SUMPAH PEMUDA KALIMANTAN UTARA
Di Bawah Payung Langit Mendung
Saat gumpalan langit hitam memayungi
lapangan Agatis Tanjung Selor, Penjabat Gubernur Kalimantan Utara, Triyono Budi
Sasongko keluar dari area pendopo, meninggalkan istri dan tamu-tamu upacara
lainnya.
DIA dipersilahkan
maju ke tengah lapangan untuk memberikan pidato amanat peringatan hari Sumpah
Pemuda yang diberi tajuk Semangat Revolusi Mental, pada Rabu 28 Oktober 2015.
Atmosifr pagi
itu sedang mendung dan langit tak menurunkan rintik hujan. Sebagian lapangan
pun, dihiasi titik-titik genangan air hujan bekas semalam. Namun, pantauan kala
itu, seremonial tersebut tetap berjalan dengan khidmat.
Berbusana jas
safari hitam yang dilengkapi dengan dasi merah, Triyono tetap terlihat tak
gentar. Dia yang didampingi seorang ajudan mendekati mikropon yang sudah
disediakan di tengah lapangan. Triyono menyampaikan amanat Sumpah Pemuda.
Hampir ada
ratusan muda-mudi ikut di upacara amanat itu. Pramuka, pelajar SLTA, organisasi
kepemudaan hingga angkatan militer memadati lapangan yang berdekatan dengan
Bandar Udara Tanjung Harapan.
Satu hal yang
penting, pesan Pj Gubernur Kaltara kepada seluruh pemuda untuk turun tangan mendukung
gerakan keseimbangan iklim, menyatakan ikrar menjaga tanah dan air demi
keberlangsungan hidup.
“Kita semua
satu tanah air. Semua agama mengajarkan kita semua untuk mau melestarikan alam,
menjaga ekosistem,” ujar pria asal Purbalingga, Jawa Tengah ini.
Disadari,
bahwa bencana kabut asap yang melanda di beberapa daerah merupakan kesalahan
bangsa Indonesia sendiri. Munculnya titik-titik api di provinsi tertentu
memberi dampak buruk bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Hukum alam
itu nyata. Sunahtullah. Manusia
adalah pelakunya. Berlaku merusak dan serakah, alam akan hancur, yang rugi juga
manusianya sendiri,” kata Triyono.
Terpisah,
Kepala Adat Tidung Bulungan, Yunus Idris, usai mengukuti Urun Rembug Kapsul Waktu 2085, di ruang serba guna kantor Gubernur
Kaltara, menilai, bencana kabut asap yang melanda pulau Kalimantan akibat dari
pembukaan lahan penggarapan kebun sawit.
Dia
membantah, pembakaran lahan perkebunan itu dilakukan secara besar-besaran oleh
masyarakat lokal. Selama ini, petani kebun yang membakar lahan difungsikan
sebagai kebun padi, untuk pemenuhan kebutuhan pangan saja.
“Membakarnya
tidak luas. Paling hanya satu hektar saja. Pembakaran lahannya diawasi supaya
tidak merembet kemana-mana. Dilakukan saat musim-musim tanam, pada Agustus.
Bukan bulan-bulan sekarang,” ungkap Yunus. (
)
Komentar
Posting Komentar