BENTENG OTANAHA GORONTALO


Burung Maleo Menetaskan Aku

Kenalkan aku, Ota. Kalau nama lengkapku, Otanaha. Agar mudah diucapkan oleh mulut, panggil saja aku Ota, yang darah keturunan dari Bumi Hulandalo atau Gorontalo. 

Nama ku memiliki arti tersendiri. Secara makna bahasa ibu, Ota itu adalah sebuah bangunan benteng. Sedangkan Naha itu, diambil dari nama orang yang pernah hidup di abad 15, yang kebetulan menemukan bangunan benteng.

Aku lahir di wilayah Kota Gorontalo, dan sampai sekarang juga, masih eksis berdomisili di Kota Gorontalo dengan alamat lengkap di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat.

Pose tebar pesona seorang blogger Indonesia_agung purnomo

Kepastian kapan aku lahir, tidak tahu persis. Tapi diingat-ingat, aku lahir sekitar tahun 1522 masehi. Maklum saja, saat itu tidak sempat terpikir untuk mencatat secara administrasi seperti jaman sekarang ini, siapa yang baru lahir ke bumi dibuatkan akta kelahiran sebagai dokumen otentik hukum.

Orang tua yang melahirkan ku masih ingat betul. Yang pasti, aku tidak akan lupa seperti si Malin Kundang dari Sumatera Barat yang durhaka melupakan orang tua kandungnya. 

Soal asal usul aku berasal dari mana, yang pasti aku agak berbeda dengan yang lain-lainnya di Gorontalo. Secara fisik, anatomi tubuh ku memiliki lima bagian, dengan dilengkapi oleh kesempurnaan ratusan buah anak tangga. 

Anggota tubuh ku yang empat bagian itu biasa orang sebut dengan persinggahan. Sementara, satu anggota tubuhnya bisa disebut dengan nama benteng utama

Di tiap-tiap bagian tubuh ku, dibagi-bagi anak tangga. Untuk bagian tubuh persinggahan pertama memiliki 52 anak tangga. Berikutnya persinggahan kedua ada 83 anak tangga.

Di bagian persinggahan ketiga berjumlah 53 anak tangga, dan di tahap bagian tubuh persinggahan keempat, jumlah anak tangganya lebih banyak, yakni bertotal 89 anak tangga. 

Selanjutnya, tubuh ku yang di bagian benteng utama mempunyai 71 anak tangga. Jika di total semua, dari tubuh persinggahan dan benteng utama, aku memiliki anak tangga sebanyak 348 anak buah tangga.

Berbeda dengan manusia yang terbuat dari tanah atau setan yang ‘diproduksi’ dari api, aku sendiri berasal dari tiga bahan alam dari planet bumi. Bahan-bahan yang dimaksud adalah pasir, batu kapur dan telur Burung Maleo. 

Entah dari mana ide pertama tersebut muncul, yang pasti fungsi telur Burung Maleo kala itu untuk perekat pasir dan batu kapur . Dan bukan sulap bukan sihir, bin salabin abra kadabra, memang terbukti ampuh telur unggas itu, sekarang tubuh ku masih kuat eksis di tengah-tengah masyarakat Gorontalo.

Untuk itu, sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam, aku mengucapkan terima kasih banyak kepada para Burung Maleo beserta keturunan-keturunannya yang telah berperan besar menghadirkan aku di muka planet bumi. 

Untung saja saat itu, si Tarzan orang Amerika belum bersinggah mampir di Gorontalo. Sebab jika Tarzan sedang ada di Gorontalo tentu ia akan protes dan tidak mengijinkan telur Burung Maleo jadi tumbal atas kehadiran fisik ku.   

Aku dilahirkan dari kalangan bangsawan. Saat itu, orang tua ku seorang pemimpin rakyat Gorontalo yang diberikan amanah untuk membawa Gorontalo ke masa gemilang dan terhebat di jagad Nusantara.

Nama orang tua ku ialah Raja Ilato atau istilah lainnya disebut Matolodolakiki. Dulu orang tua ku ini dipercaya mengelola pemerintahan Gorontalo dari tahun 1505 hingga 1585 masehi.

Saat proses melahirkan, orang tua ku dibantu oleh Portugis, yang berasal dari daratan eropa sana. Seperti dokter kandungan masa kini, Portugis mau membantu proses kelancaran kelahiran ku. 

Padahal Portugis ini, sebelumnya tidak ada hubungan dekat, apalagi ikatan sedarah dengan keluarga kami. Aku pertegas lagi, tidak ada sama sekali sangkut paut adanya satu kesatuan batin antara Portugis dan dinasti kerajaan Gorontalo saat itu.

Lalu, kenapa Portugis mau membantu proses kelancaran kelahiran ku ? Apa Portugis kala itu sukarela, mau ikhlas beribadah memberikan bantuan ? Tidak sebaik itu, Portugis tetap berada dalam posisi pragmatis enggan beridealis.

Harap maklum, Portugis itu bukan malaikat, apalagi semodel dengan santa clause, membagi-bagikan kebahagiaan dan nilai kebaikan tanpa pamrih. Portugis mau singsingkan lengan baju membantu kelahiran ku, karena ada satu keinginan yang ingin didapatnya, menguasai aset sumber daya alam Gorontalo, tanah air ku.

Rencana Portugis itu sebelumnya tidak kami ketahui. Di awal janji manisnya, Portugis berbaik hati, karena hanya ingin membantu sebagai langkah konkrit untuk mempererat persahabatan dan kerja sama baik bersama keluarga kami, Gorontalo, terutama kerjasama dalam pertahanan wilayah dari serangan para perompak liar dari laut.

Selang berjalan beberapa waktu, entah kenapa, janji tinggal janji, Portugis yang mengumbar janji faktanya tak membekas, sekedar surga telinga saja. Hubungan dekat kami tidak sesuai pakta kerjasama, akibatnya kemesraan antara Portugis dan keluarga kami merenggang.  

Karena merasa kecewa berat, patah hati mendalam, hingga buat badan panas dalam, Ndoba dan Tiliaya yang merupakan bagian dari keluarga orang tua ku, Raja Ilato mengambil keputusan frontal strategi non kooperatif, berperang mengusir Portugis dari Bumi Hulandalo Gorontalo.

Cara hal itu serupa pada era sesudahnya, saat jaman perang dunia kedua pada abad 19, seorang super hero Republik Indonesia, Tan Malaka dan Jendral Sudirman mengusir pengacau negeri dengan mengangkat senjata, berperang fisik secara jantan, tanpa ampun menanggalkan konsep diplomasi yang dikenal tak ampuh lagi. 

Sekarang di jaman reformasi Republik Indonesia ini, bagi siapa saja yang mau berjumpa dengan ku, mudah saja, tanpa ada persyaratan sulit. Datang saja temui aku di perbukitan Dembe. 

Aku bertetangga dekat dengan Danau Limboto yang nasibnya di ujung tanduk akan menjadi sebuah daratan. Aku tinggal berada di dataran tinggi, belantara hutan rindang, tanpa ada pemukiman padat penduduk.

Untuk mencapai puncak tempat ku, dapat berjalan kaki, atau menempuhnya dengan kendaraan bermotor juga bisa. Tinggal dipilih saja sesuka hati. Kalau mau olahraga badan sehat bugar pasti memilih jalan kaki.

Tapi andai mau ringkas waktu dan enggan menguras energi, pasti pilihannya adalah naik kendaraan bermesin atau kendaraan bertenaga hewan bisa juga. Suka-suka hati, yang penting happy bertemu aku di perbukitan nanti.

Kini, akses menuju ke tempat ku, sudah mudah. Medan lajur tidak seperti dulu, harus keluarkan tenaga untuk berjalan kaki naiki anak tangga. Pakai mobil atau motor bisa menjangkaunya karena sudah ada jalan aspal ke atas. Jika dihitung-hitung hanya butuh waktu paling lambat empat menit sampai di lokasi ku.

Namun harap maklum, jalan yang akan ditempuh tidak seperti di pusat perkotaan yang model jalannya landai dan luas. Rute perjalanan ke diri ku berkelok-kelok, sempit dan berdataran tinggi, jadi mesti hati-hati, jangan tergesa-gesa biar perjalanan selamat sampai tujuan. Silahkan dicoba, sampai ketemu aku ya. ( )

Pintu gerbang masuk ke komplek Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Papan petunjuk Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Batu petunjuk keberadaan Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Jalan beraspal ke arah tujuan Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Bentuk Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Tembok Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Tampak depan Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Pintu masuk Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Suasana dalam Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Interior Benteng Otanaha Gorontalo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Bukit kapur Dembe dilihat dari Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Beton benteng yang terbuat dari pasir, kapur dan telur burung Maleo, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Danau Limboto dilihat dari benteng, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Alam Danau Limboto Gorontalo di hiasi eceng gondok, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Bukit-bukit Dembe yang berdekatan dengan Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Benteng utama yang menghadap Danau Limboto, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Pemukiman penduduk yang berdekatan dengan Benteng Otanaha, Senin (8/4/2013)_budisusilo

Benteng Otanaha Gorontalo tampak dari kejauhan, Senin (8/4/2013)_budisusilo




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

CANDI GARUDA YOGYAKARTA