DENYUT PINGGIRAN SUNGAI MANADO
Serakan Sampah Rumah Menumpuk
Oleh Budi Susilo
AIRNYA yang coklat seperti kopi susu, pemandangan sehari-hari sungai Singkil. Aliran air ini sering disebut Daerah Aliran Sungai Tondano Minahasa. Entah mulai kapan airnya berwarna coklat dan dipinggirannya dipadati pemukiman penduduk, yang pasti kondisi terkini sungguh memprihatinkan, sebab kelestarian lingkungannya tidak terjaga.
Memang persoalan kebersihan di masyarakat perkotaan Manado selalu saja ada. Terutama mereka yang bermukim di pinggiran kali dan berumah padat penduduk. Pengelolaan kebersihannya sungguh bernilai buruk.
Satu di antaranya, saat iseng berjalan-jalan ke pelosok pinggiran pusat kota, Jumat 7 Juni 2013, tepatnya di lingkungan 3, Kelurahan Karame, Kecamatan Singkil Kota Manado, tampak persis di pertikungan jalan daerah ini sampah buangan rumah tangga menggunung.
Tumpukan sampah seperti plastik dan kertas tergeletak di pinggiran sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano. Dilihat dari jalan kampung, sampah-sampah memang tidak tampak karena tertutup oleh tanggul sungai.
Sempat berbincang dengan warga setempat, alasan membuang sampah disembarang tempat karena di wilayahnya tidak ada fasilitas tempat sampah. Mereka bilang, bingung hendak mau dibuang kemana ?. Ditambah lagi, kebingungan tidak ada akses mobil angkutan sampah yang masuk di kampung bantaran kali secara intens. Kalau datang katanya, hanya seminggu sekali.
Sebagai langkah solusi sesat, warga terpaksa membuang sampah di pinggiran sungai. Hal ini layaknya keluar kandang macan, masuk ke mulut buaya. Sedih juga sebagian besar warganya mungkin belum ada yang mengetahui dampak yang sesungguhnya, rawan banjir dan wabah penyakit berbahaya.
Kondisi ini serupa dengan di daerah lingkungan 4 Kelurahan Paal Dua Kecamatan Paal Dua Kota Manado. Warga setempat dalam mengatasi persampahan membuang di dekat bibir sungai DAS Tondano. Ini dilakukan karena keterpaksaan karena minimnya fasilitas pembuangan akhir sampah.
Mereka ada yang mengaku, andai ingin buang sampah bingung mau dibuang kemana. Lagi pula di tempat ini pun tidak ada truk sampah yang lewat sini. Akses jalannya sempit, tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda emat, sebab masuk rute jalan hanya satu pintu dan setapak berlubang-lubang.
Kontradiksinya lagi, penanganan sampah yang ditangani mereka dengan cara konyol. Sampah yang menumpuk tak tertangani, maka solusinya dilakukan pembakaran. Padahal membakar sampah itu dapat timbulkan negatif terhadap lingkungan, karena gas buang emisi sangat banyak, belum lagi pengaruhi kesehatan paru-paru manusia.
Padahal cara yang mereka lakukan bila dikaji dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tidak dianggap benar, sebab dalam pasal 29 ayat 1 poin G, disinggung bahwa, dilarang untuk membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Melihat hal itu, tentu saja pemukiman penduduk di bantaran kali Kota Manado sudah seharusnya dilakukan relokasi. Mengingat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ke depan, Kota Manado tidak ada lagi pemukiman padat penduduk dibantaran kali. Tidak cocok ada rumah penduduk dipinggiran sungai.
Sangat rawan, jikalau ada rumah penduduk di pinggir kali. Berdasarkan pengalaman, pasti ada buangan limbah dari rumah tangga. Sungai bisa tercemar, tidak bersih. Karena itu, harusnya pemerintah harus bertahap melakukan relokasi, mengingat dalam kota ini juga mengharapkan juara Adipura Kencana. ( )
Komentar
Posting Komentar