BUS METROMINI TANGERANG JAKARTA
Supirnya Lucu Juga Menjengkelkan
SUDAH
sekian lama tak menikmati laju bus Metromini. Kini, telah berkesempatan menaiki
bus merah, meski harus berdiri berjejal, Minggu (29/9/2013).
Menumpang
trayek bus Metromini jurusan Ciledug-BlokM serasa kembali di masa-masa sekolah
dahulu. Yang sekali naik, dikenai tarif Rp 500 bagi pelajar dan bagi orang umum
kena Rp 1000. Seingat kala itu, harga ini berlaku di jaman tahun 2005 ke bawah.
Kondisi
sekarang, mengingat harga bahan bakar minyak dunia sudah naik tinggi, maka
tarif bus Metromini di tahun 2013, sudah sangat berbeda jauh, berbandrol Rp 3
ribu untuk per orang.
Yah, itulah sedikit kenangan terhadap
transportasi publik di Jakarta yang sekarang sudah banyak tinggal cerita,
seperti di antaranya bus tingkat PPD dan bus gandeng PPD.
Kondisi penumpang saat menggunakan jasa transportasi Metromini jurusan Ciledug-Blok M, Minggu (29/9/2013) / (photo by budi susilo) |
Kembali
ke bus Metromini yang saya tumpangi pada hari minggu, tampilannya seperti pada
umumnya bus Metromini di Jakarta. Tidak elegan, kurang bersih karena jarang di
cuci, dan raungan mesinnya sungguh terasa.
Dan
lucunya lagi, entah sengaja atau tidak, bus Metromini yang saya tumpangi di
hari minggu kala itu tak ada kondektur. Yang berteriak-teriak cari penumpang
dan menagih bayaran, dilakoni semua oleh supirnya.
Di benak
hati sudah senang, sempat bertanya apakah Metromini kali ini sedang berbaik
hati memberi tumpangan gratis, karena tanpa ada yang menagih tarif bus.
Ternyata
tidak. Tetap pada situasi normal, penumpang yang naik bus harus membayar ke
sang supir. Jadi jika ada penumpang yang mau turun harus menghampiri supir di
kursi kemudi untuk membayar.
Ini
tampak jelas, saat posisi bus sedang berada di daerah Pasar Kebayoran Lama
Jakarta Selatan, penumpang memohon turun dan supir pun menantikan kewajiban ke
penumpangnya untuk membayar ongkos kepadanya.
Itulah
dinamika transporasi di Jakarta. Kadang ulahnya menjengkelkan juga membuat
ketawa. Nasib buruknya, jika naik bus Metromini saat kejebak arus lalu-lintas
yang padat merayap. Jadi keingat binatang siput yang melaju sangat lambat.
Bus Metromini saat tiba di terminal Bllok M Jakarta Selatan (photo by budi susilo) |
Nasib
sial lainnya, ketika kondisi dalam bus berjubel
banyak penumpang, pastinya mereka yang sedang berada di dalam bus Metromini
akan sumpek, keringat bercucuran di sekujur
tubuh. Serasa mandi sauna di salon-salon kecantikan.
Konyolnya
lagi, saat berada di daerah Bulungan Jakarta Selatan, bus berhenti. Pengemudi
memanfaatkan waktu untuk mengenakan kemeja Metromini yang berwarna merah tua.
Maklum
saja, dari Bulungan menuju terminal Blok-M sudah tidak jauh lagi, jaraknya
hampir seperdelapan kilometer. Dan di tempat ini, banyak aparat polisi dan
petugas DLLAJ.
Celaka
jika nanti ditegur aparat karena tak mengindahkan kode etik sebagai supir
Metromini, yang satu di antaranya ada aturan supir harus resmi berseragam dinas.
Banyak
akal, inilah yang dimiliki supir Metromini. Di saat bus berhenti, sebelum masuk
ke terminal Blok-M, sang supir pun menagih ongkos seluruh penumpang.
“Kenek belum bangun, gak jelas kerjanya.
Uang setoran saja ditilep tak disetorkan, bikin kesel saja,” ungkap supir,
ketika ditanya keberadaan kondekturnya.
Dibela-bela
oleh supir untuk meninggalkan singgasananya hanya demi menagih uang ke
penumang. Wajar supir berbuat ini, karena dirinya sudah menjalankan tugasnya
sebagai supir Metromini, yang mengantarkan penumpang sampai di lokasi tujuan.
Ya, itulah cerita sekelumit dari wajah
transportasi Metromini Jakarta. Sangat berbeda dengan bus Transjakarta yang
sudah ideal sebagai kendaraan publik yang tertib, teratur, aman dan nyaman.
Kapan nih, Metromini bisa seperti bus-bus
yang melintas di bus way. Kita
nantikan saja perkembangannya. ( )
Komentar
Posting Komentar