DESA BINAI KALIMANTAN UTARA
Puas Menghirup Udara
Segar
Anda mungkin pernah
mendengar atau melihat gelaran Pesta Meja Panjang di Kalimantan Utara
(Kaltara). Seremonial ini biasanya digelar masyarakat desa dalam rangka untuk
menyambut tahun baru masehi. Desa Binai adalah tempat yang pernah
menyelenggarakan acara ini.
RASA
penasaran saya terbangun. Di saat cuaca sedang cerah, pada Selasa 1 Desember
2015, saya menafaatkan kesemaptan ini untuk menyambangi Desa Binai yang
lokasinya berada dalam pelukan Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten
Bulungan, Provinsi Kaltara.
Berangkat
dari perkotaan Tanjung Selor, melalui jalur darat menggunakan kendaraan roda
empat sungguh nikmat dan spesial. Sebab selama dalam perjalanan saya disuguhkan
panorama alam yang alami dan beberapa rumah penduduk yang masih terbuat dari
bahan kayu.
Belum lagi
ada goyangan kendaraan akan membuat kesan perjalanan anda. Selama menempuh
perjalanan anda akan banyak menemukan jalan berlubang dan berbatu kerikil,
dijamin anda tidak akan mengantuk dalam perjalanan, memaksa anda untuk melihat
pemandangan alam yang asri.
Waktu tempuh
ke Desa Binai dari perkotaan Tanjung Selor, tidak akan memakan waktu sampai
tiga jam. Jaraknya lumayan dekat, dan tidak akan bakalan tersesat, sebab sudah
tersedia jalan raya menuju kesana.
Jalan yang
tersedia lebar. Apalagi saat sudah tiba di perkampungan Desa Binai, jalan
desanya bisa dilalui mobil. Namun harap maklum, waktu saya berkunjung, kondisi
jalan desanya masih berkondisi buruk, belum beraspal masih bertanah lumpur,
maklum saja usai diguyur hujan.
Ciri khas
desa ini, saat tiba kita akan melihat rumah adat yang besar. Berdiri kokoh, di
tengah-tengah pemukiman penduduk desa. Rumah adatnya dibuat dari bahan kayu
kuat, yang diukir-ukir dengan cita rasa seni tinggi khas budaya masyarakat
Kalimantan.
Kesan
menginjak bumi Desa Binai, saya serasa berada dalam lingkungan ‘surga’ yang
dirindukan. Desa ini masih bisa dibilang bebas dari polusi kendaraan bermotor
dan asap industri. Saya bisa puas menghirup udara yang segar, sambil sesekali
menikmati pemandangan alam desa yang rindang dan tentram.
Sulit Sinyal Komunikasi
Desa Binai
sendiri dibentuk tahun 2005. Berarti usianya telah menginjak 10 tahun. Umur ini
bisa dibilang melangkah ke periode remaja. Desa ini tengah melangkah menuju
cita-cita yang diharapkan. Namun, segudang harapan masih ada yang belum bisa
diwujudkan.
Seperti
halnya, pengadaan kebutuhan aliran listrik. Desa ini masih kesulitan mendapat
infrastuktur listrik. Sebagian besar mereka yang menikmati listrik mengandalkan
mesin genset berbahan bakar sumber daya alam fosil.
Kemudian,
yang berikutnya, akses telekomunikasi di desa ini masih terkunci. Buat mereka
yang memiliki dawai atau telepon seluler tidak bisa dimanfaatkan di desa ini.
Soalnya sinyal telekomunikasi tak mampu tembus Desa Binai. Ada sebagian warga
desa memiliki dawai, namun hanya difungsikan sekedar untuk merekam gambar.
Sinyal
telekomunikasi di Desa Binai itu seperti emas permata, bendanya sulit dicari.
Ada pengakuan, Veramisepti, 21 tahun, wanita Desa Binai, sejak satu tahun lalu
sudah memiliki dawai android. “Desa saya sulit sinyal. Kalau ada sinyal paling
hanya satu gelombang saja. Tapi cari sinyal harus ditempat tertentu saja,”
katanya.
Nama Binai Mengandung Makna Positif
Masyarakat
Desa Binai masih mengental kehidupan pedesaan. Yang hidup di desa ini tidak
hanya satu suku saja, sudah beragam suku bertempat tinggal di desa ini. Ada
dari Dayak, ada Bugis, ada Jawa, dan yang lain-lainnya.
Ketika
ditemui, Kepala Desa Binai, Hamsyah Djuma’an, mengatakan, kehidupan masyarakat
Desa Binai mewujudkan rasa kekeluargaan. Jika ada persoalan desa diselesaikan
secara musyawarah.
Selama
berdiri, desa ini tidak pernah dirundung soal intoleransi, satu sama lain
saling menghargai mesti ada perbedaan kebutuhan dan pemikiran. Semuanya damai.
Kadang, masalah memang pernah muncul, namun diselesaikan secara kekeluargaan,
tidak melalui kekerasan konflik fisik.
“Desa kami
sedang menuju tahapan proses pembangunan. Dana desa yang diperoleh sedang kami
gunakan untuk menggarap jalan desa. Belum lama ini kami sudah membuat jalan
utama desa,” ungkapnya.
Secara garis
sejarah, nama Desa Binai diambil dari bahasa Indonesia. Kata Binai sendiri
merupakan singkatan dari beberapa kata. Semua kata-katanya mengandung nilai
positif, bermakna bagus.
“Yang memakai nama Binai belum ada. Mungkin baru kami satu-satunya yang pakai nama Desa Binai. Ditempat lain sulit temukan nama yang sama,” tuturnya.
“Yang memakai nama Binai belum ada. Mungkin baru kami satu-satunya yang pakai nama Desa Binai. Ditempat lain sulit temukan nama yang sama,” tuturnya.
Dia
menjelaskan, nama Binai itu tersediri dari kata Bersih, Indah, Aman dan Idaman.
Diharapkan, kata Hamsyah, nama Binai bisa terwujud dalam kehidupan sehari-hari,
mendambakan menjadi desa yang layaknya serpihan surga yang jatuh ke bumi
Bulungan, Kaltara. “Ingin sebagai desa yang diidamkan bagi semua orang,”
ujarnya.[1] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Desa Binai
Kalimantan Utara: Puas Menghirup Udara Segar,” terbit pada Minggu 27 Desember
2015, pada halaman 24, di rubrik Style Jalan-jalan.
Komentar
Posting Komentar