OUH KAKI LIMA

Ouh Kaki Lima
Oleh: Budi Susilo

Ibarat kata, pimpinan daerah jaman sekarang ini mungkin akan lebih takut dengan makhluk kaki lima, ketimbang ketika harus berhadapan dengan makhluk kaki seribu.

Logikanya, siapa yang berani melawan kaki lima secara radikal, sama saja akan mengguncang dunia, membangun pencitraan negatif. Resikonya akan dicap sebagai pelanggar hak asasi manusia hingga resiko pelengseran jabatan.

Beda seperti melawan ular kaki seribu, ambil tongkat, lalu memukulnya hingga mati, tentu tak menjadi persoalan. Dianggap lumrah karena niatannya untuk mencari keselamatan dari bahayanya mahkluk tersebut. Dan membunuh ular kaki seribu tidak akan dituntut sampai ke meja hijau hingga harus mendekam di hotel prodeo.

Di pusat keramaian Kota Gorontalo 2013 masih sedikit pedagang kaki lima_budisusilo
Lagi pula, untuk apa harus menghadapi kaki lima melalui gaya premanisme melalui cara yang menanggalkan pola kekeluargaan musyawarah mufakat. Pasalnya mereka itu juga manusia yang bekerja, menari sesuap nasi, melakoni sebagai pedagang demi kemudahan mencari makan untuk menyambung hidup bagi dirinya dan juga keluarganya.

Apalagi berdagang itu juga tidak diharamkan dalam agama, kecuali perdagangan yang melanggar syariat atau aturan agama. Berdagang secara halal bahkan dianjurkan oleh agama, sebab pintu rejeki terbuka lebar dalam dunia dagang.

Bahkan Rasullah Muhammad SAW semasa hidupnya, kesehariannya selain diisi dengan aktivitas berdakwah, ia juga menyambi sebagai pedagang yang menjual barang-barang halal secara jujur dan amanah.

Di abad 21 ini, segala aktivitas manusia telah berlangsung secara dinamis. Tuntutan kebutuhan hidup mulai beragam. Akibat ini, maka secara otomatis telah menumbuhkan sektor ekonomi perdagangan. Termasuk munculnya tipe pedagang kaki lima, merupakan satu diantara fakta roda perekonomian yang telah mengurat nadi di kehidupan rakyat menengah ke bawah.

Persoalannya, jika pedagang kaki lima sudah dianggap virus bagi ketertiban lalu-lintas, tentu saja ini menjadi problematika perkotaan. Solusi cerdasnya harus segera dituntaskan, melalui cara-cara yang manusiawi dan demokratis.

Di kota-kota besar, diantaranya Kota Jakarta kawasan Tanah Abang, Kebayoran Lama, pedagang kaki lima sudah identik dengan gaya dagang yang kurang menomorsatukan ketertiban kota. Para pelaku usaha ini berdagang tidak sesuai tempatnya, akibatnya menimbulkan kemacetan lalu-lintas dimana-mana.

Pasti semua setuju, pedagang kaki lima bisa diatur secara tertib, agar nantinya tidak mengganggu arus lalu-lintas. Sebab seluruh warga Jakarta misalnya, sudah merasa bosan dan penat hidup dalam kemacetan lalu-lintas.

Karena kemacetan itu hanya menyebabkan lingkungan tak lestari, karena terjadi peningkatan polusi udara. Selanjutnya tidak efisennya bahan bakar dan dapat mengurangi keindahan pemandangan tata kota. Mereka yang tadinya berniat jalan-jalan untuk mencari hiburan, agar dapat menghilangkan rasa penat, tetapi tidak sesuai harapan saat situasinya terjebak dalam kemacetan lalu-lintas. Yang terjadi, ketika terjebak macet menimbulkan stres yang semakin tinggi.

Melihat kondisi itu, tentu masyarakat berharap banyak kepada pemerintah juga bersama para pedagang kaki lima agar mengambil jalan terbaik dengan mengupayakan sinkronisasi serta adanya saling pengertian. Tentu saja pemerintah pun harus bisa memberi solusi, jangan hanya main gusur sana-sini.

Begitu pun pedagang juga harus memaklumi dan berpikir secara jernih dalam memilih lokasi dagang yang ideal. Supaya konsumen juga tidak merasa dirugikan, karena telah dijamin kemanan dan kenyamanannya.

Pemerintah dan pedagang juga manusia, yang hidup di muka bumi. Karena itu, mari sama-sama saling memanusiakan manusia, bukan sebaliknya membinatangkan manusia.

Harapan terbesar, pemerintah selaku pembuat kebijakan publik, sebaiknya harus mampu memberikan petunjuk lokasi dagang yang layak bagi kaki lima, serta dapat memberikan kepuasan bagi konsumen.

Tentu lokasinya harus memiliki prospek positif dan iurannya tidak memberatkan bagi para pedagang kaki lima, mengingat semua pelaku jenis pedagang ini ialah masyarakat menengah kebawah.

Karena itu, mari semua sama-sama menciptakan ekonomi kerakyatan yang mapan. Jangan saling memangsa, memusnahkan satu sama lain. Ingat pesan satu di antara pendiri bangsa Indonesia, Mohammad Hatta, membangun ekonomi masyarakat dengan konsep gotong-royong, saling bahu-membahu untuk maju bersama. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN