MENAPAK KE DESA TENGKAPAK
Menapak Ke Desa Tengkapak
Aspal
hitam membentang panjang, tanpa lubang dan kerikil. Inilah karpet jalan saat menginjak bumi Desa
Tengkapak. Sambutan jalan yang mulus itu memberi sinyal bahwa kita telah tiba
di desa yang ada di Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Provinsi
Kalimantan Utara.
KALA itu, Sabtu 8 Agustus 2015 siang, mendatangi Desa
Tengkapak. Untuk menuju ke perdesaan ini sangat mudah diakses, sebab lokasinya
tidak jauh dengan perkotaan Tanjung Selor.
Desa ini sebagian besar dihuni masyarakat yang berasal
dari suku Dayak. Suasana desa masih sangat terasa. Perkebunan, rumah-rumah
pangungg kayu, dan petani masih sangat mudah ditemukan di desa ini.
Walau pun masih berstatus sebagai desa, infrastruktur
jalan desa ini terbilang baik, kondisinya lebih bagus dari keadaan jalan
yang ada di perkotaan seperti Jalan Raya Sengkawit Tanjung Selor yang banyak dihiasi lubang-lubang.
Keberadaan Desa Tengkapak masih sepi, bangunan-bangunan
beton dan pemukiman warga. Jalur lalu-lintasnya pun tidak disesaki kendaraan bermotor
yang berlalu-lalang, kebanyakan warga masih banyak yang berjalan kaki.
Menapaki Desa Tengkapak Kecamatan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan |
Dahulunya status daerah ini sebagai dusun dari Desa Jelarai Selor. Masuk di tahun anggaran 2015 ini, Desa Tengkapak memperoleh dana desa dari pemerintah pusat sebesar Rp 725.581.543 dengan acuan jumlah penduduk sekitar 1200 atau 330 kepala keluarga.
Saat menemui, Kepala Desa Tengkapak, Martinus Libang,
dikediamannya, mengungkapkan, sebagian besar mata pencarian warga Desa
Tengkapak masih mengandalkan dunia pertanian dan sebagai nelayan. Luas wilayah
desanya sekitar 12 ribu kilometer.
Desa ini memiliki potensi lahan subur dan sumber air yang
melimpah. Tidak heran, ungkap Libang, alamnya yang memiliki segudang air, maka ekonomi
pertaniannya ialah persawahan pasang surut. Sedangkan, lahan untuk mencari ikannya ada di
perairan Tarakan, yang daya tempuhnya butuh waktu satu jam.
Sejarahnya, dahulu kala era tahun 19780, Desa Tengkapak
belum ada, masih masuk wilayah Desa Jelarai Selor. Tidak banyak orang yang
bertempat tinggal, sebab kala itu lahanya dijadikan kawasan perkebunan cengkih,
jambu mete, dan coklat.
Mengingat jumlah penduduk semakin besar, dan banyak
pendatang ke Kecamatan Tanjung Selor, maka lahan dibuka untuk perkampungan
penduduk, dan saat di tahun 2007 dimekarkan menjadi desa tersendiri bernama
Desa Tengkapak.
Menurut Libang, nama Tengkapak sendiri diambil dari nama
sebuah sungai yang melewati desa tersebut. Sungai ini tidak pernah kering,
meski memasuki musim panas. Tengakapak berasal dari kata Kapak, yang berarti memiliki arti kerang.
”Desa punya buah khas lokal yang namanya buah Trap.
Rasanya manis. Bentuknya hampir mirip buah sukun,” ujarnya. Bagi anda yang
berkunjung ke desa ini, bila tepat berada di musim buah trap, tentu saja akan
menjadi barang oleh-oleh khas desa ini.
Gaya
Hidup Pebeke Kimet
Kebersamaan dalam keberagaman merupakan modal penting
bagi berdirinya Desa Tengkapak. Desa ini dihuni oleh banyak sub suku Dayak, di
antaranya ada Dayak Kayan, Dayak Makulit, Dayak Tepuk Jalan, Lepuk Tau, Uma
Lasan dan Lepuk Tepu.
Menurut Libang, bagi mereka warga pendatang, yang
merantau ke Desa Tengkapak berasal dari daerah hulu Malinau. “Seperti saya
bukan asli lahir dari Desa Tengkapak. Saya lahir di Long Ampung, Malinau,”
ujarnya.
Karena itulah, kata Libang, Desa Tengkapak mendirikan balai desa yang bernama Pebeke Kimet, yang memiliki makna persatuan pikiran. Kata dia, persatuan pikiran adalah pondasi membangun desa. Meski dihuni beragam suku, tetapi memiliki satu visi misi yang sama.
Perbedaan bukan dijadikan hambatan. Perbedaan tidak
memunculkan pertikaian. Perbedaan yang mengental dalam masyarakat Desa
Tengkapak, kata Libang sebagai kekuatan persatuan menuju kemajuan bersama.
“Sejarahnya di desa ini tidak pernah terjadi kerusuhan.
Desa kami selalu damai. Tidak pernah ada konflik. Kami selalu hidup dalam
kebersamaan dan persatuan,” ujar
Peresmian bangunan balai desa itu berlangsung pada 4
April 2009, yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Bulungan, Liet Ingai.
Diharapkan, lewat pembangunan balai desa menjadi nilai positif sebagai wadah
pertemuan warga desa. “Kami fungsikan untuk segala macam kegiatan. Baik itu
kegiatan agama, budaya, dan olah-raga,” katanya.
Setiap tahunnya, desa ini selalu menggelar acara
seremonial, malam syukuran tahun baru, dan perlombaan hari Kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus. “Kami biasanya menggelar lomba perahu di sungai
Kapak dan Selor,” kata Libang. ( )
Komentar
Posting Komentar