ASAP
Asap
Paling enak itu, ketika
melintas persis di depan gerobak tukang sate yang sedang memanggang potongan
daging kambing. Asap masakannya menghembus, merasuk ke dalam lubang hidung,
sedap menggugah selera kuliner.
PALING nyaman
itu, saat berada di istana negara Jakarta, tak terkena kiriman bencana kabut
asap bakaran hutan, bebas menghirup udara segar taman-taman istana, kaya akan
rimbunan pohon yang memberi oksigen bersih.
Dan paling,
bila disuruh bertempat tinggal di daerah perkotaan Tanjung Selor, orang-orang
pastinya akan berpikir ulang. Soalnya, asap yang ada di Tanjung Selor ini bukan
asap masakan, apalagi asap embun pagi.
Asap yang ada
di ibukota Provinsi Kalimantan Utara ini merupakan asap bekas bakaran hutan. Akibat
kiriman asap ini, jarak pandang di Tanjung Selor hanya 300 hingga 500 meter.
Kesannya, jadi seperti di bait lagu band Naif, “Curi-curi pandang”.
Berdasarkan
catatan, Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) Tanjung Selor, pada Sabtu 18 Oktober 2015, sumber asap
dari daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Sumpah,
nestapa sekali Kota Tanjung Selor ini. Bukannya diselumuti jaringan wifi
internet yang handal, tetapi sebaliknya, daerah pemekaran dari Kabupaten
Bulungan ini dilingkupi kabut asap pekat.
Jika mau
tahu, Tanjung Selor itu tidak lapar kabut asap. Sebenarnya dalam lubuk hati
yang terdalam, Tanjung Selor berteriak lantang, “Sangat ingin sekali makan
banyak infrastruktur publik, bukan kenyang asap kebakaran lahan!.”
Sekarang ini,
Kota Tanjung Selor masih bisa dibilang bukan golongan seperti kota-kota besar
Tangerang dan Jakarta, yang daerahnya dihiasi polusi asap-asap kenalpot
kendaraan bermotor.
Daerah yang
dikelilingi banyak anak sungai ini masih berkesan pedesaan. Jumlah kendaraan
bermotor di Tanjung Selor masih sepi. Jumlah motor dan mobilnya masih bisa
dihitung dengan jari, jalanannya masih lengang, lalu-lintasnya tidak pernah
macet. Tetapi kesannya, seperti di kota besar saja. Udaranya tidak berkualitas,
sangat tidak menyehatkan.
Sampai kapan
ini akan berlangsung. Apakah mesti menunggu munculnya ratusan korban saluran
pernapasan akibat kabut asap di Tanjung Selor ? Tentu saja tidak.
Penyelesaiannya ada di aparat penegak hukum sendiri, mereka yang telah terbukti
secara fakta telah membakar dan merusak hutan, mesti tegas, mereka diberi
hukuman seberat-beratnya dan ada efek jera. ( )
Komentar
Posting Komentar