ASIKNYA NAIK ULAR BESI

 Asiknya Naik Ular Besi

NAIK kereta api, tut, tut, tut. Siapa hendak turun, ke Bandung, Surabaya. Penggalan lirik lagu ini merupakan kenangan waktu kecil saya. Lagu tersebut sangat populer di kalangan anak-anak pada era tahun 1990-an.

Pergi jalan-jalan menggunakan kereta api atau ular besi ke luar Jakarta sudah pernah saya lakukan. Kala itu, sekitar tahun 1993, saya pergi ke Tasikmalaya Jawa Barat dengan pengalaman pahit, sebab rasa aman dan nyaman naik kereta api kelas ekonomi sungguh barang yang mahal di jaman itu.

Bayangkan saja, begitu masuk ke stasiun kereta api kita sudah dihadapkan oleh beberapa orang yang menawarkan tiket kereta api. Orang ini adalah calo tiket, yang keberadaannya sangat merugikan para konsumen. 

Itu pun jika bernasib baik. Andai sedang kena sial, konsumen akan kedapatan tiket fiktif dari apa yang ditawarkan oleh calo. Bagi para calo, modus kriminal ini terbukti ampuh dalam mencari keuntungan materi dengan menghalalkan segala cara.

Kereta api kelas ekonomi sedang beristirahat di stasiun Cirebon Jawa Barat, Jumat (29/11/2013). Para penumpang memanfaatkan waktu istirahat kereta api dengan keluar dari gerbong untuk menikmati alam bebas Kota Cirebon. (photo by budi susilo)

Belum lagi ketika berada di dalam gerbong kereta api, maka siap-siap menjaga kesabaran hati. Pasalnya, di dalam gerbong akan dipadati berbagai pedagang asongan, bau tidak sedap akan tercium, dan juga akan kena bencana perilaku buruk para copet, atau mereka orang-orang yang gemar melakukan pelecehan seksual. 

Tetapi jaman sekarang sudah tidak lagi. Pengalaman ini saya rasakan saat mau menuju ke Yogyakarta bersama dua sobat saya, Abdillah dan Ahmad Sofyan, Jumat (29/11/2013). 

Memilih naik kereta api dari Jakarta stasiun Senen ke Yogyakarta merupakan langkah tepat untuk berhemat dan memperoleh efisiensi waktu, karena tak ikut terjebak kemacetan lalu-lintas. 

Kami bertiga hanya dikenai biaya tarif Rp 50 ribu untuk per orangnya, dengan prasyarat harus memesan tiket jauh-jauh hari, sebulan sebelumnya. Dibandingkan dengan tarif bus malam tentu lebih mahal. Jika naik bus bisa kena tarif Rp 150 ribu lebih untuk per orangnya.

Bagi saya pribadi, ini menjadi pengalaman pertama saya, sebab biasanya jika pergi ke provinsi Jawa Tengah atau Yogyakarta, saya memilih naik kendaraan umum bus malam kelas eksekutif AC. 

Ke Yogyakarta dari Jakarta berangkat pukul 13.00 wib naik kereta api Bengawan kelas ekonomi. Usai tunaikan sholat Jumat di masjid kawasan Senen, kami langsung menuju stasiun kereta. Untung saja cuaca saat itu cerah, tak mendung dan hujan.

Senada dengan saya, Ahmad Sofyan mengaku, ini pengalaman pertama kalinya naik kereta api dan ke daerah Yogyakarta. Berbeda dengan Abdillah, pemuda yang satu ini terbilang sering datang ke Yogyakarta menggunakan kereta api.

Saya dan dua teman duduk berpisah. Saya berada di gerbong satu, sedangkan Ahmad Sofyan dan Abdillah berada di gerbong dua. Kami bertiga masuk ke stasiun kereta sekitar pukul 12.50 wib.

Karena waktu berangkat tinggal 10 menit lagi, maka kami bertiga langsung masuk ke stasiun tanpa berkesempatan belanja makanan dan minuman di mini market, termasuk rencana membeli sandal jepit si Ahmad Sofyan yang waktu usai sholat jumat sepatu kulitnya yang berwarna coklat muda hilang diambil orang di Masjid Al Arif Senen. 

“Kenapa bisa hilang ya. Sudah sabar saja. Nanti beli sandal di jalan saja,” imbuh Abdillah, yang mencoba menghibur Ahmad Sofyan dengan raut wajahnya yang sudah menampakan kepahitan.

Dan saya pun berkata, keterlaluan sekali orang yang mengambil sepatu di masjid. “Semoga saja mereka yang telah mengambil sepatu, sepatunya bisa membawa manfaat,” tutur ku kepada Fyan, panggilan akrab Ahmad Sofyan agar dengan bijaknya mengikhlaskan.

Kontan, kondisi Fyan pun memprihatinkan. Ia dari masjid berjalan kaki menuju ke stasiun Senen mengharuskan diri dalam kondisi bertelanjang kaki, terpaksa menahan hawa panas aspal, bak suku-suku Badui Banten. 

Jalan ini satu-satunya alternatif yang mesti dilakukan agar kami tidak ketinggalan kereta yang dalam hitungan menit akan jalan menuju ke stasiun kereta api Lempuyangan, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di dalam gerbong, saya duduk bersama pasangan suami istri yang sudah tua renta. Mereka berdua duduk persis di depan saya, dan di samping saya adalah seorang pemuda pria yang masih mengenyam bangku kuliah di Jakarta.

Berbeda dengan era sebelumnya, kereta api yang kali ini saya tumpangi sangat berbeda. Situasi mencolok yang berubah adalah tersedianya kelengkapan mesin pendingin atau AC gerbong kereta.

Alhasil, di dalam ruangan gerbong kereta begitu sejuk meski di luar gerbong itu panas terik. Jaman dahulu, udara dalam gerbong kereta hanya mengandalkan dari ventilasi jendela. 

Kondisi itu tentu saja dimanfaatkan oleh beberapa pelaku kriminal untuk mencuri barang bawaan penumpang yang di taruh di keranjang yang ada di atas bangku penumpang. 

Modus operandinya, pencuri beraksi dari luar gerbong dengan bermodalkan sebuang gagang besi atau semacamnya untuk mencongkel barang bawaan penumpang yang ditaruh di keranjang melalui lubang ventilasi jendela. 

Tapi kini sudah tidak. Jendela gerbong kereta api sudah tertutup rapat. Dinyatakan aman dari aksi pencurian. Meski jendela tertutup rapat, kondisi dalam gerbong akan tetap sejuk, nyaman, dan aman, mengingat sudah dilengkapi mesin pendingin.

Lainnya adalah kondisi kamar mandi dalam gerbong tampak bersih nyaman. Di jaman sebelumnya, biasanya kondisi kamar mandi kotor atau juga tak berguna sebagaimana fungsinya. 

Kereta api Krakatau kembali melanjutkan perjalanan, Jumat (29/11/2013). Suasana stasiun kereta api yang indah di Kota Cirebon. (photo by budi susilo)

Kamar mandi gerbong kereta api terisi oleh penumpang gelap. Tak lain ini ada akal-akalan dari pihak oknum kereta api yang berani menyalahi aturan dengan melakukan komersialisasi ruangan kamar mandi demi peroleh uang dari penumpang dan uangnya pun masuk ke kantong pribadi. 

Itu cerita jaman dulu, tapi kini kereta api sudah berbenah. Kamar mandi di dalam gerbong kereta api sudah layak dipakai. Bersih dan cukup air. Para penumpang yang kini ingin buang air kecil atau air besar sudah mudah, tak lagi pusing tujuh keliling harus repot keluar gerbong.

Bagi saya pribadi, naik kereta api pengalaman berharga yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Bagi anda semua, seharusnya harus wajib merasakan kenikmatan transportasi kereta api.

Ketika naik kereta api kita akan mendapatkan atmosfir berbeda. Dalam perjalanan menuju lokasi tujuan, kita akan bisa menikmati alam belantara Indonesia yang kaya, rindang menghijau berupa pegunungan, bukit-bukit, dan kebun-kebun yang terbentang luas. 

Suguhan beberapa pemandangan dunia pertanian, kita dapat saksikan secara langsung dalam perjalanan memakai kereta api. Kita bisa menikmati hidangan matarhari terbenam atau matahari terbit yang bersembunyi dibalik gunung.

Di dalam perjalanan memakai kereta api, kita pun bisa melihat secara langsung betapa suburnya tanah bumi pertiwi ini. Sejahterahnya bumi nusantara, melihat hewan-hewan ternak kambing, sapi, bebek dan kerbau asik menikmati alam bebas persawahan dan kebun. 

Ada benarnya juga, yang mengatakan bahwa armada transportasi kereta api itu bagian dari transportasi rakyat yang sangat berguna bagi kesejahteraan umat, pasalnya kereta api itu alat angkutan umum yang murah dan efisen.

Keberadaan kereta api teramat penting bagi proses penegakan demokrasi ekonomi dan alat pemersatu bangsa. Sebab, bergerak atau berpindah memakai kereta api dari satu provinsi dengan provinsi lain jadi mudah dan lebih hemat. Hidup untuk kereta api ! ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I