GELIAT KOTA TUA JAKARTA 13

Derita Di Penjara Bawah Tanah


TERIK mentari bersinar cerah, pada Sabtu 21 Juni 2014. Surya fajar menerangi Kota Tua kala itu, ini turut memberikan kenikmatan saya saat menyambangi ke Museum Sejarah Jakarta, atau Museum Fatahillah.

Coba bayangkan saja jika cuaca tak bersahabat. Awan mendung menurunkan rintikan hujan deras, maka kunjungan saya ke museum akan terganggu, akan sangat tidak nyaman dan fokus. 

Waktu itu masih terbilang pagi. Saya mengunjungi Museum Fatahillah sekitar jam 10 pagi. Pengunjung yang datang bukan saya sendiri, ada banyak orang juga yang menginjak museum bekas pemerintahan Gubernur Hindia Belanda ini.   

Bangunan museum bergaya eropa. Punya lantai bertingkat dengan banyak ruangan yang luas. Bangunan ini pun di bagian lantai dasarnya terdapat ruang bawah tanah yang dijadikan penjara. 

Penjara ini difungsikan sebagai tempat penampungan orang-orang yang berbuat pidana kriminal dan makar di era pemerintahan Hindia Belanda. Ada dua penjara, yakni ruang khusus wanita dan untuk lelaki. Kedua ruangan dipisah berjauhan.

Suasana terang di ruang penjara bawah tanah untuk pria (photo by budi susilo)

Kondisi ruangan penjara sangat tidak normal. Konsep penjara jaman Hindia Belanda bukan seperti jeruji penjara jaman sekarang. Ruangan penjara jaman kolonial memang luas namun jarak antara dataran dengan atap sangat pendek.

Mereka yang masuk ke ruangan penjara ini harus berjalan jongkok. Posisi tubuh tidak bisa berdiri sehingga ruang gerak tubuh sangat tidak bebas. 

Kala itu, menurut catatan sejarah, karena ruang penjaranya yang luas, maka narapidananya pun ditumpuk menjadi satu. 

Jika sedang banyak narapidana, maka mereka harus berjejalan dalam satu ruangan dengan fasilitas ventilasi udara yang minim.

Kejamnya lagi, narapidana yang ingin buang air kecil atau pun air besar tidak diperbolehkan keluar ruangan penjara, sama sekali tidak diberikan fasilitas ruangan kakus. 

Jadi jika ada narapidana yang ingin buang air kecil, atau pun air besar, mereka akan terpaksa melakukannya di dalam ruangan penjara. Kontan, ruang penjara pun tercium bau tak sedap.  

Tak heran, saat itu banyak narapidana yang meninggal dunia akibat dari ruangan penjara bawah tanahnya yang tidak sehat, karena banyaknya virus-virus dari kotoran manusia.

Saat saya menyambangi penjara bawah tanah, kesan buruk dan aroma tidak sedap itu, kini sudah tidak saya rasakan. Kondisi ruangan penjaranya sudah bersih dari jejak para narapidana. 

Di kesempatan lain, saya pun masuk ke ruangan penjara bawah tanah khusus untuk pria. Ruang penjara pria ini sebenarnya berdekatan dengan taman gedung, dimana taman ini terdapat patung Hermes.

Ruang penjara bawah tanah dilihat dari luar ruangan (photo by budi susilo)

Nah, ketika masuk ke bawah tanah, ruangan penjara bernuansa remang-remang, sebab hanya ada beberapa ventilasi udara yang memberikan cahaya matahari masuk ke ruang penjara. 

Bisa dibayangkan jika hari sudah malam, maka ruangan ini akan gelap gulita bak penderita tuna netra. Karena memang ditempat ini tidak ada fasilitas sambungan kabel lampu listrik. 

Saat saya memberanikan diri masuk ke dalam, sempat juga melihat beberapa jumlah biji besi berukuran seperti buah semangka. Ternyata biji besi ini merupakan alat borgol bagi narapidana. 

Mereka, para narapidana saat itu kakinya dipasung dengan biji besi berbentuk bundar bola. Fungsinya tentu saja, agar para narapidana sulit melarikan diri dari penjara. 

Wow, kalau kita pikirkan secara rasional, ternyata sungguh menderitanya kehidupan para narapidana saat itu. Perlakuan terhadap narapidana di jaman Hindia Belanda terbilang ketat dan keras, meskipun saya belum tahu pasti, apakah hal ini juga turut memberi efek jera. 

Oke, sekarang coba bandingkan dengan kondisi penjara di jaman pemerintahan sekarang, bernama negara republik Indonesia, pasti masih bisa cincay-kan. Narapidana masih dapat diberi kenyamanan dan kebebasan, asal sang narapidana punya uang menggunung.  

Yah, inilah cerita singkat saya dari prespektif penjara bawah tanah yang ada di Museum Fatahillah Jakarta. Masih ada yang penasaran seperti apa wujud aslinya ? Maka datang saja langsung ke Kota Tua Jakarta. Selamat berkunjung. ( )



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN