WAJAH DESA GORONTALO 4

Desa Juria Kabupaten Gorontalo

Empat Batang Pohon Kelapa Menyambut

Kala fajar terbit menyapa bumi Hulandalo Gorontalo, aku bersama Mujiono Pohi pada pukul 09.00 wita mengendarai sebuah sepeda motor matik menuju arah Kabupaten Gorontalo.

Motor tersebut dimiliki oleh Yono panggilan akrab Mujiono, yang kini masih duduk dibangku kuliah jurusan komunikasi Universitas Negeri Gorontalo.

Rasanya cukup, satu motor sebagai alat transportasi ideal dalam menghantarkan kami berdua menuju lokasi tujuan ke beberapa pedesaan di Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati David Bobihoe. 

Perbatasan pintu masuk Desa Juri Kabupaten Gorontalo, Jumat (19/4/2013)_mujionopohi

Yono, dengan berjaket abu-abu dan helm full face berada di depan sebagai pengemudi motor handal dan berpengalaman dalam perjagadan dunia setir motor. Ini terbukti pada bagian jemari-jemari lengannya telah bewarna hitam legam. 

Maklum saja, pemuda kelahiran Paguyaman ini harus membawa motornya, karena memang dikatakan layak dan paling lengkap memiliki surat identitas, ketimbang yang diboncenginya, tak memiliki surat-surat legal, masih bergaya ala kobi rock and roll

Yono, meski bukan seorang mahasiswa fakultas hukum, ia tetap sadar hukum, membuat surat ijin mengemudi kendaraan bermotor untuk roda dua, juga sekaligus roda empat. Hanya kendaraan untuk roda tiga saja ia tidak punya. 

Daerah yang memiliki menara Limboto ini, menyimpan tempat-tempat pedesaan yang masih lebat pohon. Kabupaten masih berada dalam proses perkembangan, masih banyak pekerjaan rumah untuk menata kehidupan desa lebih progresif. 

Jalan di Desa Juri Kabupaten Gorontalo, Jumat (19/4/2013)_budisusilo

Satu di antara tempat yang kami kunjungi yakni Desa Juria, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Jumat (19/4/2013). Tujuan kami berakhir pada Desa Taulaa Kecamatan Bilato yang menyimpan panorama pantai.

Menuju ke lokasi ini, kami melewati Desa Juria. Tidak sempat berlama-lama dan menyapa warga setempat, motor kami terus dilajukan ke arah Desa Taulaa, untuk mengejar waktu agar dapat melihat wisata pantainya.

Bagi mereka yang berjiwa ‘anak rumahan’, akan menilai jarak perjalanan yang ditempuh cukup jauh, karena membutuhkan puluhan menit untuk sampai di lokasi. 

Berdasarkan pengalaman, rasa keluh kesah itu ada, timbul secara alami dalam diri pribadi yang jiwa dan raganya bermalas-malasan untuk mengenal pelosok daerah Indonesia.

Tapi mereka yang suka berpetualang, tentu hal tersebut tidak dirasakan sebagai sesuatu yang membosankan apalagi sampai membuat pusing, sakit bukan kepalang.

Bagi ku pribadi, mengunjungi Desa Juria adalah peristiwa bersejarah, karena untuk pertama kalinya dalam pengalaman pribadi ku melewati desa ini. Meski tidak singgah, namun rasa kedekatan terhadap desa ini benar-benar terasa. 

Suguhan alamnya yang masih banyak ditumbungi pohon yang menghijau rindang memberikan arti tersendiri bagi ku, serasa menyatu berasama alam yang asri.

Rumah-rumah penduduknya pun masih jarang. Kalau pun ada, jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat berjauhan. Kebanyakan model arsitektur rumahnya sederhana, terbuat dari bahan kayu-kayuan. 

Kalau penilaian orang perkotaan elitis, konsep rumahnya sangat umum dan model jaman dahulu kala. Tapi asik rumah-rumah di desa ini, masih memiliki pekarangan halaman rumah yang luas dan menghijau. 

Tidak seperti rumah-rumah di pemukiman padat penduduk perkotaan, telah berkiblat pada betonisasi, sudah langka menemukan lahan terbuka hijau di pekarangan rumahnya.

Yah, itulah ciri khas yang masih dimiliki Desa Juria. Di pinggiran desa ini dibatasi oleh sungai besar bernama Sungai Payugaman yang airnya mengalir deras serta berwarna kecoklatan.

Secara pembagian wilayah administratif pemerintahan, sungai ini menjadi pembatas antara geografis wilayah Kabupaten Gorontalo dengan Kabupaten Boalemo.  

Di dalam perjalanan, kami dapat melihat diseberang sana ada daerah Kabupaten Boalemo yang berbukit-bukit hutan. Namun ada hal yang cukup menyedihkan juga, di antara bukit-bukit Kabupaten Boalemo tersebut, lahannya ada yang gundul, karena menurut cerita warga setempat, dahulunya dialihfungsikan sebagai perkebunan jagung. 


Jalan menuju Desa Juri Kabupaten Gorontalo terdapat aliran sungai Paguyaman, Jumat (19/4/2013)_budisusilo

Resiko menanam jagung, pohon-pohon di bukit tersebut harus ditebangi. Hutan berbukit itu tidak lagi rimbun, dari kejauhan terlihat coklat kehitam-hitaman. Lahannya berstatus kritis, tidak sedap lagi dipandang oleh mata telanjang.  

Saat memasuki Desa Juria, melihat ada empat batang pohon kelapa tanpa dahan dan buah berdiri tegak di pinggir jalan bagian kiri dan kanan. Masing-masing di sisi kiri dan kanan ada dua batang. 

Ditafsirkan oleh ku, keberadaan batang pohon kelapa itu sebagai penanda bahwa telah memasuki kawasan Desa Juria. Padahal, sebelum tanda batang pohon kelapa itu, ada sebuah beton semen berbentuk kotak sebagai petunjuk kawasan, berjarak sekitar 25 meter.

Keterangan petunjuk itu adalah ‘anda memasuki Desa Juria Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo.’ Warna beton semen itu di cat putih dan merah untuk bagian pinggirnya. Sedangkan tulisannya warna hitam, hanya kata Juria saja yang dilumuri cat merah. ( )  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA