CERITA BEKAS PENGIKUT GAFATAR

Tak Ada Pilihan Transmigrasi


Nasib para pengungsi eks pengikut organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, masih mengambang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan sudah memilih keputusan untuk memulangkan ke daerah asal tanpa menerimanya di program transmigrasi, namun belum jelas kapan akan dipulangkan.

DEMIKIAN diungkapkan, Penjabat Bupati Bulungan, Syaiful Herman usai melakukan rapat khusus yang membahas mengenai pengungsi eks Gafatar di ruang kerja Bupati Bulungan, Jalan Raya Jelarai, Selasa 9 Februari 2016 sore.

Pertemuan rapat itu menghadirkan di antarnya Kepala Dinas terkait, Letkol Infrantri Gema Repelita Dandim 0903 Tanjung Selor, dan Kapolres Bulungan, AKBP Ahmad Sulaiman. Rapat dilangsungkan sejak pukul 14.00 Wita hingga 16.00 Wita.

Pertemuan tersebut bersifat terutup bagi media massa. Kepada Tribun, Syaiful mengungkapkan, pemerintah daerah masih belum bisa memutuskan waktu yang tepat untuk memulangkan para pengungsi yang jumlahnya ratusan tersebut.

“Nanti kami koordinasikan terlebih dahulu dengan Penjabat Gubernur kaltara,” ungkap pria berlatar belakang pendidikan tinggi jurusan Administrasi Pemerintahan ini. 

Ratusan orang eks Gafatar wilayah Bulungan Provinsi Kalimantan Utara saat dipindahkan ke tempat penampungan di Balai Diklat Kabupaten Bulungan, Jalan Agatis Perkotaan Tanjung Selor pada Jumat 29 Januari 2016 sore. (Photo by Budi Susilo)

Ia mengungkapkan, sebagai langkah awal, dirinya akan membuat laporan mengenai pengungsi Gafatar di Bulungan, agar bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi Kaltara.

“Malam ini kami akan serahkan laporannya ke Pak Pj Gubernur. Kami perlu juga melibatkan provinsi, menjalankan fungsi koordinasi antar pemerintah daerah,” ujar Syaiful.

Menurutnya, nanti dana pemulangan para pengungsi Eks Gafatar rencananya akan diambil dari anggaran daerah. “Kemungkinan nanti kami sharing (bagi berdua) dengan Pemprov, untuk soal dana pemulangannya,” ungkapnya.

Mengenai opsi ditampung dalam program transmigrasi di Kabupaten Bulungan, Syaiful menegaskan, tidak ada. Berdasarkan hasil rapat musyawarah dengan beberapa tokoh masyarakat, agama, dan adat, bekas pengikut Eks Gafatar ada baiknya dipulangkan ke daerah asal.

“Kami tidak tampung mereka ke program transmigrasi. Kami sudah berupaya untuk melakukan pembinaan selama seminggu lebih. Mereka supaya mendapat pencerahan. Di daerah lain belum tentu ada,” ujar Syaiful.

Senada dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan, Syarwani pun menyatakan, sebaiknya Pemkab Bulungan melakukan pemulangan para bekas pengikut Gafatar Bulungan. Tidak boleh ditaruh dalam program transmigrasi.

“Pulangkan saja. Saya pikir pasti pemda punya dana untuk memulangkan mereka,” tegasnya belum lama ini, saat ditemui Tribun di Pasar Induk Tanjung Selor.

Namun dirinya juga mengapresiasi atas langkah Pemkab Bulungan yang telah berupaya melakukan edukasi dan pembinaan kepada ratusan orang bekas pengikut Gafatar.

“Diberi motivasi semangat hidup. Diberikan wawasan kebangsaan dan keagamaan adalah langkah yang tepat supaya mereka bisa kembali lagi ke asalnya,” tutur politisi Golkar ini.

Dia menambahkan, pemulangan merupakan kebijakan yang tepat daripada menampungnya di dalam program transmigrasi Bulungan. Sebab bila para pengungsi itu akan ikut transmigasi sebaiknya ikut di periode mendatang.

“Seperti orang naik haji, mereka tunggu kloter dahulu di daerah asal. Ikut mengantri, baru bisa transmigrasi,” ujar Syarwani, pria kelahiran Tanjung Palas ini.

Syarwani menganalisis, jika para eks Gafatar itu dipaksakan ikut program transmigrasi lokal di daerah Kabupten Bulungan, tentu saja akan membawa dampak bagi yang lainnya, dan akan rawan konfik dengan masyarakat setempat, yang ada di luar Gafatar.

“Bisa saja pengaruh Gafatarnya nanti akan kembali lagi. Lalu mempengharuhi yang lainnya. Sebaiknya dipulangkan saja dahulu. Kalau mau ikut transmigrasi ikut saja lewat yang jalur resmi pemerintah, Kementrian Transmigrasi,” tegasnya.[1]

Bermain Bersama Hilangkan Kejenuhan
SEJUMLAH anak-anak dari para keluarga bekas pengikut organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah Kabupaten Bulungan saat liburan Imlek melakukan permainan yang mengandalkan otak dan fisik.

Acara ini dilakukan di tempat pengungsian Gedung Balai Diklat Bulungan, yang berada dibilangan Jalan Agatis, Tanjung Selor, Senin 8 Februari 2016, yang dipandu secara langsung dari tim Tagana Dinas Sosial. 

Pengamatan Tribun, permainan yang diperagakan itu di antaranya ada tarik tambang berjamaah, dan permainan estafet kelereng yang membutuhkan tenaga fisik, strategi jitu, dan kerjasama yang baik antar satu tim.

Kontan dengan gelaran permainan tersebut, menjadi perhatian banyak orang. Orang-orang tua mereka turut menyaksikan aksi unjuk gigi anak-anaknya dalam perlombaan itu.

Aksi peserta lomba menghibur para penonton. Misalnya saat adu tarik tambang, ada satu tim yang pesertanya anak-anak, kalah dalam pertandingan. Peserta ini terjatuh di tanah yang basah dan berlumpur. Akibat ini, sebagian tubuh peserta yang terjatuh diselimuti tanah liat.

Satu di antara yang ikut lomba tarik tambang ialah Bayu Akmal (15), yang hanya mengenakan celana pendek dan berbaju kaos oblong. Pria bertubuh gelap ini mengungkapkan rasa senang mengikuti acara permainan yang digelar pekerja sosial Tagana Bulungan.

“Senang bisa ikut tarik tambang. Buat mengisi waktu saja, menghilangkan rasa jenuh,” katanya kepada Tribun usai mengikuti lomba tarik tambang yang timnya keluar sebagai pemenang.

Belakangan ini, di antara mereka, para pengungsi sudah ada yang menyatakan jenuh bertempat tinggal di pengungsian Balai Diklat Bulungan. Sebab aktivitasnya di tempat pengungsian sifatnya terbatas. Perbedaannya jauh sama sekali seperti saat mereka tinggal di lahan hunian pertanian di Desa Penisir, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan.

Ketika ditemui, Rina Lesmana (40), aktivis senior Tagana Bulungan, menjelaskan, tujuan diselenggarakannya permainan lomba lebih sebagai sarana penghibur diri, menghilangkan rasa bosan. “Permainan-permainan yang kami buat, dilangsungkan secara sederhana. Hadiahnya tidak besar, hanya makanan ringan saja,” ungkapnya.

Namun intinya, digelarnya permainan di pengungsian bekas pengikut Gafatar Bulungan lebih untuk menciptakan rasa kebersamaan, mempererat tali pertemanan pengungsi dengan para aktivis Tagana.

“Kita bisa berbahagia bersama-sama. Lihat saja banyak kejadian-kejadian lucu menghibur saat mereka beraksi di permainan lomba,” kata Rina, wanita kelahiran Tanjung Palas ini.[2]

Belajar Membuat Prakarya Seni
SUDAH hampir seminggu, bekas para pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, bertempat tinggal di pengungsian Balai Diklat Bulungan. 


Puluhan anak-anak bekas pengikut organisasi Gafatar mengikuti kegiatan belajar keterampilan seni menggambar dan melipat kertas di mushollah Balai Diklat Bulungan, Jalan Agatis, Tanjung Selor, Sabtu 6 Februari 2016 pagi. Mereka diungsikan di Balai Diklat sudah hampir seminggu. (Photo by budi susilo)


Para pengungsi, terutama kalangan anak-anak di tempat pengungsian mengisi waktu dengan belajar sambil bermain. Selama di tempat Desa Pejalin Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, hingga di tempat pengungsian, mereka ini tidak bersekolah formal.

Pada Sabtu 6 Februari 2016 pagi, sebanyak puluhan anak-anak bekas pengikut organisasi Gafatar mengikuti kegiatan belajar keterampilan seni menggambar dan melipat kertas warna di pengungsian.

Hal itu terpantau Tribunkaltim, anak-anak berusia empat sampai enam tahun ikut belajar membuat prakarya seni, yang dilangsungkan di musholah Gedung Balai Diklat Kabupaten Bulungan, Jalan Agatis, Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara.

Satu di antaranya, Abraham, bocah berumur enam tahun ini mengikuti belajar, mengisi lembar jawaban yang berisikan gambar-gambar bidang.
Gambar-gambar yang ada di kertas ini nantinya dipotong-potong untuk ditempelkan lagi di sebuah pola gambar.

“Ini bentuk segitiga. Yang ini bujur sangkar,” ujarnya menunjukkan hasil karyanya kepada Tribun, yang juga didampingi seorang guru Paud Pelita Madani, Tanjung Selor.

Keceriaan anak-anak tampak diraut wajah mereka. Kegiatan belajar itu memberikan rasa bahagia. Anak-anak terhanyut mengikuti kegiatan belajar, tidak ada yang rewel, semua anak terlibat dalam pembuatan karya seni.

Saat ditemui, Tati Hartati, guru Paud Pelita Madani, tujuan digelarnya pendidikan ini untuk menumbuhkan kreativitas anak-anak. Sajian belajarnya mengenal bentuk-bentuk gambar dan meliat kertas. Jari-jari tangan bisa bergerak, anak-anak bisa belajar sambil bermain.

“Semoga mereka tidak jenuh. Bisa menghilangkan kebosanan. Sudah hampir seminggu tinggal di tempat pengungsian, tidak pergi kemana-mana. Belajar disini, mereka bisa mendapat kebahagiaan,” kata Tati, yang lahir di Salimbatu 24 Juni 1979 ini.

Dia mengajar di tempat itu hanya bertugas saja, memberikan pelayanan pengajaran bagi anak-anak. Tati tidak tahu persis mengenai keberadaan nasib para mantan pengikut Gafatar ini. “Saya tidak tahu, mereka akan pulang ke kampung halamannya kapan,” ujarnya, yang menggunakan jilbab coklat.[3] ( ) 


[1] Koran Tribunkaltim, “Eks Gafatar Dipulangkan ke Daerah Asal; Tak Ada Opsi Ikut Transmigrasi,” terbit pada Rabu 10 Februari 2016, di halaman 23, pada rubrik Tribunline.
[2] Portal Tribunkaltim.co, “Keceriaan Wajah Polos Anak-anak Eks Gafatar Main Tarik Tambang,” di rubrik Kalimantan daerah Tanjung Selor. http://kaltim.tribunnews.com/2016/02/10/keceriaan-wajah-polos-anak-anak-eks-gafatar-main-tarik-tambang
[3] Koran Tribunkaltim, “Aktivitas Anak-anak Keluarga Eks Gafatar Bulungan: Jauhkan Rasa Jenuh Belajar Seni Melipat Kertas,” terbit pada Minggu 7 Februari 2016, pada halaman 2, di rubrik Tribunkaltara.

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN