GENERASI PEMBELAJAR BANJIR



Generasi Pembelajar Banjir

BANJIR tak hanya dimiliki Kota Jakarta. Sekarang ini, di awal tahun 2014 ini, banjir sudah punya siapa saja, di penjuru daerah provinsi Indonesia telah merasakan bencana banjir.

Entah kenapa belakangan ini, bumi mulai ‘murka’ pada manusia. Atau mungkin bumi telah ‘sakit hati’ sebab manusia memusuhi bumi dengan membabat habis nilai-nilai lestari. 

Dahulu di Kota Jakarta pada era tahun 1980-an, yang namanya banjir besar itu adalah siklus lima tahunan. Namun kini telah berganti wajah. Judul banjir sudah teredit menjadi banjir tahunan, berlangsung setahun sekali.

Anak-anak sedang berada di lokasi genangan banjir (photo by budi susilo)

Iklim telah berubah. Iklim tak lagi seperti dahulu. Iklim lebih terlihat ‘ganas’. Keberingasan iklim ini tak lain dari dampak negatif industrialisasi yang begitu bebas tak terkendali.

Tuntutan gaya hidup jaman sekarang yang lebih cenderung kepada hedonis dan materialistis adalah pendorong tak terkendalinya hawa nafsu, manusia jadi berwatak serakah. Semoga Tuhan selalu menjauhi kita dari sifat-sifat ini.

Industrialisasi yang meliberal membuat bumi mengalami pemanasan global. Inilah kata-kata yang sering dilontarkan oleh para peneliti lingkungan hidup. Banyak pabrik berdiri, cerobong asap knalpot kendaraan meningkat, hutan-hutan dibabat, disulap jadi ‘ladang’ uang.  

Kini cuaca sulit untuk diprediksi. Cuaca tak lagi normal, telah mengalami anomali. Mereka yang masih menekuni dunia kerja pertanian dan nelayan pun kadang linglung. Inikah yang mesti juga harus dirasakan oleh generasi kita dimasa mendatang. 

Bencana banjir kali ini bukan lagi penyebab dari alam. Hujan turun ke bumi itu pertanda rezeki bagi insani. Bencana banjir kini yang merembet ke berbagai penjuru sudah murni akibat ulah manusia sendiri.

Anak-anak generasi biru (muda) di Indonesia banyak yang telah menjadi saksi, bahwa ibu pertiwi pernah bersedih hati menghadapi terjangan banjir. Nusantara berduka, karena itu bangsa ini berharap jangan jatuh terpuruk.

Anak-anak Indonesia yang masih polos, belum banyak makan garam menganggap bencana banjir sebagai hiburan tersendiri, karena bisa berenang gratis, dapat bermain bebas di alam air yang melimpah ruah.

Namun semua itu akan berjalan seiring waktu, mereka akan tumbuh dewasa sebagai orang tua generasi penerus bangsa, bahwa negerinya harus mampu keluar dari bencana banjir dan mau mengambil pelajaran dari bencana banjir, agar di masa depan tak lagi ada catatan harian banjir besar melanda di penjuru nusantara.

Melalui banjir, diri ini terinspirasi agar untuk lebih dekat dengan alam, yang ternyata lebih banyak menguntungkan. Menjalani hidup berdampingan dengan rimbunan pohon, sungguh benar-benar menciptakan rasa perdamaian.

Bersahabat baik bersama alam. Sebab alam akan berbalik memberikan kebaikan. Anak-anak didik, generasi penerus bangsa Indonesia akan mengartikan diri mereka sendiri bagaimana caranya bersahabat baik dengan alam lestari. 

Sebab melalui bencana banjir yang pernah dialaminya kala masih remaja dahulu merupakan momen penting sebagai ladang ilmu berharga, yang agar bencana banjir tak boleh lagi terulang kembali di jaman mendatang. ( )
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN