KUPU-KUPU DAN KECOAK JOROK
Kupu-kupu dan Kecoak Jorok
JELANG senja, seekor
Kupu-kupu dewasa tersesat, kehilangan arah, tersangkut ke sebuah daerah yang
tidak seperti biasanya ia tempati, yakni taman indah bertabur bunga-bunga
wangi.
Kupu-kupu masuk ke sebuah
selokan air yang gelap dan bau tak karuan. Kupu-kupu agak linglung, bingung,
sebab tempat yang disinggaihnya bukanlah pilihan favoritnya. “Aduh, aku terpaksa harus disini.”
Mau bagaimana lagi, daripada
memilih di luar sana, dia akan celaka, makanya Kupu-kupu lari ke sebuah selokan
air sebuah rumah yang tak jauh dari taman bunga.
Di luar sana, cuaca sedang
buruk. Tiba-tiba angin topan bertiup kencang. Angin rupanya sedang marah,
memporak-porandakan semua yang dilewatinya. Segala benda yang dilewati angin
akan digiling-guling, termasuk bunga-bunga dan pepohonan di taman.
Untuk mencari selamat,
Kupu-kupu mengambil jalan keluar, memilih tempat perlindungan di selokan air
yang menjijikan. “Yah, disini tempatnya minim cahaya. Remang-remang lagih.
Sangat tak nyaman buat aku,” sesal Kupu-kupu.
Sebelum angin topan dan
hujan badai kembali reda, maka Kupu-kupu harus merelakan diri berlama-lama
diselokan air. Ini demi mempertahankan eksistensinya di alam dunia, agar
dirinya tak mati sia-sia.
“Hem, apa aku disini hanya
sendirian ? Apa diselokan sini tidak ada penghuni makhluk yang lain ?, ” tanya
Kupu-kupu sendiri, yang mencoba membunuh rasa sepinya.
“Disini sepi sekali. Aku
tidak betah. Aku berharap badai dan hujan di luar sana segera hilang, biar aku
bisa cepat keluar dari tempat ini,” doa Kupu-kupu, yang mengharapkan situasi
genting kembali normal lagi.
(sketsa by budi susilo) |
Kondisi itu mengingatkan
Kupu-kupu pada masa silam. Pernah suatu ketika, Kupu-kupu masih berumur bocah,
waktu masih dimanja oleh ibu dan bapaknya, Kupu-kupu diajarkan untuk
menghindari tempat-tempat yang jorok dan bau.
Kedua orang tuanya selalu
menasehati agar menjauhi tempat-tempat sampah, selokan, dan kamar mandi
manusia. Petuah orang tuanya menekankan, bangsa Kupu-kupu tidak pantas hidup di
tempat kotor. Kupu-kupu harus hidup ditempat yang nyaman, bersih, dan indah
dipenuhi bunga warna-warni.
Mengingat pesan kedua orang
tuanya itulah, Kupu-kupu seakan merasa berdosa ketika datang menempati selokan
air. Hatinya gusar, perasaanya campur aduk tak enak, karena dirinya menganggap,
telah melanggar nasehat bijak kedua orang tuanya.
Tapi apa lacur, daripada
celaka dua belas, maka Kupu-kupu harus menggadaikan dirinya untuk berani
mendobrak adat istiadat bangsa Kupu-kupu. Mengambil jalan, tak mengindahkan
petuah-petuah kedua orang tuanya itu.
****************
Dua puluh menit sudah
berjalan, Kupu-kupu di dalam selokan hanya duduk bersandar tembok yang hitam
dan kotor, tak memberanikan diri masuk lebih ke dalam, sebab jika pun
dilakukan, sayapnya yang berwarna indah akan kumal dan patah tergores tembok
selokan sempit.
Sesekali dia juga termenung,
meratapi nasibnya yang dia anggap tak mujur. Namun tiba-tiba, Kupu-kupu
terbangun, tersadar dari lamunannya. Kupu-kupu merasakan getaran, ada makhluk
lain selain dia di selokan.
Dan memang benar, bunyi
semacam derap langkah semakin nyaring di kuping Kupu-kupu, bunyinya datang mendekat ke arah Kupu-kupu. “Prok, prok, prok, prok !”
Nyaring bunyinya semakin
membuat Kupu-kupu penasaran. “Ada yang melangkah kesini? Tapi siapa itu ya? Apa
ada makhluk lain disini. Hallo!,” teriak Kupu-kupu dengan suara lantang.
Rasa penasaran Kupu-kupu
semakin memuncak, ia pun terus berteriak kencang hingga suaranya pun menggema,
terdengar bergelombang di ruang selokan. “Hallo siapa itu? Siapa yang ada
disana?,” Kupu-kupu merasa heran.
Selang beberapa menit, dibalik
bayangan gelap kemudian munculah sesosok makhluk yang bukan berasal dari bangsa
Kupu-kupu. Tampilan fisiknya masih samar-samar, maklum kondisi di selokan air
agak gelap gulita.
Mahkluk ini tidak
mengeluarkan suara, tidak mau menjawab pertanyaan penasaran Kupu-kupu. Mahkluk
ini hanya diam seribu bahasa, hanya gerak langkahnya saja yang terdengar jelas,
mendekat ke Kupu-kupu.
Kira-kira jarak selemparan
batu, barulah terlihat tubuhnya yang agak tinggi besar, tidak bersayap, dan
memiliki dua antena panjang pada bagian kepalanya. Ya, inilah dia, binatang
serangga bernama Kecoak!.
“Lho, kamu toh. Saya kira siapa. Kenapa tadi kamu tidak langsung
menjawab, padahal saya penasaran lho,”
tutur Kupu-kupu, sebagai pembuka pembicaraan dengan Kecoak.
Kecoak pun berceloteh. “Lagi
pula untuk apa bertanya-tanya.” Semua yang tinggal di selokan air ini, hanya
segelintir binatang saja, tidak seperti di alam luar sana yang jumlahnya tak
terhitung. Seharusnya tak perlu bertanya. “Ya, harusnya bisa menebak dong,”
jawab Kecoak dengan congkaknya.
Lagi pula, tambah Kecoak,
untuk apa Kupu-kupu ke tempat selokan air yang kotor. Pantaskah seorang mahluk
seperti kau datang ke tempat selokan ini. Kupu-kupu makhluk seperti kamu
termasuk binatang lemah, tidak layak tinggal ditempat liar dan cadas.
“Keluar saja sana. Jangan
masuk kesini. Melihat perawakan mu yang lemah kau tidak pantas hidup disini.
Segera pergi saja sana! Disini kau akan mati perlahan-lahan,” imbau Kecoak
dengan sombongnya.
Binatang sejenis kecoak
seperti saya, dapat hidup bertahan lama, sangat kuat dimana pun itu alamnya.
“Hidup di alam terbuka atau di alam tertutup pengap, saya sangat tangguh, kuat,
dan cekatan,” pamer Kecoak.
Coba lihat saya, punya fisik
gagah perkasa. Bisa hidup di semua alam, baik itu di selokan, juga bisa hidup di habitat mu, Kupu-kupu.
“Kau pernah lihat saya pernah datang ke taman-taman, hidup di luar sana. Karena terbukti saya mahkluk yang serba bisa, tidak seperti kau,” ujar Kecoak dengan belagunya.
“Kau pernah lihat saya pernah datang ke taman-taman, hidup di luar sana. Karena terbukti saya mahkluk yang serba bisa, tidak seperti kau,” ujar Kecoak dengan belagunya.
Tidak seperti kau, hai
Kupu-kupu. Punya perawakan yang bagus, indah, tapi lemah dan manja. Baru kena
angin topan di luar sana saja tubuh mu langsung kusut, begitu pun masuk ke
selokan air sini, tubuh mu sangat tidak cocok.
Tapi mau bagaimana lagi,
dalih Kupu-kupu. Daripada mati konyol kena badai topan di luar sana, lebih baik
untuk sementara waktu, saya memilih tinggal diselokan air ini. “Memang ada
tempat yang lebih aman lagi selain disini ? tanya Kupu-kupu.
Persoalan mati atau hidup,
saya masih punya usaha untuk hidup. “Sampai sekarang walau tak senang hidup di
selokan ini, saya masih bisa berusaha untuk hidup tuh, tidak ada rasa putus
asa,” tegasnya.
**************
Satu jam lebih telah
bergulir. Cuaca buruk di luar sana telah reda, tak ada lagi badai topan. “Hai,
kecoak, sepertinya saya harus segera pergi dari sini, sebab di luar sana sudah
aman.”
Namun belum juga
melangkahkan kaki, tiba-tiba terdengar bunyi raungan mesin yang datang dari
luar selokan. “Suara apa itu, keras sekali bunyinya,” tanya Kecoak.
Kupu-kupu belum sempat
menjawab, tiba-tiba kepulan asap masuk ke ruang selokan dengan cepat. “Astaga,
itu asap pembasmi serangga,” tebak Kecoak.
“Wah benar. Ayo kita segera
keluar dari sini,” usul Kupu-kupu. Jika tidak segera keluar, maka kita berdua
akan mati sia-sia disini.
Kedua mahluk berbeda ini
terdiam sejenak, berpikir keras untuk mencari jalan keluar menghindari
‘serangan’ kepulan asap anti serangga. “Huffff. Huuss,” Kecoak mencoba menarik
napas.
“Nah!,” teriak Kupu-kupu.
Kecoak pun menoleh ke wajah Kupu-kupu, karena merasa terheran, disaat genting
Kupu-kupu malah berteriak tidak jelas. “Ada apa gerangan Kupu-kupu berteriak
secara tiba-tiba,” tanyanya.
"Saya punya cara alternatif," usul Kupu-kupu. Agar kita
terbebas dari jeratan asap ini. Caranya, kita terobos saja, sebab jika kita
masuk lebih dalam ke selokan sama saja itu bunuh diri.
"Asap akan terus masuk ke dalam ruangan.“Ayo kita terbang, menerobosnya. Tidak jauh kok dari sini,” tegasnya.
"Asap akan terus masuk ke dalam ruangan.“Ayo kita terbang, menerobosnya. Tidak jauh kok dari sini,” tegasnya.
Andaikata menerobos melalui
jalur darat, maka kita tidak sempat menghindari kepulan asap, yang telah
menggumpal. Beda halnya, kalau kita terbang, maka kita tidak terlalu banyak
terkena asapnya.
Lho, terbang bagaimana ya ?
Saya inikan jenis binatang kecoak. Tidak mungkin dong, bisa terbang. Itu hanya
kau saja yang bisa terbang, tetapi kalau saya sendiri tidak memiliki
sayap.
“Jangan kuatir wak !,”
Kupu-kupu mencoba menghibur Kecoak. Kita akan terbang bersama-sama. Saya tidak
akan tinggalkan mu disini sendiri. “Ayo cepat, kau naik ke punggung ku. Kita
pergi bersama-sama, keluar dari selokan ini,” imbuhnya.
Ayo cepat, peluk punggung
ku, kita tidak punya banyak waktu lagi. Hey, Wak! Ayolah, kau jangan terlalu
banyak berpikir dan gengsi. Saya ini sudah siap sekali untuk terbang
bersama-sama.
Dan kali ini, Kecoak pun
tidak menghujani komentar ke Kupu-kupu. Akhirnya Kecoak pun mau menerima
tawaran baik dari si Kupu-kupu. “Oke baiklah. Yuk kita berangkat.”
Terbanglah mereka berdua setinggi-tingginya,
kepakan sayap kupu-kupu tanpa henti, agar mampu menerobos waktu yang mulai
menghimpit. Kepulan asap yang melata di daratan pun, mulai merayap ke atas,
mencoba menjilati mereka berdua.
Namun semangat juang yang
kuat, Kupu-kupu terbang, melesat cepat, mendobrak lorong yang mulai dipenuhi
kepulan asap yang pekat, berharap selamat, mampu keluar dari lubang saluran air.
(fiksi)
Komentar
Posting Komentar