CANDI CERMINAN BANGSA
Candi Cerminan Bangsa
Oleh: Budi Susilo
Ingat
betul kala itu, di tahun 2000 masehi, aku pertama kali menginjak tanah air
Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Saat itu, aku pergi bersama
keluarga, ayah, ibu, adik dan tiga saudara sepupu pada momen liburan sekolah.
Kami
pergi ke Candi Borobudur melalui jalur darat, menggunakan kendaraan roda empat.
Jarak yang kami tempuh ke lokasi hanya sekitar 100 kilometer dari tempat desa
kami di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
Dan
singkat cerita, setiba dilokasi aku merasakan takjub. Hati ku berceloteh,
sungguh luar biasa dapat melihat secara langsung maha karya peradaban manusia
karya arsitek Gunadharma. Serasa menambah jiwa nasionalisme pada bangsa, sebab
bangga jadi warga negara Indonesia.
Tidak
hanya kami yang tertarik atas keindahan candi yang mulai digarap pada 770
masehi ini. Orang-orang dari luar negeri juga banyak yang datang berkunjung.
Kala itu, Candi Borobudur memang padat wisatawan dari dalam negeri dan
mancanegara.
Satu
hal yang masih ingat di Candi Borobudur mengenai cerita mitos yang ada pada
patung Buddha. Cerita ini telah merebak ditengah kehidupan masyarakat Jawa,
bahwa siapa yang mampu menyentuh patung besar Buddha di dalam stupa dengan
tangan telanjang, maka semua impiannya akan terwujud.
Mumpung
berkesempatan mendekap erat Candi Borobudur, maka aku pun ikut mempraktekan
mitos populer tersebut. Entah itu benar atau tidak, yang terpenting aku merasa
puas. Segala hal tentang Candi Borobudur telah aku jamah, sampai titik bosan.
Pengalaman
serupa juga dialami Amrullah (28), kawan almamater ku di Universitas Islam
Negeri Jakarta belum lama ini. Ia
bersama rekannya Irwan, merasakan megahnya wisata Candi Borobudur. “Baru
pertama kali ke Borobudur,” ungkap Am, melalui telepon genggamnya, Selasa
(27/8/2013).
Kesan
pertama kali menginjak bumi Candi Borobudur, Amrullah merasakan kebahagiaan
yang sungguh luar biasa. Seakan mendapatkan cakrawala kehidupan yang berbeda.
“Dipandang
indah sekali. Kita juga bisa lihat pemandangan alam Magelang. Rumah-rumah,
pegunungan dan kebun, bisa kita lihat di puncak Borobudur,” urai pria asal
Jakarta Utara ini.
Meski
kala itu cuaca panas terik, tak membuat dirinya mengurungkan niat pergi
mengunjungi Candi Borobudur Jawa Tengah. Pasalnya, kata Am, pergi berwisata ke
Candi Borobudur merupakan cita-cita lamanya. “Biar tak kepanasan ada solusi
pakai topi. Tapi saya senang banget,” tutur pria yang kini bekerja di
Pengadilan Agama Jakarta ini.
Keduanya Bangsa Serumpun
Keberadaan
Candi Borobudur di bumi, telah terbukti menyihir banyak orang. Rasa penasaran
tentu akan menggelayut pada mereka yang belum mengunjungi. Serasa betah dan
ketagihan akan dirasakan pada mereka yang sudah pernah datang ke situs warisan
dunia UNESCO tersebut.
Selain
itu, ternyata Candi Borobudur juga ada
kemiripan dengan negara tetangga Indonesia. Candi yang serupa dengan Borobudur
tersebut adalah Candi Angkor Wat, yang letaknya di negara Kamboja.
Sama
halnya dengan Borobudur, Candi Angkor Wat sudah terdaftar sebagai situs warisan
dunia UNESCO tahun 1992. Mengutip dari APSARA
Authority 2004, candi tersebut memiliki makna, “kuil kota” yang proses
pembangunannya butuh 30 tahun.
Belakangan
ini pun, para peneliti arkeologi menyimpulkan, antara Borobudur dan Angkor Wat,
ada tali serumpun di antara keduanya. Telah ditemukan beberapa kemiripan di
candi tersebut.
Melihat
hal itu, ini pertanda ada hubungan dekat antara Indonesia dengan Kamboja sejak
lama. Menyadur dari situs viva.co.id,
Selasa (8/12/2009), persahabatan terjalin pada masa raja Jayawarman II Kamboja, sebelum abad ke 9.
Fakta
tersebut ditemukan setelah dilakukan beberapa penelitian lapangan. Ternyata ada
catatan prasasti berupa interaksi dan hubungan masyarakat Kamboja dengan Jawa pada
abad ke 6 dan gaya relief candi keduanya pun, tak jauh berbeda.
Ternyata
hubungan internasional pun telah terjalin baik, tak heran jika rencana
negara-negara di Asia Tenggara membentuk wadah organisasi berbentuk Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN), yang kemudian ditindak-lanjuti dengan gerakan ASEAN Connectivity pada tahun 2015. Peneluran komunitas ini, memiliki tiga pilar, yakni ekonomi, politik dan
keamanan serta sosial budaya.
Simbol Kemapanan Pilar ASEAN
Tepat
rasanya, jika kedua candi itu akan menjadi sumber kekuatan kawasan ASEAN dalam
memantapkan kehidupan ekonomi, politik keamanan dan sosial budaya kedua negara.
Yang terpenting, kerja sama dibangun atas dasar niat kebaikan bersama.
Dua
candi itu membuktikan Indonesia dan Kamboja adalah bangsa serumpun, memiliki
visi misi yang sama. Mewujudkan peradaban dan perdamaian dunia. Melalui
peninggalan sejarah itu, kedua negara dapat melakukan kerjasama ekonomi
berbasis pariwisata. Satu sama lain dapat mengembangkan industri pariwisata dan
menjadi andalan di kawasan ASEAN.
![]() |
Wisatawan bergembira di candi Gedongsongo Jawa Tengah, Minggu (7/3/2010)_trikamto |
Seperti
apa yang dikatakan Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja Ngurah Swajaya, yang
dikutip dari situs viva.co.id, kedua
negara melakukan riset hubungan sejarah kedua negara dan pendirian pusat
informasi Borobudur di Siem Riep Kamboja, juga sebaliknya info Candi Angkor Wat
di Jawa Tengah.
Sekarang
pekerjaan rumah bagi Indonesia terkait dunia wisata, harus memiliki tekad untuk
memajukan dan mau terus belajar. Contoh kecilnya memiliki sifat ramah, penolong
dan melayani tulus, mampu berbahasa asing dan memiliki wawasan pendidikan yang luas.
Jangan
sampai, bangsa Indonesia tertinggal jauh dalam pengelolaan wisatanya dengan
Kamboja. Sekali lagi ingat, apa yang dikatakan Yudi Latif dalam Menyemai Karakter Bangsa (2009), tanpa
belajar, bangsa kehilangan wahana untuk menakar, memperbaiki, dan memperbaharui
dirinya sendiri.
Lihat
saja berdasarkan data dari World Economic
Report Tourism Competitiveness Ranking, pada tahun 2007 negara Indonesia masih
menempati urutan ke 60 dunia, di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Kemudian
kedua candi itu juga dapat menjadi simbol kemapanan politik dan keamanan kedua
negara. Situs peradaban tersebut sebagai titik sumbu perdamaian kawasan ASEAN,
karena sebagai simbol, bahwa kita saudara serumpun.
Itulah
kenapa, Rizal Affandi Lukman, dari Kementrian Koordinator Perekonomian menuturkan,
selama 45 tahun ada hubungan baik dalam wadah ASEAN, menumbuhkan perdamaian
negara-negara Asia Tenggara. “Ekonomi kita stabil. Suasana ini tetap kita jaga
sampai seterusnya,” katanya.
Kemudian
candi sebagai pilar budaya. Ini
menunjukan bahwa negara-negara di kawasan ASEAN merupakan bangsa yang besar.
Mewarisi peninggalan maha karya nenek moyang yang luar biasa, sebagai bukti
kepada masyarakat dunia bahwa negara-negara di ASEAN sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai sosial budaya dan pendidikan.
Tolak
ukur kemajuan suatu negara tercermin dari buah karya budaya masyarakatnya.
Itulah kemudian, Ir Soekarno, Presiden RI pertama pernah mendengungkan, bangsa
yang besar ialah yang mampu menjaga dan menghargai sejarah dan peninggalan
budaya leluhurnya.
Karena
itu, mari manfaatkan komunitas ASEAN 2015 sebagai kesempatan emas memajukan
bangsa, seperti apa yang pernah dilontarkan oleh I Gusti Agung Waseka Puja
Dirjen Kerjasama Asean Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, “Kita manfaatkan komunitas untuk kepentingan
nasional kita.” ( )
Kota Tangerang
Komentar
Posting Komentar