BATIK LORO JONGGRANG

Antara Pria dan Wanita 
Gaya Mengenakannya Berbeda


PULUHAN tahun saya tak sambangi Candi Loro Jonggrang, merasa ada sesuatu yang berubah secara mendasar, saat mengunjunginya kembali pada Sabtu (30/11/2013) siang. 

Candi yang sering disebut dengan Candi Prambanan ini tak pernah sepi pengunjung. Setiap harinya, apalagi saat tiba musim liburan sekolah, candi yang dibangun umat Hindu ini selalu menjadi primadona tujuan wisata.

Soal jumlah kunjungan memang sejak dahulu tak ada perubahan, candi selalu ramai. Yang saya anggap berubah dari candi yang berlokasi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah ini adalah, ketika memasuki ke komplek candi.  

Para pria menawan mengenakan batik Loro Jonggrang (photo by rina cahyani)

Saat itu, sekitar pukul 14.00 wib, waktu mau masuk ke dalam candi, saya berserta pengunjung lainnya dianjurkan untuk mengenakan selendang batik Loro Jonggrang. 

Padahal seingat saya, yakni sekitar tahun 2001, ketika datang dan masuk ke komplek candi Prambanan, tak ada aturan bagi pengunjung untuk mengenakan kain batik Loro Jonggrang. 

Tapi kini berubah, wisatawan dianjurkan pakai kain batik khas Prambanan. Dan usai puas berkeliling candi dan berniat keluar dari komplek candi, maka jangan senang dulu. 

Sebab, kain batiknya tidak bisa dibawa pulang, bukan menjadi hak milik pengunjung. Sebab aturan yang berlaku, kain batik tersebut hanya bersifat pinjaman, pengunjung wajib mengembalikannya lagi kepada petugas penjaga pintu keluar candi.  

Sementara untuk tata cara memakainya, kain tersebut bukan dikenakan untuk di bagian bahu badan seperti saat mengenakan busana kebaya, apalagi layaknya gaya selendang sarung pakaian ala orang ronda malam di kampung. 

Namun kain batik itu dipasang di bagian pinggul. Kain batiknya dililitkan ke setengah badan bagian bawah sampai menutup bokong hingga lutut. Tentu saja, secara tata krama gaya berpakainya, tak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada.

Sekilas jika kain batik sudah terpasang maka akan tampak menyerupai mengenakan rok mini, atau bak tokoh pendekar-pendekar yang sering digambarkan dalam film sinetron Angling Dharma dan Misteri Gunung Merapi

Kain tersebut berwarna putih dengan corak unik bermotif bunga-bunga dan Candi Prambanan berwarna hitam. Jadi, tak perlu risau, ketika kain batik dikenakan di tubuh maka akan semakin memaksimalkan penampilan kita.

Cerita mengenai pengenaan batik bagi para pengunjung candi berangkat dari kecintaan rakyat Indonesia pada warisan budaya leluhurnya. Karena itu, untuk melestarikannya, pengunjung dianjurkan memakai kain batik.

Inilah yang sempat terlontar dari seorang perempuan yang kala itu bertugas sebagai petugas penjaga pintu masuk candi. Penerapan pengenaan kain batik bagi pengunjung tak berselang lama setelah warga dunia mengakui batik sebagai hasil budaya asli Indonesia. 

Saat itu ditetapkan pada 2 Oktober 2009, oleh United Nations Educational, Scinetific, and Culture Organization (UNESCO). Atas dasar pengakuan inilah, yang kemudian di Indonesia tiap 2 Oktober dijadikan hari batik.

Saya pun merasa percaya diri ketika mengenakan kain batik Loro Jonggrang. Dipakai tetap nyaman, tak menganggu ruang gerak tubuh. Kainnya yang halus dan berdesain indah, semakin memberi kesan asik di candi. 

Wisatawan riang kala mengenakan batik Loro Jonggrang (photo by budi susilo)

Awalnya sempat bingung saat mau mengenakan kain batiknya. Tetapi jangan kuatir, bagi yang masih belum terbiasa, petugas penjaga akan membantunya. Bermodal pengalaman yang tinggi, petugas penjaga memasang kain batiknya dengan rapih, pengunjung pun akan merasa puas dan bangga.

Dan ternyata, dalam mengenakan kain batiknya tidak boleh sembarangan. Sebab, tiap-tiap jenis kelamin itu ada pembedanya, punya ciri khas. Melilitkan kainnya tidak boleh sesuka hati. 

Bagi pria, ikatan kainnya bertumpu pada pinggul bagian kanan. Sedangkan mereka yang wanita, ikatannya ada di pinggul sebelah kiri. Semua ini ada alasan filosofis, selain fungsinya sebagai pembeda jenis kelamin.

Berdasarkan keterangan penjaga pintu candi, tumpuan ikatan kain pria di sebelah kanan karena pria itu secara kultur sebagai sosok yang kuat, pelindung bagi wanita. Seorang pria itu harus mampu memberi wanita di posisi kanannya, sebagai perlambang tempat yang aman dan nyaman.  

Ternyata, beruntung juga saya bisa sempatkan diri menginjak tanah Candi Prambanan di jelang penghujung akhir tahun 2013. Alhamdulillah, banyak pelajaran yang dapat diperoleh, berupa ilmu bijak dan seni budaya yang berkualitas. Sungguh, Indonesia memang luar biasa, penuh keberadaban. ( )


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

CANDI GARUDA YOGYAKARTA