CERITA BEKAS PENGIKUT GAFATAR
Tak Ada Pilihan Transmigrasi
Nasib para pengungsi eks pengikut
organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah Kabupaten Bulungan,
Provinsi Kalimantan Utara, masih mengambang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan
sudah memilih keputusan untuk memulangkan ke daerah asal tanpa menerimanya di
program transmigrasi, namun belum jelas kapan akan dipulangkan.
DEMIKIAN diungkapkan, Penjabat
Bupati Bulungan, Syaiful Herman usai melakukan rapat khusus yang membahas
mengenai pengungsi eks Gafatar di ruang kerja Bupati Bulungan, Jalan Raya
Jelarai, Selasa 9 Februari 2016 sore.
Pertemuan rapat itu menghadirkan
di antarnya Kepala Dinas terkait, Letkol Infrantri Gema Repelita Dandim 0903
Tanjung Selor, dan Kapolres Bulungan, AKBP Ahmad Sulaiman. Rapat dilangsungkan
sejak pukul 14.00 Wita hingga 16.00 Wita.
Pertemuan tersebut bersifat
terutup bagi media massa. Kepada Tribun, Syaiful mengungkapkan, pemerintah
daerah masih belum bisa memutuskan waktu yang tepat untuk memulangkan para
pengungsi yang jumlahnya ratusan tersebut.
“Nanti kami koordinasikan terlebih
dahulu dengan Penjabat Gubernur kaltara,” ungkap pria berlatar belakang
pendidikan tinggi jurusan Administrasi Pemerintahan ini.
Ia mengungkapkan, sebagai langkah
awal, dirinya akan membuat laporan mengenai pengungsi Gafatar di Bulungan, agar
bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi Kaltara.
“Malam ini kami akan serahkan
laporannya ke Pak Pj Gubernur. Kami perlu juga melibatkan provinsi, menjalankan
fungsi koordinasi antar pemerintah daerah,” ujar Syaiful.
Menurutnya, nanti dana pemulangan
para pengungsi Eks Gafatar rencananya akan diambil dari anggaran daerah.
“Kemungkinan nanti kami sharing (bagi berdua) dengan Pemprov, untuk soal dana
pemulangannya,” ungkapnya.
Mengenai opsi ditampung dalam
program transmigrasi di Kabupaten Bulungan, Syaiful menegaskan, tidak ada.
Berdasarkan hasil rapat musyawarah dengan beberapa tokoh masyarakat, agama, dan
adat, bekas pengikut Eks Gafatar ada baiknya dipulangkan ke daerah asal.
“Kami tidak tampung mereka ke
program transmigrasi. Kami sudah berupaya untuk melakukan pembinaan selama
seminggu lebih. Mereka supaya mendapat pencerahan. Di daerah lain belum tentu
ada,” ujar Syaiful.
Senada dengan Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan, Syarwani pun menyatakan, sebaiknya Pemkab
Bulungan melakukan pemulangan para bekas pengikut Gafatar Bulungan. Tidak boleh
ditaruh dalam program transmigrasi.
“Pulangkan saja. Saya pikir pasti
pemda punya dana untuk memulangkan mereka,” tegasnya belum lama ini, saat
ditemui Tribun di Pasar Induk Tanjung Selor.
Namun dirinya juga mengapresiasi
atas langkah Pemkab Bulungan yang telah berupaya melakukan edukasi dan
pembinaan kepada ratusan orang bekas pengikut Gafatar.
“Diberi motivasi semangat hidup.
Diberikan wawasan kebangsaan dan keagamaan adalah langkah yang tepat supaya
mereka bisa kembali lagi ke asalnya,” tutur politisi Golkar ini.
Dia menambahkan, pemulangan
merupakan kebijakan yang tepat daripada menampungnya di dalam program
transmigrasi Bulungan. Sebab bila para pengungsi itu akan ikut transmigasi sebaiknya
ikut di periode mendatang.
“Seperti orang naik haji, mereka
tunggu kloter dahulu di daerah asal. Ikut mengantri, baru bisa transmigrasi,”
ujar Syarwani, pria kelahiran Tanjung Palas ini.
Syarwani menganalisis, jika para
eks Gafatar itu dipaksakan ikut program transmigrasi lokal di daerah Kabupten
Bulungan, tentu saja akan membawa dampak bagi yang lainnya, dan akan rawan
konfik dengan masyarakat setempat, yang ada di luar Gafatar.
“Bisa saja pengaruh Gafatarnya
nanti akan kembali lagi. Lalu mempengharuhi yang lainnya. Sebaiknya dipulangkan
saja dahulu. Kalau mau ikut transmigrasi ikut saja lewat yang jalur resmi
pemerintah, Kementrian Transmigrasi,” tegasnya.[1]
Bermain Bersama Hilangkan Kejenuhan
SEJUMLAH anak-anak dari para
keluarga bekas pengikut organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah
Kabupaten Bulungan saat liburan Imlek melakukan permainan yang mengandalkan
otak dan fisik.
Acara ini dilakukan di tempat
pengungsian Gedung Balai Diklat Bulungan, yang berada dibilangan Jalan Agatis,
Tanjung Selor, Senin 8 Februari 2016, yang dipandu secara langsung dari tim
Tagana Dinas Sosial.
Pengamatan Tribun, permainan yang diperagakan itu di antaranya ada tarik tambang
berjamaah, dan permainan estafet kelereng yang membutuhkan tenaga fisik,
strategi jitu, dan kerjasama yang baik antar satu tim.
Kontan dengan gelaran permainan
tersebut, menjadi perhatian banyak orang. Orang-orang tua mereka turut
menyaksikan aksi unjuk gigi anak-anaknya dalam perlombaan itu.
Aksi peserta lomba menghibur para
penonton. Misalnya saat adu tarik tambang, ada satu tim yang pesertanya
anak-anak, kalah dalam pertandingan. Peserta ini terjatuh di tanah yang basah
dan berlumpur. Akibat ini, sebagian tubuh peserta yang terjatuh diselimuti
tanah liat.
Satu di antara yang ikut lomba
tarik tambang ialah Bayu Akmal (15), yang hanya mengenakan celana pendek dan
berbaju kaos oblong. Pria bertubuh gelap ini mengungkapkan rasa senang
mengikuti acara permainan yang digelar pekerja sosial Tagana Bulungan.
“Senang bisa ikut tarik tambang.
Buat mengisi waktu saja, menghilangkan rasa jenuh,” katanya kepada Tribun usai
mengikuti lomba tarik tambang yang timnya keluar sebagai pemenang.
Belakangan ini, di antara mereka,
para pengungsi sudah ada yang menyatakan jenuh bertempat tinggal di pengungsian
Balai Diklat Bulungan. Sebab aktivitasnya di tempat pengungsian sifatnya
terbatas. Perbedaannya jauh sama sekali seperti saat mereka tinggal di lahan
hunian pertanian di Desa Penisir, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan.
Ketika ditemui, Rina Lesmana (40), aktivis senior
Tagana Bulungan, menjelaskan, tujuan diselenggarakannya permainan lomba lebih
sebagai sarana penghibur diri, menghilangkan rasa bosan. “Permainan-permainan
yang kami buat, dilangsungkan secara sederhana. Hadiahnya tidak besar, hanya
makanan ringan saja,” ungkapnya.
Namun intinya, digelarnya
permainan di pengungsian bekas pengikut Gafatar Bulungan lebih untuk
menciptakan rasa kebersamaan, mempererat tali pertemanan pengungsi dengan para
aktivis Tagana.
“Kita bisa berbahagia
bersama-sama. Lihat saja banyak kejadian-kejadian lucu menghibur saat mereka
beraksi di permainan lomba,” kata Rina, wanita kelahiran Tanjung Palas ini.[2]
Belajar Membuat Prakarya Seni
SUDAH hampir seminggu, bekas para
pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) wilayah Kabupaten Bulungan, Provinsi
Kalimantan Utara, bertempat tinggal di pengungsian Balai Diklat Bulungan.
Para pengungsi, terutama kalangan
anak-anak di tempat pengungsian mengisi waktu dengan belajar sambil bermain. Selama di tempat Desa Pejalin
Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, hingga di tempat pengungsian,
mereka ini tidak bersekolah formal.
Pada Sabtu 6 Februari 2016 pagi,
sebanyak puluhan anak-anak bekas pengikut organisasi Gafatar mengikuti kegiatan
belajar keterampilan seni menggambar dan melipat kertas warna di pengungsian.
Hal itu terpantau Tribunkaltim,
anak-anak berusia empat sampai enam tahun ikut belajar membuat prakarya seni,
yang dilangsungkan di musholah Gedung Balai Diklat Kabupaten Bulungan, Jalan
Agatis, Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara.
Satu di antaranya, Abraham, bocah
berumur enam tahun ini mengikuti belajar, mengisi lembar jawaban yang berisikan
gambar-gambar bidang.
Gambar-gambar yang ada di kertas
ini nantinya dipotong-potong untuk ditempelkan lagi di sebuah pola gambar.
“Ini bentuk segitiga. Yang ini
bujur sangkar,” ujarnya menunjukkan hasil karyanya kepada Tribun, yang juga didampingi seorang guru Paud Pelita Madani, Tanjung Selor.
Keceriaan anak-anak tampak diraut
wajah mereka. Kegiatan belajar itu memberikan rasa bahagia. Anak-anak terhanyut
mengikuti kegiatan belajar, tidak ada yang rewel, semua anak terlibat dalam
pembuatan karya seni.
Saat ditemui, Tati Hartati, guru
Paud Pelita Madani, tujuan digelarnya pendidikan ini untuk menumbuhkan
kreativitas anak-anak. Sajian belajarnya mengenal bentuk-bentuk gambar dan
meliat kertas. Jari-jari tangan bisa bergerak, anak-anak bisa belajar sambil
bermain.
“Semoga mereka tidak jenuh. Bisa
menghilangkan kebosanan. Sudah hampir seminggu tinggal di tempat pengungsian,
tidak pergi kemana-mana. Belajar disini, mereka bisa mendapat kebahagiaan,”
kata Tati, yang lahir di Salimbatu 24 Juni 1979 ini.
Dia mengajar di tempat itu hanya
bertugas saja, memberikan pelayanan pengajaran bagi anak-anak. Tati tidak tahu
persis mengenai keberadaan nasib para mantan pengikut Gafatar ini. “Saya tidak
tahu, mereka akan pulang ke kampung halamannya kapan,” ujarnya, yang
menggunakan jilbab coklat.[3] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Eks Gafatar
Dipulangkan ke Daerah Asal; Tak Ada Opsi Ikut Transmigrasi,” terbit pada Rabu
10 Februari 2016, di halaman 23, pada rubrik Tribunline.
[2]
Portal Tribunkaltim.co, “Keceriaan
Wajah Polos Anak-anak Eks Gafatar Main Tarik Tambang,” di rubrik Kalimantan
daerah Tanjung Selor. http://kaltim.tribunnews.com/2016/02/10/keceriaan-wajah-polos-anak-anak-eks-gafatar-main-tarik-tambang
[3]
Koran Tribunkaltim, “Aktivitas
Anak-anak Keluarga Eks Gafatar Bulungan: Jauhkan Rasa Jenuh Belajar Seni
Melipat Kertas,” terbit pada Minggu 7 Februari 2016, pada halaman 2, di rubrik
Tribunkaltara.