TEATER TARI KARTINI
Aku Tidak Mau Kawin
Aku mau
bebas
DUDUK manis di sebuah kursi
panjang berbusa merah, Kartini rupanya sedang dirundung kebimbangan. Pikirannya
menggelayut beban, ada semacam kebingungan yang dia rasakan, mengenai apakah cita-cita idealismenya dapat ia wujudkan.
Kartini, bernama lengkap
Raden Ajeng Kartini yang seorang gadis belia dari suku Jawa memiliki mimpi
tinggi adi luhur. “Aku tidak mau hidup ku berakhir begitu saja.”
Meski dirinya dilahirkan
dilingkungan keraton dengan segala fasiltas yang lengkap, Kartini terpanggil
ingin memajukan kaumnya, mau memikirkan masyarakat tertindas.
Selama hidupnya, jiwa sosial
Kartini tumbuh perkasa. Dirinya pernah mengabdi bagi bangsanya, dengan menggelar
pendidikan rakyat secara gratis tanpa ada pungutan uang sepeser pun. Ini dia
lakukan agar rakyatnya memiliki modal wawasan luas dan berkarakter tangguh.
Murid-muridnya yang pergi belajar di sekolah Kartini adalah kaum
perempuan. Dia ingin kaum perempuan
bangsanya cerdas, berkeperibadian pendidikan. “Akankah mimpi ku ini menjadi kenyataan.
Cita-cita ku terasa amat jauh.”
Dia menilai, kaum perempuan
bangsanya tidak boleh kalah dengan mereka bangsa-bangsa eropa, yang dianggap
selangkah lebih maju.
Ditemani dua saudaranya yang
perempuan, di bangku panjang berbahan kayu itu, Kartini bercerita penuh makna,
dia mencurahkan isi hatinya.
“Apakah yang dikatakan
kewajiban itu tidak mementingkan diri sendiri. Apakah yang dimaksud kewajiban
itu, tidak berkewajiban untuk mengembangkan diri.”
Kartini belia ingin
mengenyam pendidikan tinggi, seperti layaknya kaum laki-laki, tapi apa daya,
kultur tempat tinggalnya seakan mematikan cita-citanya untuk bersekolah
tinggi.
Perempuan-perempuan jaman
Kartini, tidak ada hak untuk mengenyam pendidikan formal. Perempuan tidak perlu
bersekolah tinggi sampai di luar negeri. Perempuan hanya perlu cakap untuk
berdandan, mengurus suami, dan anak saja.
“Tiga hari lalu ada
peristiwa penting. Aku dilamar seorang pangeran, Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Ayahku sangat
terharu, tidak mengira anaknya dilamar pengeran.”
Kartini menanggapinya dengan
risau yang teramat dalam, “Mengapa selalu saja ada jalan penghalang buat aku.
Sungguh aneh.”
Saking begitunya, Kartini
pun bertanya-tanya dalam dirinya sendiri. Dia seakan tidak percaya akan
peristiwa yang akan dialaminya ini.
“Kenapa dia tidak
mempersunting yang lain, perempuan yang lebih cantik, kaya, dan muda. Kenapa
mesti harus aku yang dipilih. Aku ini tidak cantik, tidak kaya dan tidak lagi
muda.”
Di lubuk hatinya yang
terdalam, gadis polos seperti Kartini ingin sekali bersekolah tinggi di negeri
Kincir Angin Belanda, layaknya kakak lelakinya.
Padahal dia ingat betul akan
pesan eyangnya, beberapa waktu yang silam pernah bercerita padanya, “Hidup
tanpa ilmu, akan membuat hidup tidak bahagia. Dinasti kita akan mundur.”
Kartini pun berusaha, segala
jurus dicoba, Kartini mendekati ayahnya, meyakinkan ke ayahnya, kalau Kartini
punya tekad untuk melanjutkan sekolah tinggi.
Namun respon yang didapat,
ayahnya hanya terdiam tanpa sepatah kata menyetujui mimpi Kartini. Ayahnya
hanya mencubit pipinya.
Perbincangan Kartini dengan
ayahnya pun, didengar juga oleh kakak kandungnya, Raden Mas Panji Sosrokartono.
Kakaknya berceletuk, “Perempuan jadi Raden Ayu saja.”
Tapi lagi-lagi, kalau
menerima saran kakaknya itu bukan Kartini namanya. “Aku tidak mau kawin. Aku mau
bebas, tidak mau menjadi Raden Ayu.”
Kartini pun sempat berpikir,
Raden Ayu itu apa? Dia pun mempelajari bentuk Raden Ayu di Kabupaten-kabupaten
itu seperti apa karakter dan perannya dalam kehidupan.
Dan ternyata, usut punya usut, hasil penelusuran Kartini, bahwa posisi Raden Ayu itu sebagai seorang gadis yang harus dimiliki laki-laki secara absolut. Perempuan berkesan warga kelas dua setelah kaum pria.
Dan ternyata, usut punya usut, hasil penelusuran Kartini, bahwa posisi Raden Ayu itu sebagai seorang gadis yang harus dimiliki laki-laki secara absolut. Perempuan berkesan warga kelas dua setelah kaum pria.
Raden Ayu itu perempuan yang tidak tahu posisinya, “Siapa dia, harus berbuat apa, dan harus bagaimana.” Ini sangat tidak sesuai dengan pola pikir yang dimiliki Kartini, yang merdeka dalam berpikir dan bertindak.
Kemudian, usaha Kartini dalam
menajamkan wawasan atau ilmu pengetahuannya terlihat saat dia menemukan buku-buku, atau bacaan koran.
Apabila ada buku-buku dan surat kabar media massa yang dilihatnya, ia merasa penasaran, dan bahan bacaan ini akan langsung dilahap, dibaca, dan dipelajarinya.
Apabila ada buku-buku dan surat kabar media massa yang dilihatnya, ia merasa penasaran, dan bahan bacaan ini akan langsung dilahap, dibaca, dan dipelajarinya.
Bahkan bila dia menemukan
kata-kata berbahasa asing, Kartini pun tidak malu untuk bertanya kepada
kakaknya, untuk mengartikannya dan langsung dihapal, diingat ke pikirannya.
“Aku suka sekali belajar. Banyak yang bisa aku pelajari.”
Sepenggalan cerita ini
tergambar dalam pentas seni tater tari Kartini pada Sabtu 15 November 2014 yang
digelar di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat. Pementasan memakan waktu 90
menit.
Sebagai tokoh Kartini,
diperankan perempuan asal Makassar yakni Ayu Diah Pasha yang dikenal sebagai
selebritis Indonesia yang pernah bermain di film Dunia Mereka pada tahun 2006.
Pementasan tersebut, persembahan Gathaya Performing Arts yang di
sutradarai oleh Wawan Sofwan. Intinya, cerita menggambarkan tokoh Kartini
yang disimbolkan sebagai kaum perempuan yang punya hak untuk menutut pendidikan
tinggi.
Kartini memiliki sahabat
luar negeri, negeri Belanda, seperti Lensi dan Rosa Abendanon. Persahabatan ini diikat
dengan diskusi-diskusi berat, yang membangunkan kesadaran akan emansipasi perempuan.
Maksud pemikiran emansipasi ini, kalau kalangan perempuan dalam kehidupan punya hak untuk berpendapat, berpikir, dan beraktivitas di ranah publik. ( )
Maksud pemikiran emansipasi ini, kalau kalangan perempuan dalam kehidupan punya hak untuk berpendapat, berpikir, dan beraktivitas di ranah publik. ( )
Sebuah kain batik hasil karya asli RA Kartini yang dipajang di Galeri Indonesia Kaya Jakarta Pusat pada Sabtu 15 November 2014. (Photo by budi susilo) |
Komentar
Posting Komentar