BUS METROMINI TANGERANG JAKARTA 4



Rem Mendadak Gak Asik


Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan. Sayang engkau tak duduk disampingku kawan. Banyak cerita, yang mesti kau saksikan. Di tanah kering bebatuan.

Penggalan lagu dari Ebiet G Ade yang berjudul Berita Kepada Kawan tersebut menemani perjalanan saya menuju arah Kota Tangerang Banten ketika berkendara dengan alat transportasi umum berupa bus Metromini 69, Sabtu (2/11/2013) malam.

Lagu tersebut didendangkan oleh dua pengamen, satu sebagai vokal dan satu lagi memainkan alat musik gitar. Suasana di dalam bus Metromini penuh penumpang, semua bangku bus terisi. 

Mungkin dari semua penumpang tersebut, ada yang menikmati suguhan hiburan sang pengamen. Atau sebaliknya, mungkin saja ada penumpang yang tidak merasa menikmati musik yang dilantunkan pengamen, sebab semua tergantung selera masing-masing.

(repro budi susilo)
Kali itu, bus pun tanpa dilengkapi kondektur. Penumpang yang akan turun harus lapor ke supir. Memang agak repot, tetapi inilah kenyataan yang belakangan sering terjadi pada bus-bus Metromini Tangerang Jakarta.


Supir bus Metromini yang saya tumpangi saat itu memang sedang merasa super sibuk, akibatnya pembawaan supir seperti kaku dalam melayani penumpang, rasa-rasa panik kehabisan akal. 

Misalkan saja waktu mau menurunkan penumpang di daerah pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan, bus terhenti dengan kaget. Coba jika ada penumpang yang jantungan, pasti di dalam bus akan tambah ramai saja. 

“Aduh pir. Bagaimana ini,” protes pengamen yang saat memainkan gitar kehilangan konsentrasi, gara-gara sang supir melakukan rem mendadak.

Tidak hanya pengamen, termasuk saya sendiri pun juga merasakan ketidaknyamanan, termasuk penumpang lainya juga mengalami hal yang sama. Pasalnya, dari gaya supir membawa bus Metromini, seperti orang yang sedang baru belajar menyetir.   

Belum lagi bus tanpa dilengkapi kondektur, supir pun memperlambat laju bus di daerah pasar Cipulir Jakarta Selatan. Tujuannya, supir menarik ongkos penumpang, akibatnya memakan waktu lama lagi.

Padahal bus-bus Metromini lain yang dilengkapi kondektur sudah melaju lancar, tanpa harus membuang waktu berhenti di tengah jalan untuk menarik ongkos para penumpang bus. Memang kurang ajar, urusan profesionalitas bus Metromini yang satu ini seolah di nomor duakan. 

Lalu tingkah lainnya, supir mengeluh saat ada seorang penumpang yang memberikan ongkos dengan bukan uang pas Rp 3 ribu. “Ada uang yang lebih kecil,” tanya supir ke penumpang. 

“Tidak ada recehan bang. Cuma ada uang ini,” jawab seorang penumpang yang membayar dengan uang Rp 50 ribu. Dan mendengar jawaban ini, supir pun menimpal, “Aduh. Tidak ada kembalian nih, tunggu sebentar ya,” keluh supir.

Seharusnya jika profesional, supir jauh-jauh hari sudah siapkan uang recehan. Jadi ketika ada penumpang yang membayar dengan uang puluhan ribu, maka uang kembaliannya sudah siap. 

Ibaratnya, baru kali ini si penjual yang kecewa berat kepada pembelinya gara-gara nilai uangnya tidak memakai uang pas. Ini baru persoalan nilai tukar uang, bagaimana ceritanya jika si pembeli atau penumpang tidak mau membayar ongkos tarif jasanya ? 

Untung saja penumpang bus Metromini tersebut merasa sabar. Andaikan tidak sabar, maka bisa saja lain cerita. Tetapi tetap saja, jika hal tersebut terus berlangsung maka citra buruk yang dilakukan oleh bus Metromini akan selalu melekat di hati para penumpangnya. 

Hiruk pikuk bus Metromini selalu saja ada cerita, baik itu suka maupun duka. Alat transportasi umum ini sering mendapat sorotan karena pelayanannya yang kurang memuaskan, tetapi inilah ciri khas yang dimiliki Metromini. 

Sampai kapan ini ada perubahan, kita tunggu saja, mungkin sebagai jawaban, jika meminjam kalimat dari musisi ternama Ebiet G Ade di judul lagunya Menjaring Matahari, maka bus Metromini mengalami “Roda jaman menggilas kita”. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN