KAMPUNG NELAYAN TANJUNG KERAMAT GORONTALO

Pemudanya Nelayan Militan
Oleh: Budi Susilo

Gorontalo Indonesia kita memiliki surga kekayaan alam laut. Gorontalo memiliki hamparan luas perairan laut yang mengandung beragam aset ekonomi agropolitan. 

Tidak heran, lagu ‘nenek moyangku seorang pelaut’ sejak dahulu kala telah populer, karena jaman silam sampai sejauh ini, sektor laut memang masih menjadi andalan utama mata pencarian rakyat Indonesia, termasuk di Provinsi Gorontalo.

Suasana Kampung Tanjung Keramat Kota Gorontalo dilihat dari atas, Minggu (7/4/2013). Sebagian besar warga kampung Tanjung Keramat bermata pencarian sebagai nelayan dan sisanya adalah pegawai negeri sipil. (photo by budi susilo)

Laut jadi ladang sumber bekal kehidupan rakyat Indonesia. Geografis Gorontalo Indonesia kita didukung perairan laut yang menyimpan banyak harta perikanan.

Satu di antaranya di kampung Tanjung Keramat, Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo, alamnya dimanjakan hamparan laut luas. Di kampung ini, sebagian besar penduduknya hampir 90 persen menekuni sebagai nelayan konvensional.

Ditemui di kediamannya, seorang pemuda, Kisman Adam (33), yang juga sebagai Ketua Kelompok Nelayan Tuna Teratai Tanjung Keramat menuturkan, sebagian besar warga di Tanjung Keramat lebih suka jadi nelayan. 

Jalan raya menuju Kampung Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013). Jalanan di daerah ini berkelok-kelok agar para pengendara kendaraan bermotor untuk berhati-hati dan jaga konsentrasi mengemudi. (photo by budi susilo)

“Dari generasi mudanya lebih suka melaut. Sudah terbiasa dengan alam laut,” ujarnya di pelataran depan rumahnya, Minggu (7/4/2013).

Cerita yang sungguh menarik, sekitar tahun 2000-an, pemerintah daerah memberikan program bantuan pelatihan pengetahuan teknik mesin perbengkelan bagi pemuda di Tanjung Keramat, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan.

“Di awalnya banyak yang minat ikut pendidikan. Tapi setelah selesai pendidikan ditinggal begitu saja. Lebih banyak memilih melaut saja,” ungkap Kisman.

Jalan menuju Kampung Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013). Di tempat pemukiman warga ini juga banyak anak-anak umuran remaja dan pemuda. (photo by budi susilo)

Perairan laut di Tanjung Keramat terbilang surga yang menjanjikan. Selain luas wilayahnya, arus air dan ombak laut di Tanjung Keramat sungguh tenang dan tentram. Laut berkesan bersahabat, selalu dekat dihati warga Tanjung Keramat, membawa berkat.

Tidak percaya, kunjungi saja lokasi ini. Mudah untuk menjangkau ke daerah nelayan ini karena sudah ditunjang oleh jalanan yang beraspal meski medan jalan yang ditempuh itu berkelok-kelok, naik-turun dan terdapat jurang terjal.

Suasana pagi hari di Kampung Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Tanjung Keramat dahulunya tidak masuk dalam kelurahan tersendiri, tetapi masuk dalam wilayah Kelurahan Pohe. Karena gairah otonomi daerah, terjadi pemekaran, maka Tanjung Keramat kini berdiri sendiri menjadi sebuah kelurahan di Kecamatan Hulonthalangi.

Kampung nelayan ini memiliki nama jalan yakni Jalan Batu Jajar. Kampung ini berada di daratan rendah mendekap erat dengan pesisir laut. Karena itu, dari lokasi jalan utama, kita harus menuruni jalan ke bawah, yang telah dipadati penuh rumah penduduk.

Kata Kisman, melaut itu bisa menghasilkan pendapatan yang rata-rata lumayan banyak. Jika sedang rezeki, sekali melaut dapat meraup untung kotor Rp 2 juta dengan hitungan harga per kilogram Rp 40 ribu.

“Kalau lagi bagus tangkapannya, sekali melaut bisa dapat ikan Tuna 50 kilogram. Kami jual di TPI (tempat pelelangan ikan) Kota Gorontalo,” urai pria kelahiran Tanjung Keramat ini.

Seorang nelayan Tanjung Keramat usai pergi melaut, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Untuk mencari ikan, tambah Kisman, tidak perlu repot-repot harus berlayar hingga keluar Provinsi Gorontalo, seperti sampai Sulawesi Tengah atau Sulawesi Utara. Nelayan Tanjung Keramat hanya cukup melaut sekitar 10 mil saja, sudah mampu raup ikan-ikan yang menguntungkan di pasaran.  

Cuaca yang paling bersahabat untuk melaut, beber Kisman, saat musim angin timur. Airnya tenang, ombak tidak tinggi, ikan pun melimpah di kawasan perairan Tanjung Keramat. 

Berbeda kala masuk musim angin barat, tidak cocok untuk melakukan pelayaran, karena hasil tangkapannya akan lebih sedikit dari biasanya. Namun, angin barat di Tanjung Keramat sekilas mampir bersinggah, bertamu sebentar, usai itu lanjut pergi meninggalkan Tanjung Keramat.

“Angin barat disini rata-rata hanya satu hari, paling lama angin barat bisa sampai seminggu saja,” kata Kisman, pria kelahiran 7 Juli 1980 ini. 

Pinggiran pantai di Kampung Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Kalau lagi ada angin barat, tambah Kisman, nelayan disini tetap pergi melaut, tidak takut ombak dan angin, tapi cari ikannya harus sampai di daerah yang tidak ada angin barat, di Sulawesi Tengah. “Cari daerah yang tidak ada angin barat, supaya dapat ikan banyak,” ungkap Kisman.

Melimpahnya kekayaan perairan laut Tanjung Keramat, membuat warga penduduk betah menempati pesisir ini. Satu di antara lainnya, Arifin Hamid (53), nelayan Tanjung Keramat, merasa nyaman dan damai tinggal di Tanjung Keramat. “Saya orang pindahan dari Kelurahan Pohe, sudah tinggal disini hampir puluhan tahun,” tuturnya.

Kadang, bila tidak ingin melaut jauh, Hamid hanya pergi menggunakan perahu jenis Katinting untuk mencari cumi-cumi. Bermodalkan tenaga mendayung, perahu bergerak sedikit menjauh dari daratan Kampung Tanjung Keramat. 

Anak nelayan menenteng ikan hasil tangkapan ayahnya, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

“Tidak perlu jauh-jauh sampai ke tengah, cumi-cumi sudah bisa kita peroleh,” katanya yang saat itu mengenakan topi hitam. 

Alat pancing yang digunakan pun cukup sederhana, kata Hamid. Memakai alat pancing yang dalam bahasa lokalnya disebut Totabita, berupa benang pancing panjang yang telah diberikan umpan secuil daging cumi.

“Umpan kita masukan ke laut, tinggal tunggu saja, mirip orang memancing, bila beruntung kita dapat cumi,” ujarnya.

Anak perempuan mencoba memancing menggunakan kail, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Dari sejumlah penduduk di Tanjung Keramat, yang tekuni sebagai nelayan dan melaut adalah kaum prianya. Sementara, bagi kaum perempuannya lebih banyak mengurus kehidupan rumah tangga, berperan sebagai seorang ibu rumah tangga yang kerjanya berkaitan dengan mengurus suami dan anak, mencuci dan memasak. 

Ini diakui oleh satu di antaranya seorang istri nelayan, Maryam Antuli (58), posisi wanita istri nelayan hanya mengurusi urusan di daratan yang kaitan erat dengan tata rumah tangga. 

Hiruk-pikuk kehidupan warga nelayan Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

“Kadang bantu-bantu jual hasil ikan di pasar, tapi kalau pergi melaut tidak dilakukan, lebih banyak pria yang lakukan,” ungkap perempuan yang kini telah memiliki anak delapan dan 20 cucu.   

Itulah sepenggalan cerita singkat Kampung Nelayan Tanjung Keramat. Peran warga Tanjung Keramat sungguh mulia, mau bermata pencarian sebagai nelayan, menerjang angin badai dan luasnya lautan demi memenuhi pasokan kebutuhan ikan di wilayah Gorontalo tercinta.  ( )

Dua bocah bermain di air laut Tanjung Keramat Gorontalo, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Bocah-bocah bermain di pinggir pantai akrab bersama laut Tanjung Keramat, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)

Alat-alat penangkapan ikan milik nelayan Tanjung Keramat, Minggu (7/4/2013) (photo by budi susilo)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I