CANDI CERMINAN BANGSA

Candi Cerminan Bangsa
Oleh: Budi Susilo

Ingat betul kala itu, di tahun 2000 masehi, aku pertama kali menginjak tanah air Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Saat itu, aku pergi bersama keluarga, ayah, ibu, adik dan tiga saudara sepupu pada momen liburan sekolah. 

Kami pergi ke Candi Borobudur melalui jalur darat, menggunakan kendaraan roda empat. Jarak yang kami tempuh ke lokasi hanya sekitar 100 kilometer dari tempat desa kami di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Dan singkat cerita, setiba dilokasi aku merasakan takjub. Hati ku berceloteh, sungguh luar biasa dapat melihat secara langsung maha karya peradaban manusia karya arsitek Gunadharma. Serasa menambah jiwa nasionalisme pada bangsa, sebab bangga jadi warga negara Indonesia.

Wisatawan bergaya di stupa candi Borobudur Magelang, Sabtu (24/8/2013)_irwan

Tidak hanya kami yang tertarik atas keindahan candi yang mulai digarap pada 770 masehi ini. Orang-orang dari luar negeri juga banyak yang datang berkunjung. Kala itu, Candi Borobudur memang padat wisatawan dari dalam negeri dan mancanegara.

Satu hal yang masih ingat di Candi Borobudur mengenai cerita mitos yang ada pada patung Buddha. Cerita ini telah merebak ditengah kehidupan masyarakat Jawa, bahwa siapa yang mampu menyentuh patung besar Buddha di dalam stupa dengan tangan telanjang, maka semua impiannya akan terwujud. 

Mumpung berkesempatan mendekap erat Candi Borobudur, maka aku pun ikut mempraktekan mitos populer tersebut. Entah itu benar atau tidak, yang terpenting aku merasa puas. Segala hal tentang Candi Borobudur telah aku jamah, sampai titik bosan. 

Pengalaman serupa juga dialami Amrullah (28), kawan almamater ku di Universitas Islam Negeri Jakarta belum lama ini.  Ia bersama rekannya Irwan, merasakan megahnya wisata Candi Borobudur. “Baru pertama kali ke Borobudur,” ungkap Am, melalui telepon genggamnya, Selasa (27/8/2013).

Kesan pertama kali menginjak bumi Candi Borobudur, Amrullah merasakan kebahagiaan yang sungguh luar biasa. Seakan mendapatkan cakrawala kehidupan yang berbeda. 

“Dipandang indah sekali. Kita juga bisa lihat pemandangan alam Magelang. Rumah-rumah, pegunungan dan kebun, bisa kita lihat di puncak Borobudur,” urai pria asal Jakarta Utara ini.  

Meski kala itu cuaca panas terik, tak membuat dirinya mengurungkan niat pergi mengunjungi Candi Borobudur Jawa Tengah. Pasalnya, kata Am, pergi berwisata ke Candi Borobudur merupakan cita-cita lamanya. “Biar tak kepanasan ada solusi pakai topi. Tapi saya senang banget,” tutur pria yang kini bekerja di Pengadilan Agama Jakarta ini.

Keduanya Bangsa Serumpun
Keberadaan Candi Borobudur di bumi, telah terbukti menyihir banyak orang. Rasa penasaran tentu akan menggelayut pada mereka yang belum mengunjungi. Serasa betah dan ketagihan akan dirasakan pada mereka yang sudah pernah datang ke situs warisan dunia UNESCO tersebut.

Selain itu, ternyata Candi Borobudur juga  ada kemiripan dengan negara tetangga Indonesia. Candi yang serupa dengan Borobudur tersebut adalah Candi Angkor Wat, yang letaknya di negara Kamboja. 

Sama halnya dengan Borobudur, Candi Angkor Wat sudah terdaftar sebagai situs warisan dunia UNESCO tahun 1992. Mengutip dari APSARA Authority 2004, candi tersebut memiliki makna, “kuil kota” yang proses pembangunannya butuh 30 tahun.

Belakangan ini pun, para peneliti arkeologi menyimpulkan, antara Borobudur dan Angkor Wat, ada tali serumpun di antara keduanya. Telah ditemukan beberapa kemiripan di candi tersebut. 

Melihat hal itu, ini pertanda ada hubungan dekat antara Indonesia dengan Kamboja sejak lama. Menyadur dari situs viva.co.id, Selasa (8/12/2009), persahabatan terjalin pada masa raja  Jayawarman II Kamboja, sebelum abad ke 9. 

Fakta tersebut ditemukan setelah dilakukan beberapa penelitian lapangan. Ternyata ada catatan prasasti berupa interaksi dan hubungan masyarakat Kamboja dengan Jawa pada abad ke 6 dan gaya relief candi keduanya pun, tak jauh berbeda.

Ternyata hubungan internasional pun telah terjalin baik, tak heran jika rencana negara-negara di Asia Tenggara membentuk wadah organisasi berbentuk Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang kemudian ditindak-lanjuti dengan gerakan ASEAN Connectivity pada tahun 2015. Peneluran komunitas ini, memiliki tiga pilar, yakni ekonomi, politik dan keamanan serta sosial budaya. 

Simbol Kemapanan Pilar ASEAN
Tepat rasanya, jika kedua candi itu akan menjadi sumber kekuatan kawasan ASEAN dalam memantapkan kehidupan ekonomi, politik keamanan dan sosial budaya kedua negara. Yang terpenting, kerja sama dibangun atas dasar niat kebaikan bersama.

Dua candi itu membuktikan Indonesia dan Kamboja adalah bangsa serumpun, memiliki visi misi yang sama. Mewujudkan peradaban dan perdamaian dunia. Melalui peninggalan sejarah itu, kedua negara dapat melakukan kerjasama ekonomi berbasis pariwisata. Satu sama lain dapat mengembangkan industri pariwisata dan menjadi andalan di kawasan ASEAN.

Wisatawan bergembira di candi Gedongsongo Jawa Tengah, Minggu  (7/3/2010)_trikamto

Seperti apa yang dikatakan Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja Ngurah Swajaya, yang dikutip dari situs viva.co.id, kedua negara melakukan riset hubungan sejarah kedua negara dan pendirian pusat informasi Borobudur di Siem Riep Kamboja, juga sebaliknya info Candi Angkor Wat di Jawa Tengah.

Sekarang pekerjaan rumah bagi Indonesia terkait dunia wisata, harus memiliki tekad untuk memajukan dan mau terus belajar. Contoh kecilnya memiliki sifat ramah, penolong dan melayani tulus, mampu berbahasa asing dan memiliki wawasan pendidikan yang luas. 

Jangan sampai, bangsa Indonesia tertinggal jauh dalam pengelolaan wisatanya dengan Kamboja. Sekali lagi ingat, apa yang dikatakan Yudi Latif dalam Menyemai Karakter Bangsa (2009), tanpa belajar, bangsa kehilangan wahana untuk menakar, memperbaiki, dan memperbaharui dirinya sendiri. 

Lihat saja berdasarkan data dari World Economic Report Tourism Competitiveness Ranking, pada tahun 2007 negara Indonesia masih menempati urutan ke 60 dunia, di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. 

Kemudian kedua candi itu juga dapat menjadi simbol kemapanan politik dan keamanan kedua negara. Situs peradaban tersebut sebagai titik sumbu perdamaian kawasan ASEAN, karena sebagai simbol, bahwa kita saudara serumpun. 

Itulah kenapa, Rizal Affandi Lukman, dari Kementrian Koordinator Perekonomian menuturkan, selama 45 tahun ada hubungan baik dalam wadah ASEAN, menumbuhkan perdamaian negara-negara Asia Tenggara. “Ekonomi kita stabil. Suasana ini tetap kita jaga sampai seterusnya,” katanya.

Kemudian candi sebagai pilar budaya.  Ini menunjukan bahwa negara-negara di kawasan ASEAN merupakan bangsa yang besar. Mewarisi peninggalan maha karya nenek moyang yang luar biasa, sebagai bukti kepada masyarakat dunia bahwa negara-negara di ASEAN sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya dan pendidikan.

Tolak ukur kemajuan suatu negara tercermin dari buah karya budaya masyarakatnya. Itulah kemudian, Ir Soekarno, Presiden RI pertama pernah mendengungkan, bangsa yang besar ialah yang mampu menjaga dan menghargai sejarah dan peninggalan budaya leluhurnya.

Karena itu, mari manfaatkan komunitas ASEAN 2015 sebagai kesempatan emas memajukan bangsa, seperti apa yang pernah dilontarkan oleh I Gusti Agung Waseka Puja Dirjen Kerjasama Asean Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia,  “Kita manfaatkan komunitas untuk kepentingan nasional kita.”  ( )

Kota Tangerang


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

CANDI GARUDA YOGYAKARTA