AGUS SALIM & IKLAN PEMERINTAH

Agus Salim dan Iklan Pemerintah
Oleh: Budi Susilo

Siapa yang tak mengenal majalah Tempo. Bagi orang yang hidup di perkotaan, tentu sangat tahu betul eksistensi majalah investigasi ini. Tak hanya di Indonesia, di mancanegara majalah ini juga beredar, maklum saja karena sudah ada sajian edisi bahasa Inggrisnya.

Khusus di peringatan kemerdekaan 17 Agustus Republik Indoensia, majalah yang memiliki moto Enak Dibaca dan Perlu ini menyuguhkan tokoh pahlawan nasional jaman kemerdekaan, bernama Haji Agus Salim atau Mashudul Haq yang artinya pembela kebenaran.

Majalah yang terbit sejak tahun 1971 ini seakan tak mau ketinggalan memeriahkan semarak Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 68. Menurunkan laporan jurnalistik seorang tokoh pahlawan yang belum populer sosok pribadinya dan peran aktivitasnya di tengah masyarakat.

Majalah Tempo edisi Kemerdekaan RI 68 Tahun_istimewa

Bagi pembaca majalah Tempo edisi khusus ini, isi lembaran-lembaran kertasnya bagai beranda yang menyuguhkan segudang pengetahuan pejuang kemerdekaan Indonesia, yang dalam karir politiknya pernah menjabat sebagai ‘Humas Republik Indonesia’ di mata masyarakat internasional.

Mereka yang membaca peroleh keterbukaan wawasan intelektual. Bagai magnet, majalah ini sangat menarik, selalu penasaran ingin membacanya hingga tuntas dan terdorong untuk menjadikan koleksi tambahan di perpustakaan pribadi.

Pasalnya, majalah yang digawangi jurnalis sastrawi Goenawan Muhammad ini, seakan memberi inspirasi dan meningkatkan rasa kebanggaan sebagai putra-putri yang lahir di bumi pertiwi Indonesia.

Tidak percaya ? Baca saja majalah Tempo edisi khusus kemerdekaan yang menampilkan pahlawan nasional Haji Agus Salim dengan tajuk ‘Diplomat Jenaka Penopang Republik’ setebal 290 halaman.

Namun yang menjadi semacam rasa ‘kecewa’ dari majalah ini, mengenai rubrik-rubrik yang menampilkan inforial atau iklan pemerintahan di halaman-halaman tertentu. Jika dihitung-hitung, ada puluhan halaman inforial. Sungguh luar biasa. Semoga sejahtera semua, salam merdeka !

Satu di antara teman di daerah provinsi Lampung, Kang Taryono mengeluh atas edisi khusus Tempo yang turun Agustus ini. Bukan tidak senang dengan pria berjanggut H Agus Salim tampil di majalah, tapi karena rubrik iklan pemangku kuasa ‘uang negara’.

“Inforial edisi khusus kemerdekaan #majalahtempo terlalu banyak,” katanya di timeline twitternya, @taryonotribun, pada Minggu (18/8/2013). Tak selang beberapa menit, aku pun menanggapinya dengan menafsirkan secara bebas atas fenomena tersebut, “Sebab itu semua, menyangkut hajat hidup para buruh intelektual juga,” kata ku, memakai twitter @budisusilo85.

Tetap pada pendiriannya, Kang Taryono pun kembali melontarkan pernyataan satir. “Kirain #majalahtempo dah jadi majalah pemda. Kok inforial banyak tenan (sekali), wkwkwk,” selorohnya yang kemudian ku timpali komentar, “Ih, buruh berbulu PNS (Pegawai Negeri Sipil) yak,” canda ku.

Daripada pusing tujuh keliling dan timbul opini ngalor-ngidul (kesana kemari), jalan keluarnya meminta penjelasan ke orang yang berada di dapur majalah Tempo. Kebetulan orang ini ku anggap sebagai marketing majalah Tempo yang sudah makan asam garam. Entah itu jawabannya subjektif atau objektif, yang terpenting orang dalam Tempo harus memberi penjelasan, agar diskusinya ada keberimbangan dan tidak simpang siur.

Nama orang yang dimaksud adalah Dani Kristanto. Lewat akun facebook-nya, ia menjelaskan atas inforial yang muncul di halaman Tempo edisi kemerdekaan. Katanya, inforial berbeda dengan redaksional. Inforial adalah ruang bagi mitra kerja Tempo untuk mengkomunikasikan kinerja dan program-program pemerintah kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait.

Namun tambahnya, ada ukuran etika untuk inforial yang disepakati oleh Asosiasi Media. Tempo dalam hal ini tetap mentaati aturan baku dan masyarakat pun tetap akan dapat membedakan mana redaksi dan mana itu inforial.

Pendapatnya lagi, keberadaan inforial mengenai eksekutif, legislatif dan yudikatif,  juga bisa menjadi sarana pengetahuan dan kontrol publik atas program-program dan pemikiran pemerintah yang terbuka bagi masyarakat. Diharapkan, kontrol publik pun semakin terarah.

Sebagai jaminan, Bung Dani menegaskan, Tempo tetap investigasi dan kritis di ruang yang menjadi porsi redaksi. Untuk edisi khusus kemerdekaan, Tempo menginvestigasi mendalam pribadi Agus Salim, bahkan mengkritisi kiprahnya juga topik-topik lainnya di beberapa wilayah Indonesia.

Tak merasa puas, kembali melontarkan pertanyaan ke Bung Dani, lalu apakah selama ini fungsi divisi Humas pemerintah telah mandul, sehingga harus ada inforial seperti di Tempo ? Untuk apa ada Kemenminfo RI, sepertinya mubazir. Bahkan sempat masa Presiden RI Gus Dur dulu, departemen ini ditiadakan. 

Dan bukankah, lebih baik mengkomunikasikan program pemerintah dengan turun langsung kelapangan menyapa rakyat, ketimbang mejeng di media bak selebriti ? Apalagi negeri ini juga punya lembaga legislatif sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah (ekskutif) dan rakyatnya. Kenapa mesti ada inforial ? Apakah legislator di republik ini sudah letoy ? Tentu untuk menjawab ini, bukan obat ‘mak erot’ solusinya !

Secara padat, Bung Dani pun meladeni pertanyaan tersebut. Ia menulis, Divisi Humas pemerintah dijalankan Menkominfo RI dan Jubir Kepresidenan, pertanda kinerjanya tak mandul. Tugas mereka adalah mengkonsep apa yang dikomunikasikan, serta mencari tahu bagaimana mengkomunikasikan sebaik mungkin ke masyarakat luas.

Sarana komunikasi ‘plat merah’ yang tersedia berupa TVRI dan RRI, dari hari ke hari semakin baik kualitasnya. Karena itulah, seiring sejalan, masyarakat pun semakin dinamis dan terpola dengan pilihan pemenuhan kebutuhan masing-masing. Kemudian timbulah kebutuhan perluasan sarana-sarana komunikasi yang bukan ‘plat merah’ agar dapat menjangkau publik secara luas sesuai dengan selera pilihan publik masing-masing yang berbeda. Demikian penjelasan Bung Dani atas inforial di majalah Tempo edisi Kemerdekaan RI 68 tahun tersebut.

Melihat proses dinamika logika tersebut diatas, tentu aku sebagai penulis blog dan sebagian anda semua, berposisi sebagai pembaca yang gandrung akan nilai pengetahuan layak. Dianjurkan memegang prinsip membaca kritis agar tidak terjebak pada hal-hal yang taklid (mandeg). Selamat membaca bagi anda semua, karena membaca membuka cakrawala dunia alam semesta. Salam baca, tulis dan kritis ! ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN