PEMILUKADA ADA PILU

Pemilukada Ada Pilu
Oleh: Budi Susilo 

Gorontalo Indonesia kita itu indah. Siapa bilang daerah Gorontalo itu tidak bisa buat rasa riang. Buktinya alam pantai seperti Olele, alam permai Desa Bongo, hutan belantara Nani Wartabone, memberikan hari-hari kita terus berdendang.

Cari senang, dimana saja bisa, tak terkecuali di Gorontalo ini. Daerah yang sering disebut Bumi Hulandalo ini punya penggalan sejarah perjalanan republik, dari babak sebelum berdirinya negara Indonesia, sampai eksistensi saat ini. 

Karena pernah kedatangan bangsa Portugis, Gorontalo memiliki Benteng Otanaha, yang dahulu dibangun pada abad 15, atau sekitar tahun 1522 atas permintaan Raja Ilato (Matolodolakiki) yang berkuasa antara tahun 1505-1585.

Perempuan Gorontalo yang murah senyum, ramah dan ceria_budisusilo

Keberadaan benteng Otanaha ada di atas perbukitan Kota Gorontalo, Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Kalau sudah berada di benteng ini, hanya dengan ‘mata telanjang’ sebagian wajah Kota Gorontalo terlihat dengan prasyarat cuaca sedang bersahabat cerah. 

Situasi pemukiman penduduk, persawahan, Danau Limboto, sampai daerah tetangga Kota Gorontalo seperti Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo, terpantau dari ketinggian benteng ini. 

Ini hampir serupa dengan gedung parlemen dan pemerintahan provinsi Gorontalo yang sekarang ini. Sekitar tahun 2000-an, dibangun dan terletak di atas perbukitan Botu. 

Strategis jika ditempatkan di atas bukit. Pemangku pemerintahan dapat melihat situasi kondisi langsung Gorontalo Indonesia Kita.

Kabar belakangan Gorontalo memanas, ada ribut-ribut di sebuah stasiun televisi plat merah karena persoalan adanya hajatan pemilihan kepada daerah (pemilukada) Kota Gorontalo.  

Itulah dia namanya juga politik pragmatis. Jika belum dewasa, tentu kekuasaan dan kekerasaan jadi senjata dalam berpolitik, seperti kata pepatah lama, Homo Homini Lupus, satu sama lain saling memusnahkan.

Orang yang mengaku berpendidikan tinggi banyak mendengungkan rakyat harus mendapat pendidikan politik agar rasional cerdas. Sebenarnya, rakyat yang perlu dididik, atau memang rakyat perlu diliciki ?  

Tapi, apakah tidak sebaliknya ? semestinya elit-elit politiknya itu yang harus dididik, agar tidak liar dalam berpolitik, merugikan banyak pihak, meruntuhkan kehidupan harmonis Republik Indonesia. 

Elit politik tampaknya hanya pandai nan cerdik serta jago memprovokasi lapisan rakyat awam untuk memperebutkan fatamorgana kekuasaan sesaat, sungguh sesat bukan. 

Bundaran Patung Hulandalo Indah di Kota Gorontalo_budisusilo

Tak heran, jika elit politiknya masih rendah sikap negarawannya, Gorontalo ini akan terus dirongrong kehancuran dan perpecahan antar sesama saudaranya sendiri. 

Tentu saja, bila masih seperti demikian, maka proses demokrasi yang bernama pemilukada akan berubah jadi pilu. Uang negara yang dikumpul dari pungutan pajak rakyat, hanya dihabiskan untuk prosedural demokrasi yang hasilnya pahit. 

Babak pemilukada berubah drastis, dianggap sebagai momen yang jelimet, rumit bagai benang kusut. Gorontalo yang tadinya dikenal indah dan daerah yang menyenangkan akan runtuh, tergadaikan oleh citra daerah yang beratmosfir pilu karena pemilukada. 

Perlu refleksi lagi, bahwa demokrasi hadir di Gorontalo agar pondasi kedaulatan rakyat terbangun mapan. Demokrasi ada, kehidupan bersama akan bernilai agung, selalu hidup di sepanjang masa Gorontalo. 

Sebab kata Muhammad Hatta (kumpulan karangan I, 1950), masyarakat akan mengalami anarki, apabila rakyat yang sudah berdaulat, tapi tidak memiliki rasa tanggungjawab untuk menjaga kepentingan bersama.

Dan satu lagi, bahwa proses demokrasi melalui pemilukada, ingin menciptakan generasi pemimpin rakyat yang tidak berambisi pada kekuasaan, status quo ideologi dan dogmatis. Namun memunculkan pemimpin yang memiliki ruh jongosrakyat !

Jauh-jauh hari, warga masyarakat Gorontalo itu dikenal beradab, berbudaya. Antara agama dan kehidupan sehari-hari tidak bisa dilepaskan. Satu sama lain alam dunia dan ibadah saling menyatu. 

Tak heran juga, ilmuwan antropologi dari Belanda bernama Van Vollenhoven menggambarkan Gorontalo itu kehidupan adatnya mengacu pada ajaran agama, yakni Islam.

Masjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo berdiri megah_budisusilo

Karena itulah, ia mengklasifikasi kebudayaan Gorontalo menjadi provinsi kebudayaan yang ke sembilan, dari 19 kelompok kebudayaan di nusantara ini.

Ini pernah dibuktikan saat Gorontalo dalam pemerintahan Raja Eyato (1673-1679), bahwa Adati Hula-hulaa to Saraa. Saraa Hula-hulaa to Qur’ani

Yang artinya, adat bersendi syara dan syara bersendi Al-Quran (nilai-nilai agama).  Semoga prinsip ini terus tertular dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Gorontalo Indonesia Kita. Amin ya robal alamin ! ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA