ANGKOT TANJUNG SELOR
Mobil Tua yang Diandalkan
Dalam benak tak pernah
terbayang akan bertempat tinggal di sebuah provinsi terbaru bernama Kalimantan
Utara. Menyentuh tanah Tanjung Selor, sebagai ibukota dari Provinsi Kalimantan
Utara, merupakan pengalaman yang patut disyukuri. Sebab kapan lagi bisa
merasakan tempat yang sepi, tentram, dan damai ini.
AWAL Januari
2015, ialah momen dimulainya saya tiba di perkotaan Tanjung Selor. Kesan
pertama kali datang, tempat ini tidak tampak seperti perkotaan, lebih pas
sebagai pedesaan yang hening.
Jalan-jalan
beraspalnya tidak banyak dihiasi lalu-lalang kendaraan bermotor, hanya terlihat
satu sampai tiga sepeda motor dan mobil. Transportasi umum seperti angkot pun
dirasa langka. Pertama kali datang, bertanya-tanya, apakah di Tanjung Selor ini ada angkutan umumnya.
Namanya
Tanjung Selor, daerah ini berdekatan dengan Sungai Kayan dan dikelilingi
beberapa anak-anak sungai. Perkotaan ini dibentuk menjadi kotamadya pada tahun
2012. Sebelum dimekarkan, daerah ini merupakan sebuah kecamatan dalam Kabupaten
Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur.
Wajar
kemudian, ibarat bayi baru lahir, Tanjung Selor belum bisa disamakan dengan
kota-kota yang lainnya seperti Kota Tangerang, Kota Manado, Kota Bogor, apalagi
Kota Balikpapan, yang banyak ‘disemuti’ angkot-angkot.
Bagi Tanjung
Selor, angkutan umum seperti angkot sudah ada, namun kondisinya tidak layaknya
angkot yang ada di kota-kota yang saya sebutkan tadi. Angkot di Tanjung Selor
warnanya masih belum seragam.
Dalam satu
trayek ada ragam warna. Kita tidak akan bisa membedakan mana angkutan umum dan
mana yang mobil pribadi. Tetapi ada ciri yang bisa kita kenali dari
angkot-angkot Tanjung Selor ini.
Angkot yang beredar di Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara |
Di antaranya,
di mobil tertempel stiker bulat bergambar A, B, atau C. Simbol-simbol ini
adalah area trayek angkot. Kemudian, mobilnya bertipe carry bermuatan tujuh orang dengan beban angkut 60 kilogram.
Kebanyakan,
usia mobilnya sudah uzur, lajunya terseok-seok. Fisiknya banyak yang terlihat
‘keriput’ suram, asap kenalpotnya pun kadang tidak mau kalah dengan kepulan
kabut asap kebakaran hutan di Kalimantan.
Tarif
angkotnya sudah ada ketetapan resmi dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bulungan.
Namun kadang dalam praktiknya, antara sopir dan penumpang masih terjadi
tawar-menawar. Jika tidak jago menawar, maka anda akan mendapat pungutan tarif
yang jauh lebih mahal dari ketetapan harga resmi dari pemerintah.
Ada berbagai
alasan sopir-sopir angkot menerapkan kebijakan penawaran harga kepada calon
penumpangnya. Yakni, jika penumpangnya hanya satu atau dua orang, maka tarif
yang dikenakannya akan jauh lebih mahal dari harga resmi.
Logikanya
sopir akan merugi, jika pergi mengantar satu atau dua orang penumpang
saja. Uang yang diperoleh dari konsumen
hanya sedikit. Biaya bensin yang dikeluarkan tidak sebanding dengan apa yang
didapat dari jasa sewa angkutnya.
Siapa yang
mau sopir seperti itu. Umumnya tidak ada yang mau. Sebab sopir itu juga
manusia, butuh keuntungan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Kecuali jika saat
itu angkotnya terisi banyak penumpang, semua bangku terisi semua, mungkin akan
lain cerita, sopir tak akan ‘buntung’ malah untung dong.
Izin Trayek 165 Angkot Terancam
Dicabut
TERHITUNG
sejak tahun 2014, ada 165 mobil angkutan umum (angkot) berplat kuning yang
beredar di Kabupaten Bulungan tidak memiliki kartu pengawas trayek. Angka 165
ini merupakan total dari keseluruhan jumlah angkot di Bulungan sebanyak 331
mobil.
Hal itu
diungkapkan, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Infromatika Kabupaten Bulungan,
melalui Mulyono Kepala Seksi Lalu-lintas Angkutan Darat, kepada Tribun, pada Senin 12 Oktober 2015, di ruang
kerjanya, Jl Jelarai Tanjung Selor.[1]
Kata dia,
kartu pengawas trayek merupakan bukti yuridis pengemudi angkutan umum. Bila
tidak memiliki kartu ini maka pengemudi tidak berhak untuk beredar menawarkan
jasa transportasi.
“Pengurusan
perpanjangnya hanya satu kali saja. Tidak berbelit-belit, pengurusannya cepat,
tidak lama,” ujar Mulyono, pria yang merupakan kelahiran Kota Tarakan.
Penarapan
kartu pengawas trayek berdasarkan payung hukum Surat Keputusan Bupati Nomor 503
tahun 2003 mengenai Penetapan Trayek dalam Penyelenggaraan Angkutan Orang dan
Barang di Jalan dan Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 16 tahun 1998
tentang Penumpang Barang dengan Mobil Penumpang Umum.
Menurut
Mulyono, tujuanya kewajiban pengemudi memiliki kartu pengawas trayek agar ada
keteraturan antara satu sopir dengan sopir yang lain dan menciptakan ketertiban
umum. Biaya retribusi perpanjangan kartunya sebesar Rp 65 ribu per tahun.
“Kalau kita
tidak atur nanti siapa saja bisa bebas merampas jalur trayek. Yang rugi
pengusaha angkot sendiri. Makanya kita mesti tegakkan aturannya,” ungkapnya
yang punya hobi menyanyi ini.
Dia
menegaskan kepada para sopir yang belum memperpanjang kartu pengawas trayek,
sebanyak 165 mobil, diharapkan dengan segera memproses. Bagi yang tidak
membayar pada waktunya diberlakukan sanksi administrasi bunga sebesar 2 persen
tiap bulan dari jumlah retribusi terutang.
“Jika tidak
ada kabar kejelasan sampai bertahun-tahun ancamannya akan dihapus izin
trayeknya. Atau ditemukan beroperasi sampai tidak ada kartunya akan bisa juga
kena sanksi pidana,” kata Mulyono, bapak beranak lima ini.
Sopir Mengeluh Sepi Penumpang
SIANG itu,
Sulaiman, 32 tahun, satu di antara sopir angkot yang sedang duduk di halaman
parkir Pasar Induk Tanjung Selor, pada Senin (12/10). Pria berambut lurus ini
menunggu calon penumpang yang akan naik di mobilnya.[2]
Saban hari
berkeliling sangat susah mencari penumpang. Daripada tidak ada kerja, lebih
baik berangkat mencari uang menawarkan jasa transportasi. Lumayan
pengahasilannya hanya cukup untuk biaya konsumsi sehari-harinya.
“Sekali dua
putaran paling hanya tiga sampai empat penumpang saja. Penghasilan hanya cukup
buat makan minum saja,” kata Sulaiman.
Ia mencoba
menganalisa, faktor sepinya penumpang karena sebagian besar warga Tanjung Selor
sudah mengandalkan alat transportasi sepeda motor. Uang muka dan cicilan ringan
kredit motornya, membuat banyak orang mudah memiliki.
“Belum lagi
bensin juga mahal. Susah mau dapat bensin yang subsidi. Sering habis dan banyak
mengantri. Paling sering saya beli bensin di tempat pengecer yang harganya jauh
lebih mahal,” ujar Sulaiman.
Gambaran itu
sangat berbeda dengan apa yang dihimpun Dinas
Perhubungan Kabupaten Bulungan tahun 2014, yang menyatakan jumlah penumpang
yang terangkut pada angkot telah meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk.
Yang naik ada 2.797.000 orang dengan asumsi per angkot bisa angkut 25 orang per
hari.
TRAYEK Angkot di Kabupaten Bulungan:
Angkot A: Perkotaan Tanjung Selor-Kilometer 12
Angkot B: Angkutan Desa di Tanjung Palas Timur
Angkot C: Angkutan Desa di Tanjung Palas
Komentar
Posting Komentar