BERBURU TAKJIL ISTIQLAL

Berburu Takjil Istiqlal

Sayur lubis ini dimasak sungguh. Sahur habis, kini masuk subuh. Bismillah, jelang siang, Minggu (14/7/2013), pergi menuju kawasan Monas dan Masjid Istiqlal Jakarta. Berhubung belum punya pesawat jet pribadi, jadi hanya naik kuda besi.

Andai sudah memiliki pesawat jet pribadi enak sekali bisa hindari macet dan genangan banjir Jakarta. Ngobrol soal Jet pribadi, maksudnya bukan jet untuk nama alat transportasi monorel Jakarta 2015 nanti, tapi ini jet yang dapat mengudara menembus awan, layaknya pesawat udara kepresidenan Republik Indonesia yang diminta presiden esbeye belakangan ini.

Mau berpergian, cuaca menyapa dengan ungkapan mendung. Memang cuaca tiga bulan ini benar-benar macho. Kuat sekali gaya mendungnya. Mampu tahan lama menangkal daya terik matahari. Sebagai manusia yang banyak kelemahan, prinsipnya selalu bersyukur saja kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Tanpa berpikir panjang, langsung jalan. Bersama aku dan Oncom Chandra, bergegas ke arah Cipondoh Kota Tangerang terlebih dahulu. Mengunjungi rekan lainnya, si Alit yang ingin ikut bertamasya ke Monas dan Istiqlal.

Menuju ke Cipondoh, kami berdua mendarat dengan merayap, tanpa sayap menuju tempat tujuan. Harap-harap, kami bisa cepat ke tempat yang tepat, sesuai alamat, meski macet padat dan penat.

Siang saja sudah macet, apalagi jelang ngabuburit. Hebat ini tempat, minggu lebaran ramadan ini tetap padat para pengendara bermotor kaum kota.

Cenat-cenut lihat mecet, asal selamat bisa jadi obat. Maklum, aku sekian lama tak lihat padat merayap ini tempat. Hati jadi ‘berdegap-degap’ gagap, melihat rapat-rapat kendaraan di jalan.

Sesampai di Cipondoh, teman kami Alit ada ditempat kediamannya. Menggunakan kaus hitam bergambar wayang batik, ia langsung ikut kami, bergegas ke Jakarta Pusat. “Tapi nanti kita ke rumahnya si Indra dulu. Mau ikut juga dia,” kata Oncom yang menambahkan rumah Indra ada di daerah Joglo Jakarta Barat.

Singkat cerita, berempat menuju tempat Monas dan Istiqlal, kompak naik motor. Berjalan cepat, mengejar waktu ngabuburit disana.  Syukur alhamdulillah, untung hujan tak turun, perjalanan kami lancar tanpa kendala. 

Ketika masuk kawasan komplek Senayan, melihat gerombolan pecinta sepak bola. Luar biasa antusiasnya, Senayan banjir warna merah, sungguh warna yang sumringah. Maklum, kali ini ada hajatan Arsenal Asia Tour 2013.

Yah, antara Indonesia dan Inggris sama-sama merah, yang beda hanya kualitas permainannya saja. Terbukti malam bergulir, usai pertandingan ternyata dimenangkan Arsenal FC. Tim nasional Indonesia kalah telak, dengan skor angka 0-7.

Skor bintang tujuh, pereda sakit kepala bagi Arsenal. Tapi buat timnas Indonesia, angka tersebut buat kepala pusing tujuh keliling sepak-bola Indonesia. Belum lagi nanti mau lawan Liverpool FC dan Chelsea FC, jangan-jangan tambah sakit kepala kalau kalah telak lagi ? Ampun deh. 

Berkunjung ke Masjid Istiqlal mau rasakan ngabuburit yang berbeda di pusat ibu kota. Mesjid terbesar di Asia Tenggara ini menyediakan takjil, minum makanan berbuka puasa.  Selama ramadan ibaratnya memegang prinsip rajin ke masjid demi takjil gratis, ketimbang buka puasa di kosan, yang hari-harinya hanya makan cemilan kuwaci asal parbikan Bekasi. He he he...

Luar biasa, banyak sekali orang yang berdatangan. Ibaratnya, harus bersaing keras mendapatkan takjil. Siapa kalah cepat tak dapat. Termasuk kami berempat, karena telah datang, kurang beruntung dapat takjil gratis.

Aku dan si Oncom bingung cari takjil sampai ke belakang-belakang masjid. Kami berdua berpencar dengan si Alit dan Indra, yang juga berusaha keras raih takjil gratis. Namun nasib berkata lain. Kami berempat pun malang, tak dapat buruan takjil Istiqlal.

Akhirnya mengambil jurus lain yakni aku bersama Oncom pergi keluar masjid, lalu membeli air mineral ukuran botol sedang. Entah bagaimana nasib Alit dan Indra, kami tidak mengetahui. Kami baru dapat ketemu lagi Alit dan Indra, usai sholat maghrib berjamaah.

Sebagai tambahan penahan rasa lapar, kami berempat membeli gorengan abang-abang dan kue bakpou yang dijual di depan masjid. Membeli secara patungan, bergotong-royong membeli makanan dan minuman untuk dikonsumsi secara bersama-sama di trotoar masjid Istiqlal.

Maklum saja tak peroleh buruan takjil gratis, karena mendekati waktu maghrib, dari Monas kami berjalan kaki ke Istiqlal selama tiga puluh menit. Parkir motor di Monas dan berjalan ke Istiqlal supaya bisa olah-raga jalan kaki, badan sehat bugar dan akan tambah rasa lapar.

Selain itu, usai sholat Maghrib, kami berempat menyempatkan ke Monas Fair. Melihat-lihat barang jualan meski uang simpanan di kantong masih sangat kurang. Di gelaran ini ada sisi entertain, yang menyuguhkan adegan jungkir balik topeng monyet dan kalemnya putaran kincir angin.

Suguhan malam Monas Fair juga ada sisi fashion. Melalui ini, sebuah merk produk ternama membanting harga hingga seperempat dari normalnya. Tak ayal, para manusia mengerubunginya, termasuk kami berempat terpaksa belanja celana dan sendal buat lebaran. Mumpung lagi harga miring jangan dilewatkan, langsung sikat bawa pulang.

Lalu ada sisi pentas seni, dua manusia yang menyerupai patung tentara jaman kolonial Belanda dan nasional Indonesia memberi decak kagum para pengunjung. Merasa tak mau melewatkan momen ini, ada beberapa pengunjung yang berphoto-photo ria bersama manusia bergaya patung. Sengaja manusia patung melakukan ini, karena mencari sesuap nasi dengan cara begini. Mengamen lewat gaya seni patung imitasi.

Sudah larut malam, kami berempat cepat-cepat untuk berangkat pulang ke rumah masing-masing, meski tak sempat mampir ke Jakarta Monorel Expo. Capek juga berwisata ke Monas Fair dan berburu takjil gratis Istiqlal yang hanya dilakukan sekali dalam setahun.  Insyaallah, di tahun mendatang dapat baku temu kembali di pengalaman serupa, amin ya robal alamin. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN