BUMI KU

Bumi Ku
Oleh: Budi Susilo

Fajar menyapa bumi dalam balutan sinar ceria di segala penjuru nusantara, juga dunia. Save Our Planet, selamat Hari Bumi. Inilah ungkapan pembuka pagi dalam status di twitter @budisusilo85, milik ku, saat di Kota Gorontalo.

Goresan kalimat itu bertepatan dengan hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2013 ini. Sungguh bersyukur, Tuhan pun memberikan keberkahan cuaca yang bersahabat di pagi hari. Mengawali aktivitas pun lancar tanpa kendala berarti.

Setiap tahunnya, Bumi diperingati oleh kaum insani. Peringatan hari Bumi tentu diharapkan memberikan arti tersendiri bagi planet biru ini. Manusia yang menempati Bumi mampu menyadari, menjaga dan melestarikan planet Bumi yang sudah masuk umur ujur.

Keserakahan dan kepongahan manusia kadang membuat Bumi berubah watak murka, menelurkan bencana-bencana alam banjir dan longsor. Bumi sebenarnya sangat bersahabat, jika makhluk bernama manusia dapat menempatkan posisinya pada rasa bijak saat menginjak tanah Bumi.

Kadang tanpa memiliki ruh martabat dan sikap hormat, manusia membabi buta merampok, merusak, dan sangat keparat membabat Bumi hingga hancur lebur, menebang pohon asal-asalan, membuang sampah sembarangan, dan menggunakan produk-produk yang tidak ramah lingkungan. 

Masih banyak tindakan buruk manusia terhadap bumi, namun terlepas dari ini, sebenarnya semua itu berangkat dari keinginan fana saja, menguras Bumi demi mengejar sesuap nasi, menumpuk materi, dan mencari status sosial sebagai hartawan penjuru negeri. 

Memperingati hari Bumi bukan sekedar peringatan seremonial saja. Peringatan di tiap tahunnya hanya berfungsi sebagai ‘lampu kuning’ bagi manusia, bahwa Bumi yang kita tempati harus tetap terjaga lestari.

Alam belantara Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo, Minggu (14/4/2013)_budisusilo

Sederhana saja, seperti beraksi di antara lain, tidak membuang sampah sembarangan, menghemat penggunaan aliran listrik, membiasakan pengurangan penggunaan kantung plastik dan gemar menanam tumbuhan.

Alamnya yang hijau, langitnya yang biru, air sungai yang jernih, dan lautannya yang luas mengampar merupakan status ideal planet Bumi. Ini semua bergantung pada manusianya, mau atau tidak menjaga marwah Bumi. Sebab planet yang terletak sesudah planet Mars ini, tidak akan mungkin murka jika manusianya pun bijak dan bersahabat. 

Mari kita mencontoh seorang pejuang Republik Indonesia bernama Tan Malaka, ia selama masih hidup, bahkan sampai mati pun, tetap merasa dekat akrab pada Bumi. Ia dalam riwayat kehidupannya selalu menyebut-nyebut nama Bumi, seolah telah mendarah daging pada dirinya. “Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi,” kata Tan Malaka kala itu. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN