EMBUN

Embun
Oleh: Budi Susilo

Ouh embun pagi. Ingin kau (embun) abadi sampai esok pagi, lalu kembali, kembali dan kembali sama, menjadi sebuah rutinitas dalam pentas kehidupan bumi yang fana ini.

Begitu juga seterusnya, di hari-hari esok, kau (embun) masih dapat menunjukan eksistensi, satu hari penuh tak hilang mengering.

Namun rasanya sulit engkau (embun) bertahan pada suasana siang terik. Mengingat, rembulan yang malam selalu silih berganti dengan matahari di pagi, muncul menghangatkan dan memberi panas bumi.

Hiasan atap di Masjid Istiqlal Jakarta_budisusilo

Sudah lupakan saja soal embun tadi. Hukum alamnya memang seperti itu, tak dapat lagi diubah kecuali hanya Allah semata yang mampu mengubah. Kun faya kun !.

Manusia yang dihadirkan ke bumi oleh Allah menjadi makhluk yang berderajat hormat, jika dibandingkan dengan makhluk hewan dan tumbuhan. Manusia diturunkan sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.

Selalu mengingat Allah, sebagai yang kuasa dan pencipta alam semesta. Bagi manusia, tentu saja sebagai hamba harus berkaca, jangan menganggap diri sebagai raja penguasa semesta.

Akal dan qalbu yang dimiliki manusia merupakan pemberian Allah, sebagai pembeda dari makhluk lainnya, hewan dan tumbuhan. Berkaca pada embun, akal dan qalbu manusia ditempatkan pada sesuatu yang jernih, suci, sejuk dan memberi keindahan bagi alam ini.

Itu semua dapat diraih jika manusia selalu pasrah kepada Allah, meminta petunjuk jalan hanya pada Allah, berharap dan ikhlas hanya karena Allah. Implementasinya, memposisikan diri sebagai manusia yang beriman dan bertakwa.   

Bentuk keimanan dan ketakwaan manusia diukur dari sejauh mana ia menjalani kehidupan hanya untuk tujuan ibadah, kebaikan bagi dirinya dan orang-orang sekelilingnya.

Satu di antaranya ibadah puasa Ramadan, manusia jika tak ada kendala oleh syarat puasa, maka menjalankan puasa dengan cara maksimal, memanfaatkan ibadah secara paripurna.

Sekarang, sungguh sia-sia (kah?) jika di 10 hari terakhir ramadan ini hanya diisi dengan aktivitas membaca dan menulis ngetuwat-ngetwit twitter.

Kemudian, sungguh sia-sia (kah?) jika di 10 hari terakhir ramadan ini hanya mengisi waktu dengan ngeTwitt 140 huruf, ketimbang ngeZikir 33 lafal yang jumlahnya lebih sedikit.

Mari renungkan, berpikir positif dan selalu niatkan semua kegiatan sehari-hari untuk ibadah, hanya karena Allah semata, agar mampu mengejar nilai-nilai kebaikan bagi diri sendiri dan seluruh alam semesta ini, seperti pesonanya embun pagi. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA