 Februari 1984 di kantor UPT Salimbatu, nama Karang
Agung mulai diperkenalkan ke khalayak luas masyarakat oleh Legiman,
almarhum.
Menginjak 9
Agustus 1985, penduduk di lokasi ini semakin meningkat, dari tahun ke tahun
bertambah, sampai mencapai 500 kepala keluarga. Jumlah inilah yang kemudian
berubah status sebagai desa persiapan, yang dipimpin Karnadi.
Dan ketika
masuk tahun 1992, secara resmi tempat ini menjadi sebuah desa defenitif, yang
disebut Desa Karang Agung, yang saat itu terpilih Aceh Kusnadi sebagai pejabat
kepala desa pertama kalinya dengan Sekertaris Desa ialah Sugiman.
Sekarang ini,
Desa Karang Agung masih hidup tentram damai[2].
Sudah tersedia lembaga pendidikan formal Sekolah Dasar. Sebelum Karang Agung menjadi
desa, anak-anak dari para transmigran bersekolah dan menginap di Tanjung Selor,
ibukota Kabupaten Bulungan.
“Dahulu saya
datang ke sini masih umur lima tahun. Waktu sekolah harus di Tanjung Selor.
Menginap. Ada asramanya. Kalau liburan sekolah saja bisa pulang ke rumah.
Sekarang sudah enak, anak-anak sudah tidak perlu lagi keluar desa kalau mau
sekolah,” ujar Yasin, yang mengingat masa kecilnya hidup di lokasi transmigran.
Tak Memiliki Buku Pelajaran
Meski ada
Sekolah Dasar di Desa Karang Agung, bernama SD Negeri 003, kondisinya tidak
sama dengan sekolah yang ada di perkotaan Tanjung Selor.[3] Fasilitas
sarana prasarana yang tersedia belum dianggap memuaskan.
Satu di
antaranya sarana buku pelajaran dan peralatan perlengkapan kegiatan belajar
mengajar, atau alat peraga pelajaran pengetahuan alam di SD Negeri 003 Karang
Agung masih mengalami keterbatasan.
Demikian diungkapkan Guru senior SD Negeri 003 Karang Agung, Minarni kepada Tribun, bahwa sampai tahun ini para siswa tidak mendapat buku pelajaran yang layak. Kondisi buku-buku pelajarannya sudah banyak yang rusak karena dimakan usia.
Buku
pelajaran hanya dimiliki guru saja, itupun fisik bukunya sudah tua. Sebagai
solusi, guru bertugas menyampaikan semua isi buku pelajaran tersebut. Pengajaran guru di sekolah itu menggunakan metode menerangkan dan menuliskannya di
papan tulis.
"Murid-murid tidak ada yang punya buku pelajaran. Di sekolah tak
pegang buku. Apalagi di rumah, semua murid tidak punya pegangan buku," ujarnya.
Kata
Minarni, belum lama ini dirinya pernah mendapat kabar sekolahnya akan
dikirimkan paket buku-buku pelajaran kurikulum terbaru dari Kementrian
Pendidikan. Namun sampai sekarang ini info yang berkembang belum ada kepastian.
“Kami masih menunggu buku-buku kurikulum 2013,” tutur wanita kelahiran Long
Pujungan, Malinau ini.
Selain
itu, alat-alat peraga juga sudah banyak yang rusak, tidak layak lagi untuk
dipakai seperti halnya fasilitas alat-alat ukur untuk hitungan berat, volume,
luas bidang, bola peta globe, dan alat peraga berupa organ-organ makhluk hidup.
“Kami
sudah usulkan permintaan ke dinas pendidikan kabupaten tetapi sampai sekarang belum
ada tindaklanjutnya. Kami masih menunggu. Sangat memperlukan untuk menyampaikan
ilmu supaya para murid bisa cepat menangkap ilmunya,” ungkap Minarni yang sejak
tahun 1985 sudah menjadi guru. ( )
[1]
Hari Transmigrasi Republik Indonesia dirayakan setiap 22 Desember
[2]
Data kantor desa Januari 2016, jumlah penduduk Desa Karang Agung 637 kepala
keluarga atau 2.164 jiwa.
[3]
Koran Tribunkaltim, “Anak-anak tak
Punya Buku Pelajaran,” terbit pada Selasa 23 Februari di halaman 23, rubrik
Tribun line.
Komentar
Posting Komentar